[37] Pertemuan Keluarga

399 45 0
                                    

Tara memacu mobil sedannya dengan cukup kencang di jalanan pagi ibukota. Jalan raya di akhir pekan ini cukup lenggang dibandingkan hari-hari kerja seperti biasa, hanya ada beberapa kendaraan yang melintas.

Percakapan mendebarkan bagi Tara beberapa puluh menit sebelumnya, membuatnya tak sabar ingin segera bertemu langsung dengan gadis tinggi semampai yang dikenalnya dulu. Usulan Praya untuk bertemu langsung tentu saja disambut hembusan nafas melegakan oleh Tara. Ia putuskan untuk menemui wanita beranak tiga itu di tempat tinggalnya saat ini.

Sepanjang perjalanan Tara tak henti-hentinya memikirkan mimpi apa yang dialaminya tadi malam, sampai ia harus mendapatkan kabar yang tak pernah ia sangka-sangka. Sebuah asa yang belasan tahun lalu pernah karam dan tenggelam, pernah tertimbun dan terbuang. Dan saat ini asa itu kini hadir bagaikan biji pohon yang tunasnya mulai timbul di permukaan tanah, hanya perlu waktu untuk membuatnya tumbuh dan berbuah.

Tawa tertahan kemudian terdengar dari balik bibirnya, kembali mengingat perbincangannya dengan sang ibu. Tak lama setelah panggilannya pada Praya berakhir, dengan tak sabar ia menelepon ibunya, memberi tahu kabar baik itu.

'Mah, siap-siap. Sebentar lagi mamah akan punya menantu. Sesuai janji saya,' ujarnya pada sang ibu, disambut kalimat tertahan dari wanita separuh baya itu.

'Kamu jangan becandain mamah terus ah. Pamali,' kata sang ibu, tak percaya dengan kabar barusan yang didengarnya.

'Saya serius, Mah. Kalo perlu nanti malam akan saya bawa calon menantu mamah ke rumah,' kata Tara meyakinkan, masih dengan nada riang di suaranya.

Sang ibu tak langsung menyahut, terdiam beberapa saat berusaha untuk mencerna maksud sang anak.

'Jadi, yang Evan bilang itu benar? Kamu beneran serius sama gadis Jepang itu?' tanya sang ibu memastikan.

Namun mendengar pertanyaan ibunya, kali ini Tara kembali mengernyitkan kening, 'Gadis Jepang yang mana?'

'Loh, yang dari Jepang itu kan? Nayara atau siapa itu. Evan bilang kamu beberapa kali ngajak dia kencan, makan malam berdua. '

Mendengar nama panjang Tasha disebut, Tara mulai mengerti siapa yang dimaksud oleh ibunya, salah paham itu ternyata belum beres. Ah, dasar Evan mulut ember, makinya dalam hati. Lagi-lagi Evan salah paham.

'Bukan dia, Mah. Tasha itu teman lama saya dulu.'

'Lah mamah kira dia, padahal papah juga dukung. Katanya papah pernah rapat bareng dia juga dan ngobrol banyak tentang bisnis. Kata papah juga orangnya enak diajak ngobrol,' tanggap ibunya dengan nada sedikit kecewa. Tara hanya tertawa mendengar tanggapan sang ibu.

Kemudian sang ibu melanjutkan, 'Jadi yang ini siapa?'

'Ah, pokoknya, tunggu aja nanti malam ya. Kejutan buat mamah. Yaudah saya tutup teleponnya,' ujar Tara kemudian, tak menunggu kalimat ibunya yang menggantung. Ia tak sabar ingin segera menemui calon menantu ibunya itu.

Hanya perlu waktu 30 menit, mobil berwarna hitam yang dikendarai Tara untuk kesekian kalinya kembali menapaki jalanan komplek yang rimbun dan rindang. Tak ada yang berubah dengan jalanan yang beberapa kali dilaluinya itu, namun entah kenapa Tara merasakan sesuatu yang berbeda di luar sana. Dibukanya kaca mobilnya, untuk merasakan udara pagi yang perlahan mengalir halus, menembus ruang dalam kendaraanya. Ia perhatikan pula, sinar mentari yang pagi ini tampak lembut menelusup dari balik kaca jendela mobilnya, memberikan kehangatan lain yang sebenarnya sering ia temuinya juga. Tapi pagi ini, semua suasana itu terasa lebih berkesan dari biasanya, sampai-sampai tarikan garis di bibirnya tak ia turunkan daritadi.

Gerbang warna putih di hadapannya kini sudah terbuka, mempersilakan kendaraannya untuk menepi lebih jauh ke dalam. Dilihatnya Praya sudah menunggunya di depan pintu masuk yang terbuka ditemani anak bungsunya. Tara tak langsung keluar dari mobil hitam metaliknya, beberapa puluh detik ia menenangkan dirinya terlebih dulu di sana, berkompromi dengan degupan jantungnya yang terasa semakin kuat memacu.

Pernikahan GandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang