[8] Filosofi Filantropi

440 45 1
                                    

Dari jam 8 pagi Chandra sudah menggelar perlengkapan pancingnya di danau favoritnya itu. Sejak jaman kuliah di Bandung, danau ini memang menjadi tempat khusus baginya untuk menengkan pikiran. Tergabung dalam klub pecinta alam di kampusnya, sudah banyak tempat-tempat alami yang ia datangi. Namun lokasi ini yang menurutnya paling dekat dengan kota Bandung, tempat tinggalnya, hanya 2 jam perjalanan. Ketika menjadi mahasiswa, Chandra lebih sering berkemah di danau ini, bersama teman se-klub-nya.

Tak lama ketika Chandra sudah mendapatkan hasil pancingan pertamanya, ia melihat sosok pemancing lain yang menggelar alat-alat pancing tak jauh dari tempatnya. Diperhatikan sosok yang memakai topi warna abu-abu tua itu tampak tak asing baginya. Namun ia tak begitu yakin dengan penglihatannya, sampai ketika matahari telah meninggi, tak sengaja ia kembali melirik sosok itu yang sedang melepaskan topinya. Tara?

Chandra kemudian mendekati sosok itu yang sedang fokus kembali dengan pancingannya, ingin sekedar menyapa basa basi. Sangat jarang bisa bertemu dengan orang yang dikenal di sini, pikirnya.

"Pak Tara?" sapa Chandra.

Tara menoleh ke arah suara Chandra, setengah kaget melihat sosok Chandra.

"Eh, Pak Chandra?"

"Ternyata benar ini bapak, dari tadi saya ragu untuk menyapa," lanjut Chandra kemudian masih dengan senyum ramahnya. 

Ia kemudian mengambil posisi duduk di sebelah Tara.

"Pak Chandra sedang memancing juga?" tanya Tara basa basi.

"Iya, ini tempat favorit saya dari jaman kuliah dulu." jawab Chandra. "Saya gak sangka bapak tau tempat ini juga," lanjutnya.

"Ah, sekretaris saya yang rekomendasikan, katanya tempatnya bagus. Ini kali pertama saya ke sini," jelas Tara.

"Memang tempatnya bagus. Pak Evan punya pengamatan yang baik," tanggap Tara.

"Oh ya, sudah waktunya makan siang. Gimana kalau kita makan bareng? Kebetulan saya bawa bekal cukup banyak," tawar Chandra dengan ramah.

Tara tak langsung menyahut tawaran Chandra, ia tak biasa makan bersama orang asing. Lebih suka sendiri. Namun entah kenapa sikap ramah dan senyuman Chandra membuatnya tak enak hati jika harus menolak. Bahkan tadi saja ia tanpa sadar meladeni obrolan basa basi Chandra. Biasanya ia tak begitu mau berbasa basi.

"Ah boleh, Pak," tanggapnya kemudian, 

Kebetulan Tara memang tak membawa bekal makan berat, hanya cemilan dan roti sobek saja yang dibelinya di minimarket.

Chandra tersenyum lebih lebar mendengar ajakannya diterima dengan tangan terbuka. Tak lama ia menggelar bekal yang sudah disiapkan istrinya itu, cukup banyak untuk satu orang. Namun itu memang permintaan Chandra untuk disiapkan lebih, karena terkadang ia juga bergabung dan berbagi dengan pemancing lain untuk makan siang.

"Saya gak tau apa masakan istri saya cocok dengan bapak atau tidak," kata Chandra sambil membuka tutup kotak makanan di hadapan mereka.

Tara melihat menu ayam goreng, tempe kering, telur dadar dan lalapan serta sambal.

"Silakan, Pak," tawar Chandra sambil menyerahkan piring plastik dan sendok padanya.

Tara dengan kaku mengambil menu rumahan itu. Sudah lama ia tak mencicipi menu buatan rumah seperti ini. Ia kemudian memasukkan menu itu ke dalam mulutnya, merasakan sensasi masakan rumahan yang dulu sering dibuat oleh ibunya. 

"Bagaimana perjalanan pertama tadi ke sini?" tanya Chandra membuka obrolan.

"Ah, saya merasa seperti ada di lintasan terrain," jawab Tara jujur. Ia kembali mengingat perjalanan penuh emosi itu.

Pernikahan GandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang