Tara mengendalikan kemudi kendaraannya di jalanan ibukota yang mulai padat sore itu. Entah kenapa ia merasa gelisah mendengar kabar kondisi Praya dari sekretarisnya beberapa menit sebelumnya.
"Bu Praya kabarnya dirawat di rumah sakit sudah tiga hari ini, Pak. Jadi untuk meeting besok hanya Pak Dipta yang akan hadir," ujar Evan.
Dengan tergesa Tara langsung menyuruh Evan menanyakan lokasi rumah sakit tempat wanita itu dirawat. Ia langsung meluncur tanpa basa basi lagi dengan Evan, meninggalkan Evan yang tampak keheranan di ruangannya.
Tara berkali-kali menggerutu dalam hati terjebak dalam kemacetan ibukota. Di tengah kendaraannya yang terjebak itu, ia kembali mengingat kondisi fisik dan psikis Praya yang sejak ditinggal suaminya dirasa semakin rapuh. Diingatnya semangat Praya untuk mengelola yayasan peninggalan suaminya itu, lagi-lagi dianggapnya terlalu gegabah. Bukan perkara mudah bagi wanita yang sudah lama tak terlibat dalam urusan pekerjaan. Lebih baik dia fokus mengurus anak-anak saja.
Cukup lama sampai akhirnya kemacetan di jalan raya ibukota itu akhirnya terurai, mobil sedan warna hitam metalik itu akhirnya bisa melenggok tanpa hambatan sampai di tempat tujuannya.
Langkah tegap kaki jenjang Tara menyusuri lorong-lorong rumah sakit memindai satu per satu ruangan rawat inap yang ditujunya. Ia kemudian behenti di salah satu pintu dengan kaca selebar kepala. Melalui kaca itu, ia melihat seorang wanita paruh baya tengah terduduk di sofa kamar, membaca sesuatu di tangannya. Dengar ragu, ia mengetuk pintu ruangan itu. Tak lama dilihatnya wanita paruh baya itu membukakan pintu ruangan.
"Selamat malam, Bu," sapa Tara.
Wanita yang disapa itu tertegun sesaat, berusaha mengingat sesuatu, "Eh, ini Nawa?" balas wanita itu setengah terkaget.
Tara hanya tersenyum simpul dan mengangguk. Ia tahu wanita paruh baya ini adalah ibunya Praya.
"Ya ampun, udah lama gak ketemu. Ayo masuk," ajak ibunya Praya.
Tara duduk di sofa dalam ruangan, sekilas ia melihat Praya yang sedang tertidur di ranjang pasien, "Gimana kondisi Aya, Bu?"
"Gak apa-apa, cuma butuh istirahat aja. Kena tipus, Wa. Ibu gantian jaga sama besan. Kasian anak-anak kalau gak ada yang nungguin di rumah," jelas wanita paruh baya itu.
"Oya, gimana kabarnya? Ibu kaget udah lama gak ada kabar," tanya ibu Praya. Ia pura-pura tak tahu kisah lelaki itu yang sempat menghilang tanpa kabar dan meninggalkan anak sulungnya dulu itu.
Tara hanya tersenyum simpul, "Baik, Bu. Dalam beberapa bulan ini, saya bekerjasama dengan yayasan Sagara. Jadi tanpa sengaja ketemu Aya lagi."
Ibu Praya tersenyum tampak paham. Tak lama ia mendengar suara parau anak sulungnya yang memanggil namanya.
"Bu.."
"Aya.. ini ada Nawa jenguk," jawab ibunya sambil beranjak dari sofa mendekati ranjang pasien.
Tara tanpa sadar mengikuti langkah wanita paruh baya itu, menghampiri Praya yang matanya sudah terbuka. Dilihatnya Praya beringsut hendak membangunkan tubuhnya.
"Tiduran aja, Ay," ujar Tara sambil mengambil posisi duduk di kursi sebelah ranjang pasien.
"Makasih, Wa. Padahal gak usah repot-repot jenguk. Aku baik-baik aja, cuma butuh istirahat."
"Kamu gak usah memaksakan diri, Ay. Urusan yayasan serahkan saja pada Pak Dipta dan staf-staf-nya."
Praya menggeleng-gelangkan kepalanya, "Enggak, Wa. Aku gak bisa lepas tangan begitu aja. Yayasan ini peninggalan Mas Chandra, aku merasa bertanggung jawab."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Ganda
RomanceTAMAT Berlanjut ke Season 2 *** Nawasena Tara, usia 37 tahun dan pecinta warna abu. Pria berwajah tampan maskulin dengan tubuh atletis dan karir serta latar belakang keluarga cemerlang itu, masih memilih hidup dalam kesendiriannya. 13 tahun lalu, se...