ɴɪɴᴇᴛᴇᴇɴ

415 89 7
                                    

ᴇɴᴍɪᴛʏ
■~■~■~■~■




Cloud Tower, bangunan tertinggi, menjulang megah di pusat kota Canis.

Dengan lantai marmer putih bercorak hitam yang menghiasi dasar gedung. Ditambah dinding dengan warna senada, menambah kesan elegan juga modern.

Langit-langitnya didesain tinggi dengan lampu LED datar yang tersebar guna menerangi keseluruhan ruangan.

Mewah. Satu frasa yang menggambarkan keutuhan gedung dengan sempurna. Walau begitu tidak banyak hal yang dapat dilihat di lantai pertama, selain meja pendaftaran, sofa, beberapa mesin penjual otomatis dan puluhan orang yang berkeliaran.





Tentu saja ramai, mengingat tempat ini merupakan menara fungsional yang memiliki fasilitas kantor, hotel serta tempat rekreasi berupa ruang observasi dan olahraga.





Padahal denting hampir menujuk angka dua belas. Tengah malam, tapi masih banyak pengunjung yang keluar-masuk dengan sibuk. Tak luput juga, tiga anak yang berlarian menyerbu gedung itu.

"A-akhirnya... sampai," ucap Haechan terengah-engah, sembari memindai sekeliling. "Kenapa juga kita harus berlarian?"





Tak ada jawaban, selain deruan napas yang memburu—yang kemudian berangsur-angsur menghilang.

Tidak tahu, siapa yang memberi ide untuk berlari. Jisung cuma memberi arahan agar mereka bergegas pergi menuju gedung tertinggi di kota. Bukan menyuruh untuk berlari bagaikan kuda pacu.

Lupakan saja, sudah terjadi, tidak masalah juga.




"Sekarang bagaimana?"

Jaemin melirik Jisung, berharap adiknya itu mempunyai rencan. Tak pernah sekali pun terbesit dalam nalar untuk mendatangi tempat besar nan mewah seperti ini.

Tempat yang sangat terkenal dan cukup riskan. Kenapa pula mereka berada di sini. Harusnya mereka bersembunyi dan berusaha mencari anak yang lain.





"Soal itu—" Jisung menggaruk tengkuknya sembari tersenyum tak bersalah, "—aku juga tidak tahu."

"..."






Haechan menepuk jidatnya serta menghembuskan napas keras. Astaga... rasanya ingin berteriak.

"Dia cuma menyuruhku pergi ke tempat ini, katanya seseorang akan datang dan membantu kita."

Jisung berkata seadanya, sesuai dengan yang diucapkan lelaki dalam mimpi. Hal itu menimbulkan tanda tanya besar di benak yang lebih tua. "Dia? Siapa?"





Seketika Jisung lupa, kalau dia belum menceritakan tentang hal ini pada mereka.

"Gene, salah satu dari kita. Aku tidak ingat namanya. Tapi dia sering menghampiriku dalam mimpi. Jangan tanya mengapa karena aku juga tidak tau. Yang pasti, aku memercayainya."

Jaemin mengangguk paham. Tumben sekali. "Lalu, siapa yang akan membantu kita?"





Delapan detik berlalu, lantas Jisung menggeleng tak tahu. Dia tidak sempat menanyakan detailnya.

"Jadi... kita harus mencari orang itu di tempat yang besar dan ramai ini!" Haechan sedikit meninggikan suaranya.

Ini sudah malam. Dia ingin tidur. Bukan malah seperti ini; mencari keberadaan seseorang yang tidak jelas.






"Kalau begitu, bagaimana kalau kita mulai mencarinya?" usul Jaemin sambil merapatkan ransel yang dibawanya.

"Huft, kita tidak punya pilihan lain, bukan?"










【√】°ɢᴇɴᴇ x』Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang