26

7.5K 668 5
                                    

Would You Like To Eat With Us?
.

.

.

Sejak berbincang dengan Belle, Rainer tidak hentinya tersenyum. Raut dingin yang selalu ia tampilkan jika di hadapan karyawan entah hilang ke mana membuat mereka bertanya-tanya apa yang terjadi pada bosnya. Pun tidak luput dari pengamatan Arka.

Karena memiliki tingkat keingintahuan yang tinggi serta tidak ingin memendamnya, Arka pun langsung mencari tahu. Tentunya pada Rainer langsung agar bahan gibahan lebih akurat.

"Ekhm! Kayaknya Pak Bos seneng banget, dari tadi pagi senyum terus. Harusnya Pak Bos bagi-bagi dong kebahagiaannya biar berkah."

Senyum Rainer luntur, ia mendelik kesal pada Arka yang langsung menyengir.

"Eh, saya harus antar Bel ke tempat les. Saya permi..." Perkataan Arka tidak selesai saat Rainer berdiri.

"Biar saya yang antar Bel." Rainer melangkah ke arah pintu, lalu berhenti, memutar tubuhnya, menghadap ke arah Arka. Menunjuk pria itu. "Kamu... handle resto hari ini."

Setelahnya Rainer keluar meninggalkan Arka yang langsung diserang rasa cemas.

Ia tidak akan dipecat, kan?
Salahnya juga karena terlambat menjemput Belva tempo hari. Tetapi, Rainer menyuruhnya mengawasi restoran hari ini, berarti ia tidak dipecat, kan?

Tinggalkan Arka dengan pikirannya yang bingung.

Beralih pada Rainer yang mengantar Belva ke tempat les piano putri kecilnya itu. Kembali lagi ia merasa gugup seperti hari kemarin.

Kepalanya tersusun banyak rencana bagaimana nantinya ia akan mengajak Belle berbincang lagi.

Karena jujur saja, Rainer sangat merindukan wanita itu.

Meski sempat memupuskan harapannya untuk kembali bersama Belle, tapi saat ini harapannya kembali.

Karena Rainer masih mencintai Belle atau lebih tepatnya selalu mencintai Belle.

"Papi, why do you always smile?"

Teguran dari Belva membuat Rainer menoleh sekilas melihat raut heran gadis kecilnya itu.

"What's wrong? Do I look ugly?"

"No, but you look weird."

Rainer tertawa, tangan kirinya terjulur untuk mengusap kepala Belva.

"Bel."

"Yes Papi?"

"What do you think about Miss Meera?" Rainer kembali melirik Belva yang terlihat berpikir.

"She's kind. She buys Bel ice cream. And when she teaches Bel, she never gets angry like Miss Paula. And she's beautiful."

Tersenyum, Rainer merasa bahagia mendengar penuturan lugu Belva. Andai Belva tau jika Miss Meera adalah Maminya, apakah keadaannya sesuai dengan keinginan Rainer? Belva akan bahagia atau malah sedih?

Seperti yang dikatakan Bening, semuanya harus pelan-pelan. Rainer menahan diri agar tidak langsung memberitahu Belva. Pun, ia harus bicara pada Belle tentang ini. Agar Belva tidak terkejut dan merasa kecewa.

Sesampainya di halaman parkir tempat les piano, Belva melepas sabuk pengaman. Lalu menatap Rainer yang juga melepas sabuk pengaman.

"Papi mau turun juga?"

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang