Evan memarkir mobil sedan warna silver metaliknya di parkir bandara Soekarno Hatta Jakarta. Ia kemudian membuka pintu mobilnya dan keluar dari kotak besi itu, diikuti oleh Tara yang sejak tadi menemaninya di sebelah bangku setir. Dengan sigap Evan mengeluarkan koper warna abu tua berukuran 22 inci dari bagasi mobilnya.
"Pak Chandra sudah menunggu di lobi bandara, barusan dia mengabari saya," ujar Evan pada Tara.
Perjalanan hari ini hanya ada Tara dan Chandra, tim lapangan dari pihak Tara maupun Chandra sudah berangkat lebih dulu untuk mempersiapkan banyak hal di lokasi.
Dengan langkah santai keduanya masuk ke lobi bandara yang disambut dengan hembusan udara dingin dari pendingin udara di ruangan itu. Tak perlu waktu lama untuk menemukan konter check-in maskapai pesawat yang akan membawa mereka ke lokasi proyek.
Evan mengedarkan pandangannya mencari sosok Chandra. Didapatinya sosok berkacamata itu tengah terduduk di salah satu bangku tunggu lobi, tak jauh dari konter check-in. Mereka kemudian mendekati sosok itu dan berbasa-basi mengucapkan salam.
"Mohon maaf Pak, saya gak bisa ikut ke lapangan," ujar Evan.
"Gak apa-apa Pak, kehadiran Pak Tara sudah suatu kehormatan buat kami," tanggap Tara.
"Yaudah Pak, saya pamit duluan kalau begitu. Saya titip Pak Tara ya."
Tak lama Evan berpamitan, menyisakan Chandra dan Tara yang kemudian masuk ke antrian konter check-in maskapai pesawat yang akan mereka tumpangi. Setelah melewati serangkaian prosedur pemeriksaan di bandara, akhirnya Chandra dan Tara dapat duduk dengan nyaman di kursi penumpang.
"Sayang sekali Pak Evan tak bisa ikut, padahal perjalanan nanti akan sangat menyenangkan" Chandra membuka obrolan.
"Ah, Evan itu lebih sibuk dari saya. Bahkan mungkin orang mengira dialah direktur di kantor kami," tanggap Tara dengan canda, membuat Chandra tertawa.
"Ternyata Pak Tara bisa bercanda juga," komentar Chandra kemudian.
Dikomentari seperti itu Tara hanya bisa tersenyum lebar. Sejak pertemuan di danau tempo lalu dan obrolan di sepanjang perjalanan mengantarkan Chandra ke rumahnya, Tara merasakan kenyamanan berkomunikasi dengan Chandra. Ia jadi bisa lebih leluasa bercanda atau mengobrol basa basi.
"Di lokasi nanti kita akan sekamar, saya harap Pak Tara bisa merasa nyaman," ujar Chandra lagi.
"Evan sudah mengabari saya. Justru saya senang jadi bisa mengobrol lebih banyak hal dengan Mas Chandra."
Mendengar Tara memanggilnya dengan sebutan 'Mas' membuat Chandra tersenyum simpul.
Tara menyadari ada yang tak beres dengan kalimatnya, ia kembali berujar, "Ah, apa saya boleh memanggil 'Mas'?"
Chandra menyambut pertanyaan itu dengan senyuman lebarnya, "Tentu saja. Itu terdengar lebih akrab."
"Oya Mas, tolong jangan panggil saya 'Bapak' di luar kantor." usul Tara disambut anggukan ramah oleh Chandra.
Perlu waktu kurang dari 3 jam menaiki burung besi raksasa menuju lokasi proyek itu. Selama perjalanan di pesawat banyak yang Chandra dan Tara perbincangkan tentang rencana teknis proyek yayasannya kali ini. Berbekal tablet layar sentuh di tangannya, berkali-kali Chandra mencoret-coret gambar rancangan teknis di layar itu. Terkadang Tara ikut mencoret-coret beberapa bagian, memberikan masukan detail di gambar tersebut.
Setelah menempuh perjalanan 2 jam 45 menit, akhirnya pesawat mendarat dengan mulus di pangkalannya. Penumpang pesawat tersebut mulai bersiap-siap menurunkan barang-barang mereka dari kabin, dan dengan tertib meninggalkan perut burung besi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Ganda
RomanceTAMAT Berlanjut ke Season 2 *** Nawasena Tara, usia 37 tahun dan pecinta warna abu. Pria berwajah tampan maskulin dengan tubuh atletis dan karir serta latar belakang keluarga cemerlang itu, masih memilih hidup dalam kesendiriannya. 13 tahun lalu, se...