Epilogue

264 34 25
                                    

Terhitung dua bulan lebih Kanaya dan Raya menginjakkan kakinya di kota Cirebon.

Namun ajaibnya dalam dua bulan tersebut ada banyak sekali kejadian yang begitu dramatis dalam sudut pandang Kanaya, serta mengejutkan dalam sudut pandang Raya.

Sejak awal, baik Kanaya maupun Raya tidak pernah menyangka bahwa mereka berdua benar-benar akan menemukan keberadaan Ayah mereka hanya berdasarkan secarik surat peninggalan Ibu Risa. Meskipun ada setitik keyakinan bercampur harapan ketika mereka berdua memutuskan untuk meninggalkan kota Bandung untuk mencari keberadaan Ayah mereka, namun tetap saja fakta bahwa mereka berdua tidak pernah sekalipun bertemu bahkan mengetahui rupa dari sosok Ayah mereka membuat keraguan tersebut muncul di dalam hati mereka.

Alasan demi alasan yang mengantarkan mereka ke tempat ini semata-mata hanya karena pesan terakhir dari Ibu Risa, sosok single parent untuk dua anak perempuan yang ternyata di masa lalu harus melewati hari-hari yang pahit. Pernah menyandang gelar janda, dan dibuat berharap oleh seorang dokter hebat yang tiba-tiba masuk ke dalam hidupnya. Menikah dan dikaruniai tiga orang anak, harus merelakan anak pertamanya dan suaminya, lalu pada akhirnya berjuang sendirian membesarkan kedua anaknya.

Tidak adil memang. Tapi kenyataannya, ketidakadilan tersebut tidak hanya ada pada Ibu Risa, dua pemeran sisa dari tiga pemeran utama dalam dua keluarga tersebut juga mendapatkan takdir yang serupa.

Ibu Kintan ditinggalkan suaminya setelah anaknya meninggal karena kelalaiannya, menyisakan rasa bersalah sampai dia kehilangan akal sehatnya. Mungkin kehilangan akal sehat membuat orang berpikiran bahwa penderitaan Ibu Kintan telah berhenti sampai disitu. Tapi faktanya, sampai detik ini sekalipun, Ibu Kintan terus ada dititik yang sama setiap harinya. Dia masih harus tenggelam di dalam kubangan rasa bersalah yang terus menyiksa Ibu Kintan. Dia akan terlelap, dan bangun lagi dengan merasakan perasaan yang sama. Melupakan segala kehidupan bahagianya dalam sudut pandang orang kebanyakan.

Tentu saja, memiliki suami yang merupakan seorang dokter hebat, bergelimang harta dan memiliki anak-anak yang memiliki karir sempurna. Semuanya terasa semembahagiakan itu bagi semua orang, tapi nyatanya kebahagiaan Ibu Kintan tersebut hanya dianggap sebagai memori yang terlupakan di sisa hidupnya.

Dan terakhir, Ayah Senan. Mungkin bagi kebanyakan orang akan menganggap bahwa Ayah Senan adalah pelaku utama dalam kerumitan dan luka di dalam kisah hidup tiga pemeran utama tersebut. Namun nyatanya tidak sesederhana itu.

Setelah ada dititik ini, Kanaya dan Raya dipaksa untuk menyadari bahwa apa yang terjadi pada keluarga mereka tidak sesederhana Ayah mereka yang telah bercerai dari Ibu Risa, Ayah mereka yang kabur meninggalkan mereka atau mencari kebahagiaannya sendiri dan menelantarkan mereka. Tidak sesederhana Ayah Senan pantas dikatakan Ayah terjahat di dalam hidup mereka, hidup anak-anak Ayah Senan. Karena faktanya ada banyak kisah yang tidak pernah mereka ---anak-anak Ayah Senan--- pikirkan ternyata telah menimpa keluarga mereka.

Kisah keluarganya dan masa lalu Ayah mereka ternyata menyimpan banyak sekali luka. Luka yang sayangnya masih harus dirasakan Ayah Senan sampai detik ini. Luka permanen yang menggerogoti setiap ketenangan Ayah Senan semasa hidupnya.

Pada akhirnya, ketidakadilan itu pun sampai pula ke diri Ayah Senan.

Tapi paling tidak, dari deretan takdir tersebut yang mempengaruhi kisah hidup anak-anak mereka, pada akhirnya kenyataan yang terkuak secara terus menerus dengan banyak sekali kejadian dramatis sampai hampir merenggut nyawa seseorang, mereka ---anak-anak Ayah Senan--- tetap sampai dititik ini. Di mana mereka menyadari dan berusaha memahami bahwa ketidakadilan yang mereka rasakan telah hadir secara merata dihidup orangtua mereka bahkan mereka sendiri dalam berbagai alasan yang mungkin beberapanya tidak sama.

COLORS (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang