Sepanjang waktu pada keesokan harinya, Chandra hanya merenung di kamar. Memikirkan ulang dan mempertimbangkan berkali-kali keputusan hidup yang dari tadi malam mengganggu pikirannya. Sampai siang itu, seseorang mengetuk pintu unit yang ditempatinya. Ia beranjak dari meja belajar dan membuka pintu. Didapatinya Praya tersenyum cerah seperti biasanya.
"Kak, maaf aku mau tanya. Apa tiketku sudah dijadwal ulang?" tanya Praya.
Chandra tampak berpikir, tak langsung menjawab pertanyaan itu. Ia memang belum memenuhi permintaan Praya.
"Oh ya, Ay. Aku ingin bicara cukup serius denganmu. Ayo kita ngobrol di unitku saja," ajak Chandra kemudian disambut ekspresi heran oleh Praya.
Praya sempat berpikir jika mungkin ada yang tak beres dengan jadwal ulang penerbangannya. Ia tanpa banyak bertanya membuntuti sosok seniornya itu masuk ke unit sebelah. Dilihatnya Chandra duduk di sofa ruang itu, ia mengikutinya, duduk di sebelahnya.
Praya merasakan sosok yang selalu tersenyum ramah itu, kini tiba-tiba menjadi lebih kaku. Entah kenapa ia seperti pernah merasakan aura canggung dari sosok itu . Kecanggungan yang sama ketika Chandra pernah mengajaknya ke toko buku ketika kuliah dulu. Ia kemudian menyadari sesuatu, berusaha menepis pikiran tak masuk akal yang beberapa detik ini menghinggapi kepalanya.
Praya dengan ragu menatap sosok kaku yang duduk di sebelahnya saat ini, dilihatnya Chandra menarik nafas perlahan dan mulai membuka suara.
"Aya, untuk saat ini aku ingin bersikap egois. Bukan aku tak paham kondisimu, tapi aku tak ingin kehilangan kesempatan untuk kedua kalinya." Chandra memotong kalimatnya, menarik nafas lagi, "Apakah kamu bisa mempertimbangkan perasaanku?" lanjutnya.
Praya terkesiap mendengar kalimat yang ia anggap mustahil akan keluar dari sosok itu. Ia merasakan kebekuan menghampiri tubuhnya. Masih tak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Aku pernah memiliki perasaan ini padamu dulu, dan aku juga pernah kehilangan kesempatan mengatakannya. Dan saat ini, aku tak ingin kehilangan kesempatan itu lagi. Jika kamu bersedia, apakah aku bisa mengisi lembaran hidup barumu?" lanjut Chandra.
Praya kemudian tersadar dari kekagetannya, "Kak, aku__"
"Tunggu, Ay__." potong Chandra, "Pikirkan baik-baik permintaanku. Aku tak terburu-buru menunggu jawabanmu. Kamu boleh memikirkannya selama beberapa waktu yang kamu inginkan. Aku ingin jawaban yang matang darimu."
Praya mengatupkan kembali bibirnya yang baru saja ingin mengatakan sesuatu. Tapi mendengar Chandra serius dengan permintaannya, membuatnya kembali berpikir ulang untuk memberikan jawaban atas permintaan Chandra. Akhirnya ia hanya bisa tersenyum kaku sebagai balasan permintaan Chandra.
Tak lama Chandra beranjak dari tempat duduknya, masih dengan senyuman canggung ia berpamitan kembali ke unit sebelah, meninggalkan Praya di ruangan itu dalam kebisuan.
Kembali Praya selama berjam-jam menatap ke luar jendela di kamar yang ia tempati. Suasana kota di luar jendela itu, telah diliputi warna hitam dari tiga jam lalu, menyisakan cahaya buatan dari lampu-lampu jalan dan kendaraan yang berlalu lalang. Semua kejadian yang menimpanya saat ini benar-benar terlalu mendadak. Setelah jalan perpisahan yang menyakitkan, kini ia dihadapkan pada jalan lain yang ia tak tahu akan seperti apa.
Praya berusaha untuk mengingat lagi sosok Chandra yang ia kenal selama ini. Memang tak ada yang berubah dari sosok itu, masih Chandra yang ia kenal dulu. Pun dengan perasannya pada seniornya itu, masih sama seperti perasaannya dulu. Hanya perasaan kagum yang tak lebih dari seperti ia menaruh perhatian pada idolanya di layar kaca. Tak lebih.
Hembusan nafas berat, keluar lagi dari indera penciuman Praya. Ia lebih tak menyangka jika sudah sejak lama sosok hangat itu menaruh perasaan padanya. Kembali ia mengingat kebaikan dan perhatian-perhatian seniornya itu dulu, namun bagi Praya saat itu semua yang dilakukan Chandra tak lebih dari karena sosok itu memang baik ke semua orang. Sosok penolong dan hangat, jadi ia tak berpikir terlalu jauh dengan sikapnya selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Ganda
RomanceTAMAT Berlanjut ke Season 2 *** Nawasena Tara, usia 37 tahun dan pecinta warna abu. Pria berwajah tampan maskulin dengan tubuh atletis dan karir serta latar belakang keluarga cemerlang itu, masih memilih hidup dalam kesendiriannya. 13 tahun lalu, se...