Ruangan rapat di lantai paling atas gedung Cipta Raya Land saat ini sudah dipenuhi oleh jajaran pemimpin di perusahaan properti tersebut. Direktur utama perusahaan yang tak lain adalah ayah Tara menempati kursi paling ujung di meja persegi panjang berwarna colelat tua yang dilapis mengkilat. Meja itu dikelilingi oleh sosok pimpinan lain yang menjabat sebagai wakil direktur utama dan direktur-direktur lain di perusahaan itu. Tak lupa para sekretaris yang mendampingi para pimpinan ikut andil dalam rapat tersebut.
Tara dengan langkah santai memasuki ruangan rapat yang didominasi warna putih itu. Rapat direksi yang diselenggarakan setiap satu bulan sekali menjadi agenda resminya. Walaupun terkadang ia mewakilkannya kepada Evan. Dilihatnya sahabat kecilnya yang sudah hadir lebih dulu, menggeser kursi disebelahnya. Tara kemudian duduk di kursi sebelah Angga itu.
"Sepertinya semua pimpinan sudah hadir, kita akan mulai rapat direksi bulan ini," buka sang direktur utama.
Rapat direksi bulanan itu seperti biasa akan membahas mengenai program dan kemajuan kerja masing-masing divisi di perusahaan itu. Setiap pimpinan divisi akan memaparkan kemajuan program mereka. Tak terkecuali Tara sebagai direktur CSR perusahaan itu.
"Mohon maaf Pak Tara. Saya mendengar kabar penurunan kinerja dari Yayasan Sagara akhir-akhir ini. Beberapa donatur tetap mulai perlahan beralih menjadi donatur tidak tetap. Apakah kita akan tetap melanjutkan pendanaan untuk yayasan ini?" tanya seorang lelaki separuh baya yang menjadi direktur keuangan di perusahaan itu.
Tara tak langsung menjawab, ia memang sudah tahu mengenai kabar tersebut dari Evan dan sudah memprediksi pertanyaan itu akan ditujukan padanya di rapat direksi. Walaupun pendanaan itu bersifat amal, tetap saja perusahaan punya tanggung jawab untuk memantau aliran dana yang keluar agar tidak terbuang percuma.
"Akan kami pantau dan putuskan sampai beberapa bulan ke depan mengenai hal tersebut," jawab Tara diplomatis, ia tak ingin berkata terlalu banyak, disambut anggukan paham oleh direktur keuangan.
Tak lama Angga mengambil alih memaparkan kemajuan direksinya dalam rencana pemasaran kawasan rendah karbon yang ia pegang saat ini. Ia memaparkan bahwa teknologi solar panel yang dikembangkan oleh perusahaan joint venture-nya Rakata Daya Group merupakan teknologi terbaru yang lebih canggih dari solar panel sebelumnya. Kawasan rendah karbon ini nanti akan menjadi pionir penggunan teknologi tersebut.
Tara mendengarkan penjelasan rekan kerja sekaligus sahabat kecilnya itu dengan bersemangat. Ia merasa sudah tepat berpindah dari bidang pemasaran ke bidang CSR, Tara tak mempunyai kemampuan berpikir dinamis apalagi manipulatif seperti Angga.
Setelah kurang lebih 2 jam rapat direksi diruang itu ditutup. Satu per satu para pimpinan yang hadir keluar dari ruangan.
***
"Apa yang menjadi masalah yayasan Sagara, Wa?" tanya Angga memulai obrolan makan siang di kantin kantornya. Seperti biasa dia akan mengajak Tara makan siang setiap selesai rapat direksi.
Tara mengehembuskan nafas singkat, "Sebenarnya aku sudah menduga ini akan terjadi, Ga. Yayasan Sagara itu selama ini hanya mengandalkan sosok pimpinannya sebagai penopang yayasan. Para donatur sejauh ini mau berkomitmen sebagai penyumbang tetap karena melihat profil Chandra dan tentunya latar belakangnya, terutama nama besar ayahnya."
"Kepergian Chandra tentu saja menimbulkan keraguan dari pada donatur apakah dana mereka tersalur dengan baik atau tidak," lanjut Tara, setelahnya ia memasukkan sesendok nasi ke mulutnya.
"Ah, aku paham. Tentunya tak ada makan siang gratis. Bagi perusahaan, beramal tetap harus pilih-pilih, karena kaitannya nanti dengan inspeksi pajak," tanggap Angga.
Tara menyambut tanggapan Anga dengan anggukan, "Ya, bidang CSR ini memang bisa mereduksi pajak perusahaan, tapi tentunya aliran dana tetap akan dipantau. Tak bisa sembarangan."
Hening kemudian, mereka kembali menikmati menu masing-masing.
"Oh ya, Ga. Menurutmu, seberapa jauh orang bisa berenang di lautan dengan memakai pelampung?"
Pertanyaan Tara disambut kernyitan kening oleh sahabatnya, "Kenapa kamu tiba-tiba tanya itu?"
"Aku hanya penasaran. Ketika ikut di tim evakuasi itu, aku melihat kapal nelayan di sana dilengkapi dengan jaket pelampung. Ketika kutanya pada nelayan yang tak melaut malam itu, katanya yayasan Sagara menyumbang alat keselamatan untuk seluruh nelayan di lokasi itu," jelas Tara.
Angga terdiam beberapa saat, menatap wajah Tara yang tampak serius dengan kalimatnya tadi.
"Maksudmu, apa mungkin Chandra waktu itu memakai jaket pelampung dan dia berenang di lautan lepas dan masih hidup sehingga jasadnya tak ditemukan?"
Tara hanya terdiam, tak menyahut kebenaran sahabat kecilnya itu yang selalu bisa menebak isi pikirannya. Dilihatnya kemudian Angga tertawa.
"Wa, itulah kenapa aku sering menyuruhmu untuk berhenti membaca novel-novel klasik fiksi. Apalagi tentang kisah-kisah petualangan."
Angga kemudian melanjutkan ocehannya itu, "Terbukti kan sekarang. Sebaiknya kamu beralih profesi menjadi seorang novelis," lanjutnya diakhiri tawa.
Lagi-lagi Tara harus menerima ocehan menyebalkan dari sahabatnya itu. Lihat saja akan kubalas suatu saat nanti, gerutunya dalam hati.
***
Beberapa hari setelah perbincangan dua sahabat itu, gumpalan awan hitam menghiasi langit ibukota. Namun gumpalan di langit itu tak lantas beranjak mengeluarkan butiran air yang tertahan di kantungnya.
Gumpalan air lain malah tumpah di salah satu rumah bergaya kolonial di tengah pusat kota Jakarta. Karangan bunga bela sungkawa kembali menjadi penghias di sepanjang jalan yang rindang dan rimbun. Kembali rumah itu dipenuhi orang-orang yang lebih banyak lagi dibandingkan beberapa bulan lalu. Warna-warna hitam mendominasi pakaian dalam kumpulan tersebut, sehitam awan di langit dan wajah-wajah duka di rumah itu.
Tara kembali tertegun, tak lama ia menginjakkan kaki ke rumah itu beberapa hari lalu. Saat ini ia kembali ke sana berkumpul bersama orang-orang untuk melaksanakan solat jenazah atas berpulangnya sang tetua rumah itu.
Tadi malam berita duka itu datang lagi, mantan direktur utama Rakata Daya Group meninggal dalam damai di kamarnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Ganda
RomanceTAMAT Berlanjut ke Season 2 *** Nawasena Tara, usia 37 tahun dan pecinta warna abu. Pria berwajah tampan maskulin dengan tubuh atletis dan karir serta latar belakang keluarga cemerlang itu, masih memilih hidup dalam kesendiriannya. 13 tahun lalu, se...