[24] Galian Harapan

403 43 0
                                    

Tara menatap hampa bangunan hotel yang pernah ditempatinya beberapa hari lalu, kini teronggok sebagai puing-puing di beberapa bagian bangunan utamanya. Walaupun tak seluruhnya roboh, tapi tiang-tiang penyangga bangunan terlihat bergelimpangan tak tentu bentuknya. Dilihatnya tim evakuasi bencana baik dari pemerintah maupun relawan masyarakat,  berlalu lalang mengangkut para korban yang terluka maupun tubuh-tubuh tak bernyawa. Sebagian lain berusaha mengangkat reruntuhan bangunan di hadapannya, barangkali ada korban terperangkap di antara itu.

Sementara Praya hanya bisa diam membatu, melihat reruntuhan bangunan di hadapannya yang ia tahu, di sanalah suaminya mengistirahatkan tubuhnya di malam bencana. Ia merasakan udara dingin mengalir dalam darahnya, membuat persendian kakinya serasa lemas. Tanpa sadar tubuhnya oleng sejenak.

"Bu.." sergah Rosa, yang berdiri di samping Praya. Dengan sigap ia berhasil menahan tubuh Praya yang tak stabil.

"Aku gak apa-apa, Ros," kata Praya kemudian, berusaha menguatkan kembali sendi-sendi kakinya.

Tara yang berdiri tak jauh dari Praya dan Rosa, melihat tubuh Praya yang oleng, langsung mendekatinya.

"Ros, tolong bawakan air minum untuk Bu Praya," pinta Tara kemudian.

Tanpa diminta dua kali, Rosa langsung berlari ke arah mobil tim mereka yang diparkir tak jauh dari lokasi itu.

Tara kemudian mengajak Praya mencari tempat untuk duduk. Dilihatnya batang pohon kelapa yang tumbang tak jauh dari tempat mereka. Ia memutuskan untuk menunggu di sana. Tak lama kemudian, Rosa datang membawa botol air minum.

Matahari sudah hampir di atas kepala, ketika Tara melihat Ardian setengah berlari dengan wajah panik mendatanginya.

"Pak, tim kita sudah ditemukan," kata Ardian setengah terengah. Peluh membanjiri tubuhnya.

"Gimana keadaan mereka?"

Tara hanya bisa mematung, mendengar Ardian dengan wajah setengah memerah menahan sesak di dadanya, menceritakan kondisi rekannya. Satu orang luka berat dan langsung dibawa ke rumah sakit terdekat. Sementara satu orang lainnya terbujur kaku tanpa nyawa.

Praya yang tak sengaja mendengar kabar itu dirasakan lagi sendi-sendi tubuhnya kembali dingin. Namun ia masih bisa menahan berat tubuhnya dengan stabil.

"Gimana dengan tim lain?" tanya Tara lagi.

"Dua orang tak dapat diselamatkan. Satu orang luka cukup berat dan sudah dilarikan ke rumah sakit. Sementara sisanya masih belum ditemukan."

Mendengar penuturan Ardian, Praya bergeming, "Siapa saja?"

"Saya tak tahu namanya, Bu. Akan saya pastikan lagi," kata Ardian, tak lama ia pamit dan bergegas kembali lagi mendekat ke reruntuhan bangunan.

Tanpa sadar Praya melangkahkan kakinya hendak menyusul Ardian namun dengan cepat Tara menahan langkah Praya, menarik lengannya, "Kamu mau ke mana Ay?"

"Aku mau memastikan. Barangkali itu Mas Chandra."

"Enggak Ay. Kamu di sini aja. Bahaya."

"Tapi__"

"Aya!" Tanpa sadar Tara menaikkan suaranya pada wanita yang terlihat lemah itu. 

Sementara Praya langsung tak bersuara mendengar suara Tara yang dirasanya seperti bentakan. Ia mengurungkan langkahnya untuk mendekati reruntuhan, tak lama dirasakannya panas menyerang wajahnya. Bibirnya kembali bergetar.

Tara menyadari kesalahannya, ia menatap wajah wanita yang pucat itu, "Ay, maaf. Aku gak bermaksud membentak. Di sana bahaya. Biar tim kita saja yang mencari," bujuk Tara, disambut anggukan lemah oleh Praya.

Pernikahan GandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang