19

7.2K 610 3
                                    

Pada Akhirnya Semua Akan Kembali Ke Tempat Semula

.

.

.

Rainer duduk termenung, pandangannya kosong menghadap ke arah tanah yang basah karena diguyur hujan dengan intensitas sedang. Aroma khas hujan memenuhi indera penciumannya.

Saat ini ia sedang duduk di teras samping rumah Hadyan. Memilih menyendiri setelah dari mengantar Mama ke tempat peristirahatan terakhirnya. Tepat di sebelah Papa. Seperti yang Mama inginkan.

Masih segar ingatan Rainer tentang percakapannya dengan Mama yang menginginkan ditempatkan di sebelah Papa jika nanti Mama telah tiada. Percakapan yang telah berlalu dua tahun yang lalu.

Karena dua tahun lalu ketika Mama memutuskan untuk berlibur ke Malang. Hanya wacana saja. Bukannya berlibur Mama malah jatuh sakit.

Faktor usia dan sakit yang diderita Mama kambuh sehingga dirawat di rumah sakit selama sebulan.

Hadyan pun melarang keras Mama untuk kembali ke Australia. Menyuruh Mama untuk menetap di rumahnya saja.

Setahun belakangan ini Rainer memang tidak pernah bertemu dengan Mama lagi. Selalu diminta pulang, tapi Rainer enggan. Dengan alasan lain kali saja.

Hingga dua hari yang lalu Mama masuk rumah sakit akibat terjatuh di kamar mandi. Hingga tidak sadarkan diri.

Rainer pun secepatnya berangkat dari Australia ke sini. Membawa serta Belva tentunya.

Tuhan berkehendak lain. Nyawa Mama telah tiada sehari setelah ia tiba.

Perasaan menyesal bergelayut dalam diri Rainer. Permintaan Mama yang sangat mudah untuk dipenuhi, tidak ia lakukan.

Menyuruhnya untuk pulang. Berkumpul dengan keluarga.

Rainer tersentak saat pundaknya disentuh. Segera ia mengusap kedua matanya yang berair lalu menoleh pada sosok wanita yang membawa teh hangat untuknya.

"Diminum Mas." Rainer mengangguk pelan. Mengucapkan terima kasih pada wanita itu. Yang tidak lain sepupu dari kakak iparnya.

"Engh... Belva ada di mana?" tanya Rainer pada Sania setelah menyeruput teh hangat tersebut.

"Tadi Darren ajak Belva lihat aquarium di rumahnya Om Deri yang ada di sebelah rumah ini." Sania tersenyum tipis.

"Ah abis itu pasti dia langsung minta dibelikan," ujar Rainer pelan. Tau kebiasaan Belva. Jika melihat sesuatu, pasti akan langsung minta dibelikan.

"Namanya juga anak-anak," sahut Sania yang diangguki Rainer.

Lalu mereka terdiam. Hanya suara hujan yang terdengar serta sahut-sahut suara dari dalam rumah.

Rainer menghela nafas panjang. Masih tidak menyangka apa yang terjadi hari ini adalah nyaya.

Ia yang enggan menginjakkan kaki di tanah air, akhirnya pulang.

Benar apa yang dikatakan Mama. Suatu hari nanti ia akan kembali. Mau tidak mau.

"Mas Rai gak mau makan? Kata Mbak Bening dari tadi pagi Mas Rai gak makan." Suara Sania kembali menyentak Rainer.

Dengan pelan Rainer menggeleng. Menolak tawaran Sania.

"Belva sudah makan?" Rainer pun bertanya. Karena ia dirundung duka, sehingga fokusnya pada Belva sedikit teralihkan.

"Sudah tadi. Aku yang suapin. Dia gak mau makan kalau gak disuapin, ya?"

"Ya. Ajarannya Mama." Rainer tersenyum sedih. "Larang aku manjain Belva, tapi padahal Mama sendiri yang manjain cucunya."

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang