[3] Kisah Keluarga

924 78 0
                                    

Chandra sumringah mendapati si sulung dan si tengah, buah hatinya dengan riang menyambut kedatangannya. Didapatinya pula, sang istri sambil menggendong si bungsu, menyambutnya dengan senyuman riang yang selalu merekah di wajah manisnya.

"Gimana presentasinya lancar, mas?" tanya sang istri, sambil mencium bahu lengan Chandra.

"Sangat lancar. Tinggal tandatangan surat kerjasama___"

Namun belum sempat Chandra melanjutkan obrolan dengan istrinya, si bungsu yang baru akan berusia 2 tahun merengek ingin digendong olehnya.

"Ah, ini daritadi kangen sama ayahnya nih, rewel terus," kata sang istri, menyerahkan si bungsu pada Chandra.

"Ayah..ayah.. Besok eyang mau ngajak beli pesawat remote kontrol yang besar itu, Yah," Si sulung yang berusia 8 tahun tak kalah minta perhatian dari Chandra.

"Wah. Nanti kita terbangin bareng yuk," seru Chandra menanggapi celoteh anak sulungnya. Si sulung kemudian berlari-lari sambil menirukan liukan dan bunyi pesawat diikuti oleh si tengah yang baru berusia 5 tahun.

"Daritadi itu Arka sama Arya gak sabar nagih terus ke eyangnya," komentar sang istri membuat Chandra tertawa. "Ayo, ayah ibu udah nunggu makan malam," ajaknya kemudian.

Chandra dan keluarga kecilnya saat ini sedang menemani liburan sekolah si sulung di kota kelahirannya di Jakarta, sekaligus rumah kedua orang tuanya. Kebetulan juga kantor utama yayasannya memang ada di Jakarta. 

Dua tahun setelah menikah ia mendirikan yayasan filantropi yang awalnya disubsidi oleh sang ayah. Namun sudah 8 tahun Chandra memilih mengembangkan yayasannya menjadi lebih mandiri dengan menampung banyak donasi dari perusahaan lain. Selama 8 tahun itu juga ia memutuskan untuk tinggal di Bandung, menjauhi kehidupan hiruk pikuk ibukota, membuka cabang baru di kota itu. Kantor utama yayasannya di Jakarta saat ini dikelola oleh orang kepercayaannya.

"Gimana rapatnya lancar?" tanya sang ayah, lelaki usia 75 tahun yang saat ini sedang menikmati kopi favoritnya di meja makan.

"Ya, alhamdulillah lancar, Yah. Mereka sangat tertarik dengan konsep rekonstruksi kali ini."

"Baguslah. Cipta Raya Land memang fokus di pengembangan bisnis properti. Pasti mereka tertarik berdonasi sesuai bidang mereka. Ya, tapi tangan ayah masih terbuka jika kamu butuh bantuan," ujar sang Ayah kembali meyakinkan Chandra.

Chandra hanya tertawa menyambut tawaran ayahnya lagi.

"Berdonasi ke yayasan lain yang masih butuh dikembangkan saja, Yah. Untuk yayasan kami, saat ini sudah lebih dari cukup," tolak Chandra dengan halus.

"Ah, kamu gak berubah. Dari dulu selalu menolak privilege yang dikasih sama Ayah." Kali ini sang ibu ikut berkomentar. Chandra tersenyum lebar menanggapi sang ibu yang usianya hampir tiga perempat abad itu.

"Kalau Mas Chandra nerima semua privilege dari ayah, mungkin sekarang gak akan seperti saat ini, Bu. Bisa aja jadi anak manja yang doyan hambur-hamburin uang." Sang istri membela Chandra sambil bercanda.

"Ah, ini istri kamu juga sama aja," komentar sang ibu kembali pura-pura kesal. 

Sang ibu tahu jika anak dan menantunya itu memang lebih suka berbagi daripada menerima. Sesuatu yang memang sering diajarkan olehnya dan sang suami pada anak-anaknya selama ini. Dan ajarannya membuahkan hasil manis. Ketiga anaknya hidup mandiri tanpa mau menerima privilege dari mereka yang hidup jauh dari berkecukupan. Dua anaknya bahkan saat ini berada di negara lain. Hanya anak bungsunya, Chandra, yang masih setia menunggui mereka.

"Oya, ayah tahun ini akan mundur dari direksi perusahaan. Sudah saatnya pensiun. Biarkan yang muda yang memimpin." ujar sang ayah kemudian, disambut anggukan oleh sang ibu.

Pernikahan GandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang