Goresan 1 : Magenta

1.2K 92 0
                                    

Menjadi yang tertua kadang tidak selamanya mengasyikkan. Selain memiliki tanggungjawab yang lebih besar, menjadi anak yang tertua juga terkadang menjadi orang yang harus selalu mengalah pada adik-adiknya.

Memang, menurut kebanyakan orang tetap ada satu hal yang bisa anak tertua banggakan yaitu mereka yang bisa memerintahkan adik-adiknya. Meskipun begitu, tidak semua adik di dunia ini akan menuruti apa yang diperintahkan oleh kakaknya, kan?

Seperti yang terjadi pada Melinda, putri pertama keluarga Senandika.

Di saat dia sedang repot mengurus perihal konsumsi, masih ada saja hal lain yang menunggu untuk diurusinya. Padahal itu bukanlah tugasnya melainkan tugas adik-adiknya.

Ya, dalam rangka merayakan hari ulang tahun Sang Ayah akhirnya mereka sekeluarga sepakat untuk merayakannya di rumah dengan mengadakan pesta ulangtahun sederhana.

Melinda sendiri menjadi panitia yang mengurus perihal konsumsi dibantu adik pertamanya. Meskipun adik pertamanya bukanlah seorang koki handal, tapi setidaknya dia bisa dipercaya untuk ikut membantunya di dapur.

Namun ditengah acara masak-memasak itu tiba-tiba saja Melinda mendengar keributan di ruang keluarga. Siapa lagi yang menjadi pelaku utamanya kalau bukan dua adiknya yang lain. Meski mereka terpaut usia cukup jauh tapi dua wanita itu tetap saja akan ribut jika disatukan.

Yang satu memiliki mulut pedas nan ketus sementara satunya lagi tukang komentar yang akan menyebutkan puluhan huruf dari A sampai Z kalau sedang kesal.

"Wit, kamu lanjutin masaknya. Mbak mau ngecek ke depan dulu"

Wiwit atau perempuan berambut panjang lurus yang sebenarnya memiliki nama panggilan resmi Sita itu menganggukkan kepalanya pelan. Membiarkan kakaknya mengurus dua adiknya yang lain.

Wanita bertubuh jangkung dengan bentuk badannya yang proposional tersebut berkacak pinggang tepat saat dia melihat kelakuan dua adiknya yang malah membuat area ruang keluarga menjadi berantakan. Majalah dan beberapa buku milik Ayahnya yang seharusnya tertata rapi di atas meja kini sudah berserakan di lantai. Bantal sofa juga tidak kalah mengenaskannya, beberapanya bahkan terlempar jauh sampai ke bawah meja makan. Kemudian yang paling parah adalah semua toples camilan yang seharusnya diisi oleh camilan, mendadak menjadi kosong melompong karena dijadikan sebagai bahan untuk berperang satu sama lain.

Semuanya menjadi berserakan memenuhi lantai ruang keluarga yang kini lebih mirip seperti kapal pecah.

"Ya ampun, kalian ngapain sih?" Tanya Melinda membuat dua manusia itu menghentikan kegiatan tidak jelas yang mereka lakukan.

Dua perempuan dengan postur tubuh yang berbeda tersebut menatap kakaknya dengan tampang watadosnya. Yang satu terlihat acuh dan lebih memilih duduk di atas sofa sementara yang satunya lagi malah memakan camilan yang masih tersisa dari toples yang dia bawa. Seolah kerusakan yang terjadi ini bukanlah kesalahan mereka.

"Mbak tanya sekali lagi, ngapain kalian dari tadi?" Tanyanya lagi.

"Duduk, Mbak" balas wanita berambut pendek yang notabenenya duduk di atas sofa.

"makan, Mbak" jawab wanita satunya.

Melinda menghela napasnya panjang karena jawaban dari dua wanita itu yang terkesan tidak merasa bersalah sama sekali atas kekacauan yang telah mereka buat. "Mbak nggak mau tau. Pokoknya satu jam dari sekarang, ruang keluarga harus rapi atau kalian berdua nggak boleh ikut pesta ini" katanya, mengancamnya dengan ancaman seserius itu.

Sang wanita berambut pendek pun langsung memasang raut muka tidak senangnya, "Yah Mbak jangan dong" protesnya. 

"Iya ih Mbak tega banget" sahut wanita berpipi chubby itu yang kini memajukan bibirnya ke depan, kesal dengan ancaman dari kakaknya. Bagaimana pun juga pesta ulangtahun Ayahnya adalah momen yang spesial bahkan sangat spesial. Dia harus ikut serta. Wajib!

COLORS (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang