15

8.7K 586 8
                                    

Hari-Hari Yang Terasa Begitu Hampa

.

.

.

Ketukan suara pintu yang sangat keras dan tergesa-gesa membangunkan Rainer dari tidurnya. Mengerang kesal, ia bangun. Segera membuka pintu tersebut.

"Apa?" tanyanya malas melihat gadis tersebut di hadapannya yang bersidekap menatap sama malas dirinya.

"Om Rai baru bangun? Astaga! Ini udah siang!" gerutu gadis tersebut.

Rainer abaikan, ia menguap lebar seraya kembali masuk ke kamar. Hendak kembali tidur, tapi gadis itu menarik tangannya.

"Om Rai! Aku aduin ke Papa kalau Om gak berguna tinggal di rumah ini!" Rainer menggeram tertahan. Ingin rasanya menjitak kepala gadis kurang ajar itu. Tapi, ia mengingat. Ia hidup menumpang di rumah orang tua gadis itu setelah mengundurkan diri dari pekerjaannya dan memutuskan meninggalkan kota Jakarta.

Atau lebih tepatnya, keputusannya tersebut bukan keinginannya. Semuanya keinginan Jerremy.

"What do you want?" tanya Rainer malas seraya duduk di tepi ranjang. Mengusap wajahnya. Ia masih mengantuk.

"Anterin aku ke kampus Om! Last night I told you. Om lupa?"

Rainer menghembuskan nafas pelan. Mendongak menatap Chesa. Anak kedua kakaknya tersebut.

"Umurmu udah dua-dua, kan?"

Chesa mengangguk membenarkan perkataan Rainer.

"Harusnya kamu udah lulus," ujar Rainer tanpa ekspresi.

Chesa menganga. "Ya... emang kenapa kalau umurku udah dua-dua belum lulus? Ada masalah dengan itu?"

Rainer menggeleng. Enggan berdebat dengan Chesa. Ia segera berdiri lalu masuk ke kamar mandi.

Tidak lama, ia kembali keluar.

"Om gak mandi?"

"Nanti lama kamu ngomel-ngomel bikin kuping Om sakit. Cepet sini! Jangan lelet!" Rainer melangkah mendahului Chesa yang merengut kesal.

"Om Rai nanti jemput aku!" titah Chesa sebelum keluar dari mobil setelah tiba di kampus.

Rainer hanya berdehem malas.

Sebelum keluar, Chesa sekilas melirik Rainer. "Om cukuran deh! Om makin terlihat tua pakai jambang dan kumis."

Setelah mengatakan itu Chesa keluar meninggalkan Rainer yang terpekur. Mengingat seseorang yang selalu memprotes dirinya jika memanjangkan jambang dan kumis.

Apa kabar sosok itu?

Apa dirinya baik?

Bagaimana kondisi kandungannya?

Anak mereka.

Menghela nafas panjang. Rainer mulai melajukan mobil. Membelah jalan kota yang memiliki banyak julukan, salah satunya Paris Van East Java tersebut.

Sudah enam bulan lamanya ia menetap di sini. Hanya mendekap di rumah Hadyan, kakaknya. Enggan bekerja di tempat Hadyan karena masih belum bisa fokus.

Pikirannya masih tertuju pada Belle dan juga jabang bayi mereka.

Setiap malamnya hanya melamun, berharap agar nantinya jika anak mereka lahir maka keputusan kedua orang tua Belle yang menentang hubungan mereka, melunak. Merestui hubungan mereka.

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang