ᴛʜɪʀᴛʏ ғɪᴠᴇ

458 93 7
                                    

ɴᴏ 7
■~■~■~■~■



/Happy Reading/

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

/Happy Reading/











Mark mempercepat langkah ketika getaran itu semakin menjadi-jadi.

Satu langkah penuh kekhawatiran.

Berharap semuanya baik-baik saja. Berharap firasatnya tidak benar. Bahwa, suatu hal buruk telah terjadi.









"Cepat!" ajak Jungkook sambil memacu tempo gerakan.

Tak jauh, tinggal beberapa meter lagi.

"Itu merek—"





Lidah Jungkook menekuk sebelum menyelesaikan ucap.

Mark dan Chenle, mereka sama-sama meratap tanpa berkata sepatah tutur.

Suasana ini, situasi ini, segalanya berada di titik yang tidak baik.









Exitium dan Gene, kedua pihak tampak mematung di tempat itu. Berpijak pada batuan datar sembari menatap kosong.

Menyebabkan kebingungan pada tiga insan yang baru saja tiba.

Jungkook berjalan pelan, mendekati Bambam, berusaha mencari jawaban atas keheningan kelam ini.








Di satu sisi, Mark juga bingung. Tetapi getaran ini, bukan main-main. Matanya mengadu jauh, menuju sumber getaran. Dan faktanya, ia terkejut.

Itu Jisung. Adiknya yang sering ia kunjungi dalam mimpi. Adik kecilnya yang biasa terlihat senang, kini terluka seraya meraung sendu.

Melihatnya, kedua kaki jenjangnya bergerak tanpa perintah. Berlarian, sedikit tergesa, kepada satu insan yang merupakan penyebab gempa lokal ini.

Sekilas, Mark melihat anak Gene lainnya yang tak bergerak, seakan masih shock dengan satu kejadian yang tak diketahuinya atau karena getaran bumi serta sejumlah bebatuan kecil yang melayang berputar di udara.

Telekinesis, sudah bertindak sangat jauh.













Greb, Mark merengkuh erat. Mendekap Jisung seolah memberi perlindungan dari monster besar yang disebut kesedihan.

"Kenapa menangis, heum?"

Suara Mark tak menuntut, melainkan ada kehangatan dalam setiap katanya. Menyalurkan kenyamanan pada sang adik, yang kini telah membalas peluk.

"K-kak...," lirih Jisung ditengah isakan. Sang adik menenggelamkan wajah pada bahu yang lebih tua. Meredam tangis yang belum niat berhenti.










Mark, tak bisa untuk tidak tersenyum dikala Jisung menopang padanya. Tangannya dibawa untuk mengusap pucuk surai hitam sang adik.

Memberikan ketenangan, juga kedamaian. "Cup, cup, kakak di sini. Udahan dulu ya, nangisnya. Malu diliatin banyak orang."









【√】°ɢᴇɴᴇ x』Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang