[15] Kilas Balik (5)

322 41 0
                                    

Barcelona, 13 tahun lalu

Chandra berkali-kali melihat layar kaca yang terpampang di ruang jemput bandara Barcelona El Prat, melihat nomor penerbangan pesawat yang ditumpangi Praya. Harusnya sudah mendarat 30 menit lalu, Praya sudah mengabarinya jauh-jauh hari jika pesawatnya akan tiba jam 5 sore ini. 

Pertama kali mendapat pesan elektronik dari junior di kampusnya dulu itu, Chandra dibuat terkaget sampai beberapa hari tak langsung menjawab pesan si gadis. Sudah 5 tahun sejak malam patah hati yang dialaminya tempo lalu. Ia sudah lupa tentang perasaannya yang layu sebelum berkembang. Lupa karena kesibukannya. Lupa jika ternyata ada gadis yang pernah mengisi hatinya. 

Tapi pesan singkat yang diterimanya itu kembali mengingatkannya pada perasaan yang sudah terkubur dalam, membuat perasaannya menjadi campur aduk lagi. Apa gerangan setelah sekian lama tak ada kabar saling sapa?

Dan beberapa hari kemudian, ia mencoba untuk berdamai dengan perasaan hancur yang pernah ia rasakan, membuka kembali pintu yang dulu sempat ditutup. Sedikit berharap akan tumbuh lagi asa yang dulu sempat karam. Mungkinkah ini kesempatan lagi? pikirnya saat itu, sebelum membalas pesan dari Praya.

Namun kembali, Chandra harus mengubur harapannya ketika Praya menjelaskan maksud kedatangannya ke Barcelona, mencari kekasihnya yang menghilang sejak dua tahun lalu. Chandra hanya bisa tersenyum miris membaca kisah gadis itu. Ah sepertinya memang tak ada harapan. Ia kemudian mengesampingkan perasaan pribadinya, menawarkan bantuan pada gadis yang pernah membuat hatinya terbelah itu.

Tak lama pandangan Chandra teralihkan oleh kedatangan satu per satu penumpang yang keluar dari pintu pemeriksaan imigrasi bandara. Chandra merangsek di kerumunan para penjemput lainnya, melihat lebih dekat ke batas tunggu. Dicarinya sosok gadis yang mungkin masih ia kenal. 

Tatapannya kemudian menangkap sosok gadis tinggi semampai, dengan rambut digulung di atas kepalanya, memakai kaos oblong warna putih dan celana denim warna abu-abu. Ia melambaikan tangan pada Praya dengan senyuman ramah yang selalu melekat di bibirnya.

Praya merasakan nafasnya kembali lega, dilihatnya Chandra sedang menunggunya di antara kerumunan para penjemput di bandara. Dengan buru-buru ia mendekati sosok itu.

"Makasih Kak, udah jemput," kata Praya, disambut senyuman ramah oleh Chandra.

Chandra kemudian mengambil alih membawakan koper Praya, "Mau makan dulu? Ada tempat makan enak gak jauh dari sini," tawar Chandra.

Praya mengangguk bersemangat, ia memang sudah lapar.

***

"Beneran gak apa-apa aku tinggal di flat Kakak? Aku gak enak ngerepotin banget," kata Praya membuka obrolan sambil menunggu pesanan mereka dihidangkan.

"Gak apa-apa. Emang lagi pas banget temen aku yang di unit sebelah lagi ada trip ke Vietnam, baru berangkat kemarin lusa. Jadi bisa aku tempati sementara," jelas Chandra.

Tak lama pesanan mereka datang, dua piring tortila. Seperti omelet, telur dadar, pikir Praya. Seperti dapat membaca isi pikiran Praya, Chandra menjelaskan menu di hadapan mereka.

"Ini omelet kaya di indonesia, tapi yang beda isinya ada paprika dan bawang bombay. Lalu ada kentang yang dipotong dadu dan digoreng dulu sebelum ditambahkan ke campuran telur."

Praya mengangguk mendengar penjelasan Chandra dan mulai menikmati menu di piringnya.

"Enak, Kak," komentar Praya kemudian membuat Chandra tersenyum, "Kak Chandra kayaknya pinter masak juga ya? Bisa tahu komposisinya."

"Aku biasa hidup nomaden Ay, jadi harus bisa ngurus diri dan makanan sendiri," jawab Chandra diselingi tawa.

"Jadi Kak Chandra selama ini kemana aja? Aku udah lama gak denger kabar nih, sejak Kakak ke Ausie. Kaya ditelan bumi aja."

Pernikahan GandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang