[40] Obrolan Bantal

1.8K 76 0
                                    

Unit kondominium seluas 200 meter persegi yang didominasi warna abu cerah dan warna monokrom lainnya, awalnya hanya terdapat satu kamar tidur utama dan satu ruang tengah yang luas yang menyatu dengan dapur serta ruang kerja. Namun saat ini interior unit itu sudah direnovasi dengan menambahkan dua ruang lain sebagai kamar tidur dan ruang kerja.

Selama satu bulan lalu, selain mempersiapkan pesta pernikahan, Tara merenovasi unit kondominiumnya agar bisa ditinggali dengan leluasa oleh istri dan anak-anaknya. Awalnya ia mengusulkan untuk mencari tempat tinggal baru yang lebih nyaman, namun Praya menolak, beralasan terlalu boros dan memilih untuk merombak unit kondominium ini, memanfaatkan yang sudah ada.

"Ay, foto pernikahan kita mau dipajang dimana?" seru Tara pada Praya yang sedang membongkar-bongkar kardus barang-barang pindahan miliknya.

"Di pajang di kamar kita aja, Wa. Kalau yang foto keluarga panjang di ruang tengah," usul Praya, masih dengan kegiatannya saat ini yang mulai menata baju-baju milik anak-anaknya di kamar baru itu.

Dari pagi kedua pengantin baru itu sudah mulai sibuk membereskan barang-barang di unit Tara dan menambah kembali peralatan di dapur yang masih minim itu. Praya sempat tertegun melihat tak ada peralatan masak memadai di dapur milik Tara, hanya microwave, wajan dan panci untuk merebus air serta sendok piring yang terbatas jumlahnya.

"Selama ini kamu makan dengan cara apa?" tanya Praya sebelumnya.

"Maksudmu? Makan ya pake tangan dan mulut lah, Ay," jawab Tara santai.

"Kamu gak pernah masak?"

"Aku gak bisa masak. Lagipula sekarang jamannya delivery order," jawab Tara lagi disambut hembusan nafas singkat oleh Praya.

"Pantas saja kita sering ketemu di resto burger," tanggap Praya dengan canda disambut tawa lirih oleh suaminya.

Kegiatan membereskan dan membersihkan itu terus berlangsung sampai matahari tinggal tiga seperempat di cakrawala. Tara kemudian menyandarkan dirinya ke sofa di ruang tengah, kelelahan. Dilihatnya sang istri saat ini berada di dapur, tengah serius mempersiapkan bahan-bahan masakan untuk makan malam. Ia memperhatikan wajah Praya yang sedang memotong-motong sayuran itu dengan senyuman yang tak ia lepaskan daritadi.

Kemudian benak Tara kembali memikirkan perubahan hidup yang baru dilaluinya dua hari lalu. Masih setengah tak percaya dengan hari yang saat ini dilaluinya. Ada seorang wanita yang sedang memasakkan makanan untuknya dan ada anak-anak yang akan menantikannya. Ia ingat kembali janji iseng pada ibunya dulu, 'Saya akan cari sepaket, menantu sekaligus cucu buat Mamah'. Kembali Tara tertawa tertahan, tak pernah menyangka ucapannya benar-benar menjadi nyata.

Tak sengaja berkelabat sosok anak-anak dalam pikirannya, Tara kemudian mengingat sesuatu, "Ay, anak-anak mau dijemput jam berapa? Ini udah sore," seru Tara lagi pada istrinya.

Praya bergeming, menghentikan kegiatan memotong-motongnya, "Oiya, aku lupa bilang. Eyangnya bilang anak-anak akan nginep di sana, Wa. Pengen kangen-kangenan dulu sebelum lusa berangkat ke Ausie."

"Adya gak apa-apa juga nginep di sana?" tanggap Tara lagi, entah kenapa anak bungsu Praya itu selalu membuat Tara lebih perhatian. Mungkin karena Adya masih balita.

"Gak masalah, udah biasa ko sama eyangnya tidur bareng," jawab Praya.

Tara hanya mengangguk-angguk, dilihatnya sang istri kini kembali fokus pada bahan-bahan masakan di tangannya. Tak lama ia beranjak dari sofa ruang tengah itu, mendekati Praya. Sebuah rangkulan halus dari belakang punggung Praya, kemudian melingkari pinggang wanita beranak tiga itu.

Sesaat Praya mematung, merasakan hembusan nafas di dekat telinganya yang membuat tubuhnya kembali berdesir. Ia juga dapat mendengar suara degupan jantung di belakang punggungnya itu.

Pernikahan GandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang