[11] Kilas Balik (3)

400 44 0
                                    

Bandung, 18 tahun lalu

Praya bernafas lega, setelah berlelah-lelah dengan tugas studio yang membuat semua mahasiswa di jurusannya seperti mayat hidup, akhirnya ujian akhir semester selesai. Ia kemudian melangkahkan kakinya menuju ruang himpunan menghadiri agenda rapat hari ini. Baru saja ia hendak membuka pintu ruangan, ia dikagetkan oleh sosok laki-laki tinggi, perawakan sedang dan berkacamata yang menghampirinya tepat di pintu masuk. Chandra. Senior di jurusannya, dua tingkat lebih tua di atasnya. 

"Eh kak, ada apa?" sapa Praya dengan nada kaget.

Chandra tersenyum ramah, " Maaf membuatmu kaget, selesai rapat himpunan kamu ada agenda?" tanyanya kemudian.

Praya melirik ruang himpunan yang masih sepi. Tampak berpikir, menimbang apa ada jadwal lain setelah rapat.

"Sepertinya tak ada agenda lain, kak. Memang ada apa?' tanya Praya pada wajah hangat di hadapannya. 

Chandra yang tak sengaja bertemu pandang dengan tatapan Praya merasakan debaran di jantungnya semakin kencang. Ia tak sadar bergerak agak menjauh dari pintu ruang himpunan, diikuti oleh Praya.

"Bisa nemenin aku ke toko buku?'" tanya Chandra ragu-ragu. 

"Oh, boleh sih kak, kebetulan ada buku yang mau aku cari juga," jawab Praya sambil membalas senyum.

Chandra kemudian tersenyum lega dan mengajak Praya masuk ke ruang himpunan yang mulai ramai dipenuhi mahasiswa lain.

Praya kemudian mengambil tempat duduk di sebelah Diva, teman satu jurusan sekaligus se-kosan-nya.

"Kak Chandra kayaknya suka sama kamu Ay," bisik Diva.

Praya menyenggol Diva yang menurutnya usil itu. Dari tadi ia tahu, Diva memperhatikan gerak gerik dan obrolan Chandra dengannya.

Tak lama rapat himpunan dibuka, membahas persiapan bantuan korban bencana banjir di beberapa daerah di kota ini. Agendanya adalah membantu mendistribusikan bantuan-bantuan yang sudah digalang oleh beberapa relawan dari program dana CSR perusahaan-perusahaan.

Mereka hanya bertugas menjadi pelaksana di lapangan saja. Sebagai ketua himpunan, Chandra memang sangat peduli pada hal yang berkaitan dengan kemanusiaan. Banyak sekali agenda-agenda himpunan yang berkaitan dengan program bantuan kepada komunitas-komunitas marjinal perkotaan atau korban-korban bencana alam. Bahkan beberapa agendanya banyak didanai oleh bantuan CSR perusahaan juga. 

Chandra menutup rapat hari ini dengan senyuman hangatnya, "Terima kasih teman-teman semua untuk partisipasinya dalam agenda nanti. Jangan lupa untuk selalu jaga kesehatan."

Satu per satu anggota himpunan mulai meninggalkan ruangan. Praya berbisik ke Diva jika ia tak bisa pulang bersamanya. Diva cukup paham tanpa harus dijelaskan, sambil tersenyum jahil pada Praya, Diva berpamitan. 

"Kamu lebih suka naik apa ke toko buku?" tanya Chandra pada Praya sambil berjalan di selasar kampus.

Saat itu angin cukup kecang, daun-daun pohon pinus yang berjejer di selasar satu per satu jatuh ke tanah, meninggalkan suara gemerisik.

'Eh, terserah kak, aku gak masalah naik apapun, jalan kaki juga boleh," jawab Praya sesantai mungkin, menutupi rasa canggungnya.

Dalam hati Praya merasa kaget mendapat ajakan yang tak biasa ini. Sejauh ini mereka tak pernah berkomunikasi jika bukan untuk urusan himpunan, itu juga sangat jarang. Ia tak menyangka akan diajak ke toko buku, dan berdua?

"Ya sudah kita naik angkot saja ya," jawab Chandra.

Tak banyak yang mereka bicarakan selama perjalanan di dalam angkot. Praya merasa sangat canggung memperhatikan Chandra menjadi kaku, tak seperti sosok yang dikenalnya selama ini yang sangat menyenangkan ketika diajak berdiskusi di kegiatan himpunan atau akademik. Ia mulai khawatir apakah kecanggungan ini akan terus berlanjut ketika di toko buku.

Pernikahan GandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang