33

6.7K 590 7
                                    

Kalau Aku Bilang, Tetep Di Sini, Apa Kamu Mau?
.

.

.

Saat sibuk melakukan packing, Belle dihentikan saat Diana masuk ke kamarnya dan memberitahu jika ada yang ingin bertemu dengannya.

Segera ia turun ke bawah.

Diam tertegun melihat kehadiran Rainer dan Belva.

"Miss Meera!" seru Belva menyapanya dengan riang. Gadis kecil itu memeluknya membuatnya tersentak.

Tersenyum lebar, ia menunduk. Mengusap rambut Belva yang mendongak, balas menatapnya.

"Tadi Bel gak masuk les, karena ada acara sekolah. Bel ke sini mau memberi hadiah perpisahan untuk Miss," ujar Belva cemberut sembari melepas pelukannya. Lalu meraih tas kertas dari tangan Rainer.

"Terima kasih Miss Meera, mengajar Bel main piano. Gak marah kalau Bel membuat kesalahan." Belva menjulurkan tas kertas tersebut.

Belle tidak langsung menerimanya, ia menekuk kedua kakinya. Lalu menangkup wajah Belva. Matanya berkaca-kaca menatap wajah Belva yang terlihat bingung.

"Makasih,..." Nak. Belle hanya bisa melanjutkan ucapannya dalam hati. Lalu memeluk Belva dengan erat. Sangat erat. Entah mereka akan bertemu nantinya atau tidak sama sekali.

Tatapannya tidak sengaja bertemu dengan Rainer yang langsung membuang pandangan. Pria itu enggan menatapnya.

"Kenapa Miss Meera menangis?" tanya Belva setelah pelukan mereka terurai.

Belle tertawa hampa sembari menyeka air matanya. Menggeleng pelan, ia menerima hadiah dari Belva lalu mengecup pipi putrinya itu. Kemudian berdiri.

"Apa ini?" tanya Belle seraya mengintip isi tas kertas tersebut.

"Gelas yang cantik. Ada fotonya Miss Meera, Bel dan Papi." Belle terdiam melihat mug bergambar foto mereka saat berkunjung di kebun binatang burung beberapa waktu yang lalu.

"Miss Meera jangan melupakan Bel, ya?" Belle kembali menunduk menatap Belva yang tersenyum lugu. Lalu menatap Rainer yang kini balas menatapnya. "Apa Miss gak bisa tinggal di sini?"

Pertanyaan Belva menghantam perasaan Belle. Merasa begitu tertohok mendengar pertanyaan lugu Belva.

Tentunya jawabannya bisa. Namun, Belle enggan tinggal. Karena merasa percuma. Belva akan mengenalnya sebagai guru piano. Bukan Maminya.
Dan jika Belva tau ia adalah Maminya. Bukan berarti Belva akan berbinar bahagia menerima kehadirannya. Bisa saja Belva membencinya karena kecewa.

"Sorry Dear. I can't,..." ujar Belle dengan suara lirih. Mengusap puncak kepala Belva.

"Ya sudah. Miss Meera hati-hati, ya? Jangan lupakan Bel."

Tentu saja Belle tidak akan melupakan Belva. Namun, yang ia balaskan hanya tersenyum tipis.

Kemudian gadis kecil itu meraih tangan Rainer.

Barulah kedua orang dewasa itu saling bertatapan.

"Kapan berangkat?" tanya Rainer pada Belle.

"Besok pagi."

Rainer mengangguk pelan. Lalu pamit pulang.

Belle mengekor di belakang ingin melihat Belva terakhir kalinya. Melambaikan tangan pada Belva sebelum pintu mobil di tutup Rainer.

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang