Goresan 41 : Korban

225 41 17
                                    

Sita menghentikan mobilnya tepat di depan pintu gerbang rumah Krisna. Sesuai dengan tempat yang Krisna beritahukan saat Sita setuju akan menemani Namira mengecek keadaannya di rumah sakit sebelum diputuskan apakah nantinya Namira bisa segera melakukan operasi donor mata tersebut atau tidak.

Alih-alih langsung keluar dari mobilnya kemudian masuk ke dalam rumah tersebut, Sita malah memilih tetap pada posisinya. Lantas mengisi keheningan yang tercipta dengan helaan napas yang terdengar begitu berat.

Jujur saja, didetik ini rasa-rasanya kepalanya kembali dipenuhi oleh bayang-bayang ketika dirinya terlibat pembicaraan dengan Haris di rumahnya. Pembicaraan yang entah kenapa berhasil mengusik Sita dari berbagai sudut. Mulai hati, pikiran bahkan fisiknya. Rasanya hatinya tidak tenang, pikirannya pun seolah dituntut untuk bekerja keras menjawab pertanyaan yang Haris berikan kala itu. Dan ketika Sita sampai dititik di mana dia yang bahkan tidak menemukan jawabannya, rasanya tubuh Sita mendadak lemas tidak bertenaga, belum lagi kepalanya yang ikut merasa pusing seperti ini.

Padahal kalau dipikir-pikir lagi, pertanyaan Haris seharusnya tidak sesulit itu untuk dia jawab. Sebab sejak Sita masih di bangku perkuliahan sampai akhirnya Haris ditakdirkan menjadi calon kakak iparnya, Sita selalu menegaskan pada dunia bahwa dia memang mencintai Haris meskipun fakta tersebut harus dia tutupi pada orang-orang disekitarnya bahkan sampai detik ini.

Lalu kenapa saat Sita pada akhirnya bisa mengungkapkan apa yang bertahun-tahun dia rahasiakan, kemudian disusul dengan Haris yang hanya memberikan pertanyaan yang begitu sederhana, Sita bahkan tidak bisa menjawabnya. Entahlah, Sita hanya merasa bahwa kalimat penjelas yang Haris lontarkan setelah dia mengajukan pertanyaan sederhana tersebut berhasil membuat Sita merasa ragu.

Ya, bahwa katanya perasaan bisa berubah seiring waktu berlalu.

Apa memang benar begitu?

Ya, kalau boleh jujur, jauh di dalam lubuk hati Sita yang paling dalam, Sita merasa bahwa dia setuju dengan perkataan Haris tersebut. Dan jika memang Sita menyetujuinya maka seharusnya sudah jelas kan bahwa perasaan Sita terhadap Haris memang sudah berubah.

Hanya saja logikanya benar-benar menolak jawaban tersebut. Logikanya menegaskan bahwa Sita harus tetap mengatakan pada Haris bahwa dia mencintainya dan jika memang begitu seharusnya juga Sita bisa langsung menjawab pertanyaan Haris kala itu dengan jawaban sesederhana 'dulu dan hari ini'. Sita mencintai Haris sejak dulu sampai hari ini. Semudah itu.

"...Jadi Kakang perlu memastikan, pernyataan kamu tadi dimaksudkan untuk dulu atau hari ini..."

'gue nggak tau' batin Sita. Perlahan tapi pasti Sita memejamkan kelopak matanya sebelum akhirnya Sita menjatuhkan kepalanya ke atas stir mobilnya. Menyerah untuk mencari jawaban atas pertanyaan Haris kala itu.

Sebab fakta bahwa logika dan hatinya yang memberikan jawaban yang berbedalah yang pada akhirnya membuat Sita merasa ragu dan kebingungan. Sampai akhirnya Sita tidak tahu apa jawaban yang sebenarnya atas pertanyaan Haris saat itu.

Sementara itu tanpa Sita sadari, terlihat seorang pria yang baru saja keluar dari pintu gerbang rumah yang Sita tuju tersebut. Sebelumnya pria itu mendengar suara deru mesin mobil yang sudah dia duga adalah wanita yang dia hubungi sebelumnya yaitu Sita. Makannya dia memutuskan untuk segera keluar rumahnya dan mengeceknya langsung. Dan ternyata dugaannya benar, suara deru mesin mobil tersebut memang berasal dari mobil Sita.

Tok! Tok!

Sita menolehkan kepalanya dalam tempo cepat ke sisi kanannya. Rasanya benar-benar seperti deja vu, melihat Krisna pada posisi yang sama, membangunkan dirinya yang kala itu tidak sengaja menghentikan mobilnya di depan tempat tinggal Krisna kemudian tidak sengaja terlelap di dalam mobilnya.

COLORS (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang