[30] Intermezzo

329 39 0
                                    

Kali ini Evan mendapati atasannya tak melepaskan tarikan garis di bibirnya sejak keluar dari rapat direksi beberapa menit lalu. Tak seperti sebelum-sebelumnya, Tara selalu terlihat kesal setiap selesai rapat direksi, saat ini Tara terlihat lebih cerah.

"Aku akui kemampuan Angga memanipulasi psikologi orang, memang layak diacungi jempol," komentar Tara kemudian, sambil mengambil posisi duduk di hadapan Evan.

Evan tentunya tahu apa yang membuat atasannya itu tersenyum cerah, keputusannya mempertahankan Yayasan Sagara disambut baik oleh para pimpinan direksi, tentunya dengan bantuan direktur pemasaran untuk menguatkan argumennya.

"Apa kita perlu mentraktir Pak Angga?" tanya Evan dengan canda, disambut tawa lirih oleh Tara.

Tara menanggapi, "Akan kupikirkan hadiah yang cocok untuknya."

"Oya, bagaimana hasil diskusi dengan Yayasan Sagara tentang paten produk mereka?"

"Ah, saya baru mau melaporkan hasilnya. Dokumennya sudah saya simpan di meja bapak."

Evan melanjutkan, "Singkatnya, hak paten mereka tidak melekat pada yayasan, tapi atas nama individu. Si pemegang paten salah satu relawan tenaga ahli di yayasan itu, Pak."

Tara mengernyit mendengar laporan singkat Evan, "Itu artinya kita harus membuat kesepakatan dengan pemegang paten itu supaya inovasinya bisa digunakan di perusahaan kita."

Evan mengangguk, "Saya sudah dapat informasi tentang pemegang paten itu juga dan menghubunginya untuk membuat janji temu. Tapi dia baru ada di Indonesia bulan depan."

"Ah, kabar baiknya. Ternyata dia juga pemegang paten dari inovasi solar panel yang digunakan di kawasan rendah karbon kita. Yang perusahaan Jepang itu, Pak."

Tara terkesiap mendengar penjelasan Evan. Sungguh kebetulan yang menguntungkan, pikirnya. Tanpa sadar ia tersenyum lebar. "Berarti dia orang Jepang?"

"Bukan, dia orang Indonesia yang sudah tinggal lama di Jepang," tanggap Evan. 

Tak lama Evan menambahkan dengan senyuman usil, "Oya Pak, kabar baik lainnya, pemegang paten ini seorang wanita dan masih single."

Tara tertawa mendengar kalimat terakhir Evan, "Van, bahkan dalam saat seperti ini, kamu masih berusahan menjadi mak comblang?"

"Saya serius, Pak. Saya sudah mencari tahu banyak tentang wanita itu. Dan saya merasa bapak akan cocok dengannya."

Tara beranjak dari sofa di ruangannya itu masih dengan tawanya, "Ah sudahlah. Aku mau membaca laporanmu dulu."

"Oya, kapan jadwal janji temu dengannya?"

"Kebetulan dia juga ada janji temu dengan direksi pemasaran. Dia menyarankan sebelum itu."

Tara hanya mengangguk dan mulai membuka dokumen yang sudah Evan siapkan di meja kerjanya, masih dengan air muka yang cerah. Sampai kemudian ia membaca data pribadi si pemegang paten, ia mematung beberapa saat.

"Van, tadi kamu bilang apa?"

Mendapat pertanyaan yang tak jelas dari atasannya, Evan balik bertanya, "Yang mana, Pak?"

"Janji temu."

"Oh, bulan depan, Pak."

" Yang sebelumnya?"

Evan mengernyit, ia kemudian menatap wajah atasannya itu yang matanya tak beranjak dari dokumen di tangannya. Evan mengingat-ingat apa yang tadi ia ucapkan sebelumnya.

"Direksi pemasaran?" tebak Evan lagi.

"Oh, atau yang wanita itu masih single, Pak?" Evan memastikan lagi.

Pernikahan GandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang