[1] Asisten Pribadi

2.8K 117 4
                                    

Seorang lelaki usia awal 30-an tahun saat ini sedang fokus pada layar di laptop tipis keluaran terbaru dari brand ternama dunia dengan warna silver metalik, yang menjadi andalannya selama sepuluh bulan terakhir. Laptop baru itu salah satu hadiah dari sang atasan karena mengapresiasi kinerja dan loyalitasnya terhadap perusahaan. Bentuk apresiasi itu tentu saja membuatnya semakin bersemangat menjalani pekerjaannya sebagai sekretaris perusahaan.

"Pak, saya mau pulang duluan ya. Bapak mau saya pesankan dulu untuk makan malam?"

Seorang gadis usia 20-an yang bertugas sebagai resepsionis kantor menyembulkan kepalanya dari balik pintu ruangan yang terbuka.

"Gak usah Na, nanti saya mau makan sama Pak Tara sekalian. Harusnya 30 menit lagi beliau udah beres meeting di lantai utama." 

"Oh, yaudah kalau gitu Pak. Saya pamit ya." 

Gadis yang bernama Ratna itu berpamitan tak lama kemudian, meninggalkan Evan Kalingga, sang sekretaris, berkemul kembali dengan email-email di layar laptopnya. Ini memang sudah lewat dari jam pulang kantor, semua karyawan sudah pamit satu jam lalu. Tapi memang sudah menjadi kebiasaannya untuk menunggu atasan di kantor ini, menyelesaikan pekerjaannya hari ini dan mengingatkan kembali jadwal kegiatan esok harinya. 

Tak lama seorang lelaki berperawakan tinggi tegap memasuki ruangan Evan. Sang atasan yang sedang ditunggunya, Nawasena Tara.

"Gimana meeting-nya Pak?" Sapa Evan dengan pertanyaan sambil beranjak dari kursinya, menyambut kehadiran sang atasan.

"Nonsense. Harusnya kamu yang hadir." jawab Tara ketus.

"Tapi itu permintaan Pak Presdir untuk Bapak sendiri yang hadir." jawab Evan, tak menghiraukan kekesalan dari wajah Tara. Ia sudah terbiasa menghadapi kekesalan di wajah dingin atasannya itu setiap kali rapat direksi.

"Besok ada jadwal apa lagi?" tanya Tara kemudian. 

Dia kemudian mengambil tempat duduk di sofa ruangan itu. Ruangan dengan interior yang didominasi warna monokrom, putih, abu dan hitam, seperti interior ruangannya sendiri, namun dengan dimensi lebih kecil. 

"Ada janji temu dengan Sagara Foundation jam 11 siang. Yayasan yang minggu lalu memasukan proposal pendanaan untuk rekonstruksi pemukiman paska bencana tsunami tempo lalu." jawab Evan sigap.

"Selain itu?" 

"Kosong."

"Bagus. Aku bisa pulang lebih cepat." Seru Tara sambil beranjak dari tempat duduknya. "Ayo kita makan seafood di mall seberang." ajaknya kemudian.

***

Dengan cekatan Evan menata menu seafood di meja berbentuk segiempat dihadapannya. Restoran seafood ini hanya sepelemparan batu dari kantor dimana ia bekerja 10 tahun terakhir dan menjadi langganan kantor mereka selama ini.

Interior ruangan restoran yang didominasi warna putih dengan tatanan furniture saling berhimpit satu sama lain, agak sempit. Namun citarasa dari menu yang ditawarkan memang tak diragukan, selain harganya yang terjangkau untuk kalangan mahasiswa maupun karyawan perusahaan. 

Awalnya Evan tak menyangka jika Tara - sang direktur perusahaan yang terkenal arogan itu- memiliki selera sederhana, bahkan tak keberatan untuk mencicipi makanan pedagang kaki lima.

Evan melirik wajah Tara yang tengah serius menyantap menu gurame asam manis favoritnya. Diperhatikannya wajah sang direktur yang usianya 30-an akhir itu masih terlihat lebih muda dari usia Evan, padahal terpaut 4 tahun . Ah mungkin karena dia masih single, pikirnya.

Pernikahan GandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang