Goresan 9 : Kesalahan Siapa?

386 51 3
                                    

Sita mengusap wajahnya kasar saat dia baru saja mendapatkan kabar dari Cacha mengenai keadaan Melinda. Dia menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sembari memejamkan matanya dengan erat. Sita benar-benar lelah dengan ribuan masalah yang tidak hentinya datang seolah berniat memecahkan kepalanya ini.

Satu jam yang lalu Sita mendapatkan kabar Erika terjatuh dari motor saat perjalanan menuju restoran. Kebetulan hari ini Erika mendapatkan shift dua, dimulai dari pukul tiga sampai restoran tutup. Sita mendapatkan kabar itu langsung dari Erika, bersyukur Erika masih selamat dari kecelakaan tunggal tersebut, sayangnya akibat dari kecelakaan itu  tangan kanan Erika mengalami cedera sampai-sampai harus di gips, kemungkinan juga butuh proses penyembuhan yang lama.

Sita jadi harus memutar otak bagaimana caranya mengatasi pesanan dari konsumennya yang bernama Krisna yang harus sudah siap esok hari. Sita yakin sekali Krisna bukan contoh manusia yang mentolerir sesuatu yang tidak berjalan sesuai rencana. Apalagi sikapnya yang luar biasa dingin dan kaku, entah akan semarah apa dia saat tahu kalau Sita tidak bisa menjalankan saran yang dia berikan saat itu dengan baik. Diam-diam Sita merutuki dirinya ini yang luar biasa ceroboh sampai seberani itu menyarankan sesuatu yang baru dia coba yang sialnya hanya bisa dilakukan oleh Erika. Ya, Sita mengandalkan pesanan bento itu pada Erika dan satu-satunya orang yang bisa Sita andalkan justru mengalami kecelakaan tak terduga.

Tadinya Sita berniat meminta bantuan pada Melinda yang notabennya memiliki keahlian memasak yang cukup mumpuni yang hampir setara dengan Erika. Tapi kabar yang Cacha beritahukan tadi memupuskan harapannya begitu saja.

Brak!

"Argh! Kenapa sih semenjak kedatangan dua perempuan sialan itu hidup gue jadi banyak banget masalah"

Sita memukul keras meja kerjanya sampai menimbulkan suara gaduh disusul teriakan yang ikut membuat riuh ruangannya yang semula diliputi hening ini. Menunjukkan seberapa marahnya Sita sekarang.

Sita mengatur napasnya yang memburu, berusaha menghilangkan gejolak amarah di dirinya yang beberapa hari ini ia tahan dan baru saja dia lampiaskan. Jika Ambar terang-terangan memusuhi mereka sejak awal bahkan bersikap kasar pada mereka sejak awal, Sita berusaha menahannya sebisa mungkin. Tapi apa yang terjadi sekarang berhasil membuat kesabaran Sita habis.

Sita juga yakin sekali kalau apa yang terjadi pada Melinda adalah karena kehadiran dua wanita itu. Melinda pasti stress mengetahui fakta bahwa Ayahnya menikah dengan wanita lain dan memiliki anak dari istrinya itu. Sementara di samping itu semua Melinda yang notabennya adalah anak tertua tetap harus bersikap dewasa seolah-olah dia tidak masalah dengan kehadiran mereka. Ambar juga pernah memberitahukan Sita perihal pola makan Melinda yang berantakan sejak kehadiran dua wanita itu. Ambar selaku dokter memang paling serius jika membahas soal pola makan keluarganya sendiri. Dan Melinda adalah salah satu yang paling Ambar perhatikan mengingat Melinda memiliki riwayat maag kronis.

Jika boleh jujur, sampai detik ini, Sita masih tidak menyangka kebahagiaannya semudah ini dihancurkan oleh dua wanita yang mengaku sebagai anak Ayahnya. Kenapa Tuhan membiarkan mereka hadir di keluarganya lalu meluluhlantakkan segala kehidupan tenangnya begitu saja. Sita dan keluarganya bahkan baru saja merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya setelah mereka bangkit dari keterpurukan karena kehilangan figur sosok seorang Ibu tujuh tahun lalu.

Bola mata Sita tertuju pada sebuah figura foto berisi fotonya dan foto Ambar yang diapit oleh Ayah dan Mami mereka ketika di acara wisuda SMA mereka tujuh tahun lalu. Figura foto itu berada tepat di sudut meja di dekat tumpukan dokumen penting.

"Kalau seandainya Mami tau dengan keadaan keluarga kita yang sekarang, pasti Mami bakalan sedih banget" gumam Sita seolah-olah dia tengah berbicara dengan Ibunya.

COLORS (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang