Goresan 4 : Brown

562 63 2
                                    

Ambar menaruh ponselnya ke atas meja sesaat setelah dia dihubungi oleh Ayahnya yang memintanya segera pulang tanpa bantahan. Ini kali kedua dia diminta pulang secara tiba-tiba, kurun waktunya sekitar setengah jam. Yang pertama lewat perantara Melinda dan yang kedua langsung oleh Ayahnya. Sayangnya Ambar tidak bisa semudah itu pulang ke rumah seperti Sita sebab hari ini dia sudah ada janji temu dengan pasiennya. Ambar baru bisa pulang ketika tugasnya tuntas kurang lebih setengah jam setelahnya.

"Terimakasih, Dok"

Ambar menganggukkan kepalanya disusul senyuman ramah yang dia perlihatkan untuk pasiennya itu. Tepat saat pasiennya keluar dari ruangannya, raut wajah Ambar berubah tidak tenang.

Ayahnya memintanya pulang tanpa bantahan. Sudah pasti ada sesuatu yang penting yang menunggunya di rumah. Ambar pun segera bangkit dari posisinya melepaskan jasnya yang kemudian dia sampirkan di lengannya sebelum dia mengambil tas selempangnya yang menggantung di stand hanger berbahan kayu di sisi meja kerjanya. Baru setelah itu Ambar berjalan keluar dari ruangannya.

Ting!

Pintu lift terbuka lebar. Ambar melangkahkan kakinya keluar dari lift lalu melanjutkan langkahnya menuju area parkiran khusus dokter dan staff rumah sakit. Ambar menghentikan langkahnya dibelakang pintu kaca bening yang membatasi gedung rumah sakit ini dan area parkiran ketika dia melihat seorang pria yang sedang sibuk memainkan ponselnya sembari berjalan dari arah parkiran menuju gedung ini. Jas dokter kebanggaannya hanya disampirkan di salah satu lengannya yang mendekap perutnya. dia terlihat tidak menyadari kehadiran Ambar.

"Restu" gumam Ambar tepat ketika pria itu mendorong pintu kaca tersebut.

Restu mendongakkan kepalanya mendengar ada yang memanggil namanya. "Iya?" Restu segera melempar senyuman ramahnya saat tahu kalau orang yang baru saja memanggil namnya sesuai dengan dugaannya, meskipun suara yang dia dengar cukup pelan tapi Restu tetap bisa dengan mudah mengenali siapa pemilik suara tersebut. Tentu saja karena mereka bersahabat sejak dibangku perkuliahan. Lagipula jika tidak sesuai pun rasa-rasanya pantang bagi Restu untuk tidak melemparkan senyuman ramahnya.

Restu atau pemilik nama lengkap Restu Mahendra adalah seorang dokter tampan yang memiliki postur tubuh ideal, berhidung mancung serta memiliki senyum ramah yang bisa membuat perasaan orang yang melihatnya menjadi tenang seketika.
Begitupun dengan apa yang terjadi pada Ambar, mendadak kepanikan Ambar sedikit mereda hanya dengan melihat senyuman ramahnya.

"Siang Mbar, maaf ya saya nggak nyapa duluan tadi"

Ambar tersenyum amat dipaksakan menunjukkan pada Restu tentang betapa kesalnya dia sekarang karena diabaikan. Padahal sih Ambar merasa takjub karena Restu berani meminta maaf hanya karena hal sekecil itu. "he'em, asik terus sama handphone sih"

Restu tertawa pelan, "iya. Terlalu asik main handphone nih"

"Tumben" balas Ambar singkat. Biasanya itu Restu sibuk bermain dengan pasien anak-anak di taman rumah sakit dibandingkan memainkan ponselnya. Setahunya Restu amat menyukai anak-anak makannya dia bercita-cita ingin menjadi dokter spesialis anak. Bahkan sekarang Restu sedang menempuh pendidikan spesialisasi untuk meraih cita-citanya itu.

"saya dihubungi sama temen lama saya, Mbar. Jadi nostalgia via chat gitu" katanya sembari memasukkan ponselnya ke dalam saku celana katunnya.

"Oh. Perempuan atau laki-laki tuh?" Tanyanya, terkesan acuh tapi sebetulnya sangat penasaran.

Restu tersenyum manis, "kayanya penasaran banget. Kenapa sih? Mau dikenalin emangnya?" Katanya menggoda Ambar

Raut wajah Ambar berubah datar, berusaha sebisa mungkin untuk menahan diri untuk tidak memukul kepala Restu, "nggak ah. Kamu mana bener ngenalin cowok sama aku"

COLORS (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang