Goresan 49 : (Sudut Pandang) Perasaan

178 41 9
                                    

Kanaya menatap langit malam dari balik jendela ruang tamu rumah Arsan dalam diamnya. Meskipun langit kali ini menunjukkan bintang-bintang yang bertaburan di sana setelah menurunkan hujan selama seharian ini, namun apa yang Kanaya lakukan sekarang ini bukan semata-mata untuk menikmati keindahan langit. Kepala Kanaya justru sibuk menayangkan ulang kejadian siang tadi saat dirinya mendatangi ruang rawat Ibu Kintan disusul dengan berbagai fakta yang Kanaya terima setelahnya. Fakta yang sampai detik ini masih terasa seperti tidak nyata bagi seorang Kanaya.

Sosok yang dia kira Kakak tirinya ternyata adalah kakak kandungnya. Dan dirinya yang selama ini diragukan oleh banyak orang ternyata memang anak dari Ayah Senan. Lalu Ibu Kintan yang selama ini Kanaya kira telah tiada, ternyata harus terjebak di dalam rumah sakit jiwa. Bahkan hari ini, untuk pertama kalinya Kanaya menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana sosok yang paling membencinya terjatuh lemah sembari menangis tersedu karena ibunya yang bahkan tidak bisa mengingatnya.

Kanaya pikir dalam takdir buruk yang Kanaya rasakan ini hanya ada satu kesimpulan yang dapat Kanaya ambil. Ya, dirinya yang berperan sebagai tokoh utama yang paling tersakiti. Namun ternyata takdir lebih banyak membuka cerita banyak orang dihadapan Kanaya. Menyadarkan Kanaya bahwa sebetulnya takdir orang lain pun tidak lebih baik darinya. Bahwa sebetulnya Kanaya tidak seharusnya menganggap dirinya sebagai sosok yang paling tersakiti di dunia ini.


"Kamu harus tau, kalau nggak selamanya orang berwatak keras itu karena takdir yang Tuhan kasih. Bisa jadi seseorang memiliki watak keras karena dia mengalami hal yang buruk di masa lalu"

Kanaya terdiam cukup lama begitu mendengar perkataan Arsan. Perkataan Arsan yang seolah menegaskan bahwa pemandangan yang dia lihat sekarang, di mana Ambar yang menangis tersedu-sedu di sana karena dia yang mengalami takdir buruk di masa lalu, sementara beberapa saat sebelumnya Arsan bahkan menjadi pihak yang paling mengetahui takdir buruk semacam apa yang Kanaya rasakan sampai pertahanan Kanaya runtuh, dan Kanaya menangis tersedu dihadapan Arsan.

Lantas apakah sebenarnya takdir Kanaya tidak seburuk itu? Apa sebetulnya semua yang Kanaya rasakan tidak lebih buruk ketimbang dengan yang pernah Ambar rasakan?

Kanaya menolehkan kepalanya ke arah Arsan bersamaan dengan setetes air mata yang kembali jatuh membasahi pipinya, "Menurut lo... takdir gue dan dia, lebih buruk takdir siapa?" Tanya Kanaya pada Arsan dengan suara lemahnya. Kanaya ingin tahu jawaban atas semua pertanyaannya. Kanaya ingin tahu apakah takdir yang selama ini Kanaya pikir buruk, memang seburuk itu atau tidak. Kanaya benar-benar ingin tahu.

Arsan terdiam selama beberapa saat. Bukan untuk memikirkan jawaban atas pertanyaan Kanaya karena sejak awal Arsan bahkan sudah menemukan jawaban tersebut. Arsan terdiam karena dia sedang memikirkan penjelasan semacam apa yang bisa membuat Kanaya mengerti, "Saya bisa bilang kalau takdir yang paling buruk terjadi sama kamu..."

Setetes air mata pun kembali jatuh membasahi pipi Kanaya begitu dia mendengar jawaban Arsan barusan. Jawaban yang menegaskan bahwa takdir Kanaya memanglah seburuk itu.

"...Kamu nggak tau siapa ayah kamu, kamu hidup sederhana tanpa ayah kamu, kamu diragukan identitasnya oleh Ayah kamu, dan kamu mendapatkan perlakuan buruk dari saudari tiri kamu bahkan kakak kandung kamu. Tapi, saya nggak bisa bilang kalau luka yang paling besar juga ada didiri kamu..." Arsan menghela napasnya panjang sementara kedua matanya terus menatap lurus ke depan sana menatap sosok yang menangis dengan sesenggukan di sana, "...sosok sekeras kakak tiri kamu aja bisa sehancur itu hanya karena satu takdir buruk yang menimpa dia. Ibunya masuk rumah sakit jiwa dan nggak inget anaknya sendiri. Luka besar atau kecilnya itu tergantung sudut pandang seseorang. Bisa jadi kalau kamu ada di posisi dia, kamu nggak akan sehancur dia, begitupun sebaliknya"

COLORS (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang