32

6.8K 587 10
                                    

Menghindar Lagi? Kali Ini Karena Apa? [2]
.

.

.

Rainer menunggu kedatangan Belle di teras tempat kos wanita itu. Kata tetangga kamar Belle, wanita itu sedang keluar membeli makanan.

Memang, Rainer sengaja datang malam ini untuk menemui Belle. Ingin mengajak Belle berbicara dan meminta maaf karena membuat Belle tidak nyaman tentang ungkapan perasaannya yang tidak secara langsung.

Suara derap kaki melangkah membuatnya langsung menoleh ke arah Belle yang terkejut menatapnya. Belle mengenakan hoodie serta celana training, menggengam kantong kresek berisi makanan.

Dengan wajah dingin, wanita itu merubah ekspresi terkejutnya.

"Ada apa Pak Rainer ke sini?"

Rainer menghela nafas pelan melihat sikap formal Belle. Sungguh merasa tidak suka.

Dengan tampang memelas, ia menatap Belle dengan pandangan teduh. "Belle, apa kemarin-kemarin gak berarti buat kamu? Kebersamaan kita dan Belva? Kenapa kamu bersikap seolah gak kenal sama aku? Seolah kamu memang hanya guru lesnya Belva."

Belle membuang pandangan sejenak. Menghela nafas pelan. Menyusun kata demi kata di dalam kepalanya untuk membalas perkataan Rainer.

Belum sempat ia membalas, Rainer kembali berujar, "Kalau kamu merasa gak nyaman dengan perkataan aku malam itu, I'm so sorry. Tapi tolong, jangan menghindar lagi Belle. Apalagi sama Belva. Bukannya kamu mau dekat sama dia?"

"Saya rasa gak usah."

Kening Rainer mengkerut bingung mendengar perkataan Belle. Wanita itu membuang pandangan, enggan menatapnya.

"Maksud kamu?"

Belle kembali menatapnya. "Sebentar lagi masa mengajar saya habis. Dan saya akan pergi. Saya gak menetap tinggal di sini."

Rainer tidak langsung merespon, tubuhnya kaku mendengar perkataan Belle. Ia menatap lamat-lamat Belle yang berekspresi dingin.

"Belle, Belva butuh kamu. Kamu..."

"Belva gak butuh aku! Dia bisa bahagia walaupun cuma sama kamu! Dan aku rasa semuanya akan baik-baik saja walaupun aku pergi!" Belle tidak bisa untuk tidak menunjukkan perasaan emosionalnya. Tatapannya kini berubah sendu.

Rainer menghela nafas kasar, ia membuang pandangannya sejenak. Mengontrol emosinya yang entah kenapa menguasainya. Tidak setuju dengan perkataan Belle.

"Tujuh tahun ini kalian baik-baik aja tanpa aku. Kalian bahagia..."

"Kamu jangan sok tau Belle!" sentak Rainer menyela Belle. Menatap tajam Belle. "Tujuh tahun ini aku tersiksa, begitupun Belva yang butuh sosok ibu! Belva emang gak pernah nanya di mana 'Maminya', tapi aku bisa rasain dia sedih kalau lihat anak-anak lain bersama ibunya!"

"Terus apa?...." Kedua mata Belle berembun. Ia mengusap kedua sudut matanya. "Bisa aja Belva benci sama aku kalau dia tau aku 'Maminya' yang ninggalin dia. Jadi, biarin aja dia kenal aku sebagai guru pianonya. Itu sudah cukup baik."

"Aku gak ngerti jalan pikiran kamu, Belle," ujar Rainer lemah. Lalu melenggang pergi meninggalkan Belle terhenyak.

Belle menoleh menatap nanar kepergian Rainer yang terlihat begitu kecewa.

Tentu saja pria itu kecewa dengan keputusannya.

Keputusan yang ia buat setelah dari rumah Rainer. Melihat foto-foto keduanya yang terlihat bahagia tanpa sosok dirinya.

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang