[34] Pertimbangan Kembali (2)

317 42 0
                                    

"Kenapa gak diantar supir, Ay?" tanya Tara membuka percakapan, tak lama setelah Praya melilitkan sabuk pengaman ke tubuhnya.

"Mang Asep lagi nganter ibu ke Bogor, Wa. Katanya udah lama gak ketemu besan. Adya juga dibawa."

Praya kemudian melanjutkan, "Beneran gak apa-apa kamu nganterin aku? Kali aja kamu ada agenda lain."

"Gak ada agenda lain, Ay. Makanya aku pulang lebih cepat," jawab Tara yang mulai perlahan menekan pedal gas di kakinya. 

Praya hanya ber-oh saja menanggapi jawaban Tara, sambil memikirkan topik obrolan apa lagi yang bisa membunuh waktu mereka selama di perjalanan nanti. Begitu pula dengan Tara yang hanya bisa berfokus pada jalan raya di hadapannya, mengendalikan kemudi sedannya.

Cukup lama keduanya hanya menatap lalu lalang kendaraan di sekitar jalan yang mereka lalui. Selain urusan pekerjaan memang tak ada topik lain yang dapat Praya maupun Tara obrolkan. Merasa tak nyaman jika harus membahas masalah pribadi masing-masing. Apalagi suasana canggung di malam terakhir mereka membicarakan urusan pribadi, kembali menghampiri mereka saat ini. Namun untuk menepis  suasana canggung itu datang lagi, sebuah topik obrolan muncul dalam benak Tara.

"Oya Ay, tentang produk komponen bangunan, kita harus menjadwalkan rapat dengan Tasha. Ada beberapa hal teknis yang harus dilakukan supaya produk itu dapat dipakai di kawasan rendah karbon," ujar Tara membuka percakapan. Lagi-lagi masalah pekerjaan.

"Ah, memangnya ada spesifikasi lain yang dibutuhkan untuk pengembanganya di kawasan rendah karbon?" Praya menanggapi, setelah sebelumnya bernafas lega akhirnya ada topik yang bisa mereka obrolkan.

Topik obrolan itu terus berlanjut, Tara menjelaskan isi laporan dari sekretarisnya yang baru ia  terima sebelumnya.

"Apa itu akan memberikan nilai lebih juga pada pengembangan rekonstruksi di kawasan bencana?" tanya Praya.

"Secara sosial tidak langsung berdampak. Tapi klaim material bangunan yang ramah lingkungan itu dapat memberikan nilai lebih baik dari segi ekonomi maupun prestige perusahaan," tanggap Tara.

"Itu artinya nilai unit yang dijual bisa lebih mahal?" tanya Praya lagi.

Masih dengan pandangan fokus pada jalanan di depannya, Tara menanggapi pertanyaan Praya, "Bisa lebih mahal atau sebaliknya, bisa lebih murah. Jika regulasi tentang subsidi bangunan ramah lingkungan dicanangkan, akan ada reduksi pajak bagi penyedia material maupun pemilik bangunan tersebut. Tapi tentunya untuk mencapai itu perlu waktu, jadi untuk initial cost pastinya akan lebih mahal."

Praya mengangguk-angguk tampak paham, "Aku akan mengabari Tasha tentang obrolan kita dan menjadwal pertemuan selanjutnya, sebelum dia berangkat lagi ke Jepang."

"Iya, tolong kabari dia. Aku juga harus membujuk Angga. Dia yang lebih paham tentang assessment kawasan rendah karbon."

"Membujuk? Apa mereka belum terbiasa satu sama lain?" tanya Praya penasaran.

Tara mengerjapkan matanya merasa telah keceplosan. Ia tak mungkin bercerita pada Praya tentang hubungannya dengan sahabatnya itu, yang sedang menegang akhir-akhir ini, versi Angga tentunya.

Tara tak langsung menyahut, ia terdiam beberapa detik memikirkan jawaban yang dapat Praya pahami, " Ah, kamu tau sendiri kan, mereka berdua sama-sama keras kepala. Perlu waktu untuk membuat keduanya damai."

Praya kembali menanggapi, "Ah, padahal kurasa mereka sudah menjalani kehidupan masing-masing dengan lebih baik."

"Itu menurutmu, Ay. Tapi kupikir nyatanya tak seperti itu," komentar Tara selanjutnya.

Praya hanya mengangguk-angguk, namun bukan tanda ia paham. Tapi memikirkan hal lain yang kembali mengingatkannya pada masa lalu.

"Apa kamu berencana untuk menyatukan mereka kembali, Wa?" selidik Praya sambil menoleh ke arah lelaki itu.

Pernikahan GandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang