Goresan 8 : Ujian Pertama

421 54 1
                                    

Sita melangkah dengan cepat masuk ke dalam area restoran diikuti oleh Kanaya yang berjalan malas-malasan di belakangnya.

"Pagi, Mbak"

Sita melempar senyuman penuh wibawanya membalas sapaan seorang wanita yang berdiri di belakang kasir yang kini terlihat sibuk melakukan beberapa persiapan sebelum restoran dibuka setengah jam kemudian.

Kanaya sendiri yang berdiri di belakang Sita malah sibuk melihat ke sekeliling, melihat setiap sudut restoran yang Sita bangga-banggakan ini. Kalau Kanaya boleh berkomentar sedikit, menurutnya restoran ini cukup besar, terlihat sederhana, tapi di lain sisi restoran ini memiliki konsep yang memberikan kesan hangat seperti di rumah, nyaman bagi pengunjung dan terasa mewah. Singkatnya sih konsep restoran ini cukup bagus. Satu-satunya yang tidak bagus adalah fakta bahwa dirinya sampai menginjakkan kakinya di sini. Sumpah, tidak pernah sekali pun Kanaya berharap bisa menjadi bagian dari restoran ini, terpikirkan sekalipun tidak. Dia berada di sini semata-mata karena Raya.

"Ikut gue" ujar Sita pada Kanaya.

Sita kemudian membawa Kanaya menuju ke area dapur lantas meninggalkan Kanaya di sana. Kanaya menatap sekitar kebingungan, lima orang berpakaian khas juru masak terlihat sibuk berkutat di dapur. Beberapanya terlihat mengeluarkan beberapa bahan makanan dari tempat penyimpanan, beberapanya juga terlihat sibuk mencuci sayuran dan sisanya sibuk dibelakang kompor dan penggorengan, entah sedang membuat apa.

Dalam diam Kanaya sibuk menerka-nerka apa alasan Sita membawanya kemari. Sebab Kanaya yakin sekali dari raut wajahnya tidak terlihat dia ini memiliki bakat memasak. Manusia berwajah dingin itu tidak akan mungkin menyuruhnya menjadi koki restoran. Pun jika Sita tetap nekat memberikan pekerjaan seperti itu Kanaya lebih baik kembali ke Bandung saja.

Brak!

Kanaya berjenggit kaget saat mendengar suara pintu dapur di dorong kasar oleh seseorang. Dia pun memutar badannya ke belakang dalam tempo cepat bertepatan dengan sebuah benda yang melayang ke arahnya, tentu saja Sita yang melempar. Dengan sigap Kanaya segera menangkapnya.

Kanaya mengamati benda ditangannya dengan raut wajah kebingungan. Dia kemudian mengangkat benda itu ke udara menunjukkannya pada Sita yang berdiri angkuh di hadapannya sembari menyatukan kedua lengannya di depan dadanya.

"Seragam?"

Sita menganggukkan kepalanya sekali terlihat santai kendati sadar betul kalau Kanaya terlihat kebingungan mendapatkan benda yang ternyata adalah seragam yang diperuntukkan untuk karyawan restoran. Bukan seragam khas koki seperti lima orang yang Kanaya lihat di dapur ini. Sudah jelas bahwa Kanaya tidak akan ditempatkan di dapur. Lantas Sita akan memberikan pekerjaan apa untuknya?

"Maksud lo apa kasih gue seragam kerja begini?"

Sita mengibaskan tangannya malas mendengar pertanyaan Kanaya barusan, "ck, nggak usah banyak tanya deh mending lo langsung kerja aja" Sita berniat keluar dari area dapur sebelum akhirnya dia mengurungkan niatannya ketika dia baru ingat sesuatu yang belum dia sampaikan pada Kanaya, "oh iya, hampir aja kelupaan. Nanti cewek yang namanya Sunny akan datang ke sini dan dia akan ngajarin lo gimana caranya jadi cleaning service yang baik"

Kanaya mendongakkan kepalanya dengan cepat saat mendengar perkataan Sita barusan. Apa katanya? Cleaning service?

"Lo tempatin gue dibagian itu?"

Sita menatap Kanaya malas. Dibandingkan repot-repot menjelaskan pada Kanaya lebih baik Sita segera keluar dari area dapur.

Grep!

Sialnya Kanaya jauh lebih sigap memegang lengan Sita sebelum Sita keluar dari area dapur. Sungguh, Kanaya masih butuh penjelasan.

"Lo jangan lupa kalau kemarin lo sendiri yang nawarin pekerjaan sama gue, kenapa sekarang seolah-olah lo nggak suka gue kerja di sini dan kasih gue pekerjaan seperti ini"

COLORS (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang