Goresan 42 : Korban (Part 2)

202 36 27
                                    

Cacha memarkirkan mobilnya tepat di depan pintu gerbang rumahnya dengan asal-asalan. Kemudian dia segera keluar dari dalam mobilnya lalu berlari masuk ke dalam rumahnya.

Di area ruang keluarga terlihat Melinda yang notabenenya sedang sibuk memainkan ponselnya langsung mengalihkan atensinya pada Cacha dengan tatapan keheranannya. Selain karena faktor dari Cacha yang terlalu cepat kembali ke rumah, air mata yang tampak membasahi pipi Cacha pun menjadi faktor utamanya.

"Loh, Cacha kok udah pulang. Terus kenapa na..." Ucapan Melinda terhenti seketika saat Cacha berjalan begitu saja melewati area ruang keluarga tanpa sedikitpun memperdulikan ucapan Melinda sebelumnya, bahkan melirik Melinda saja tidak.

Sikap Cacha yang seperti itu adanya memang tidak terkesan baru bagi Melinda, tapi tetap saja terasa janggal lantaran sikap Cacha tadi berbanding terbalik dengan sikap Cacha sebelum dia berangkat ke kampus bersama Kanaya beberapa menit sebelumnya. Perubahan yang terlalu tiba-tiba tersebut membuat Melinda berasumsi yang tidak-tidak sampai akhirnya rasa khawatir mulai merengsek masuk ke dalam relung hati Melinda.

Apalagi saat tiba-tiba Melinda mendengar suara bantingan pintu dari arah kamar Cacha.

BLAM!

Begitu masuk ke dalam kamarnya, Cacha langsung menutup pintu kamarnya dengan kasar lantas mengunci pintu kamarnya rapat-rapat.

Perlahan Cacha membalikkan badannya menghadap ke arah kamarnya yang didominasi oleh warna kuning. Dia merapatkan punggungnya pada pintu kamarnya  lantas menatap kosong ke depan sana dengan air mata yang terus jatuh membasahi pipinya, apalagi ketika ingatan menyeramkan yang pernah menimpa dirinya tujuh tahun lalu hadir tanpa permisi memenuhi kepalanya.

Ingatan yang bukan saja membawa kenangan menyeramkan, tapi juga perasaan yang begitu menyesakkan dan juga menyakitkan.


---7 tahun yang lalu---

PRANG!

Cacha yang saat itu baru berusia tiga belas tahun tampak terusik dari tidur lelapnya saat tiba-tiba saja mendengar suara yang begitu memekakkan telinganya. Cacha pun segera bangkit dari posisi berbaringnya kemudian berjalan keluar dari kamarnya sembari mengusap kedua matanya yang terasa perih. 

"Mami" panggilnya dengan suara serak khas seseorang yang baru bangun tidur begitu Cacha menginjakkan kakinya di area ruang keluarga.

Cacha mengerutkan keningnya saat di area ruang keluarga dia tidak melihat siapa-siapa selain keheningan. Cacha kemudian menggulirkan kedua bola matanya ke arah jam berdiri yang menunjukkan pukul satu malam. Ah, wajar saja rasanya jika area ruang keluarga sudah sepi, pasti penghuni rumah ini sudah terlelap terkecuali Ayahnya yang memang sedang berada di rumah sakit. Lantas suara tadi itu berasal dari mana? Apa Cacha hanya bermimpi? Kalau begitu kenapa terasa sangat nyata sekali.

PRANG!

Cacha segera menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Tepatnya pada salah satu kamar yang terletak di lantai dua. Suara yang sama seperti yang Cacha dengar sebelumnya. Maka sudah dipastikan suara tersebut memang benar-benar Cacha dengar, bukan berasal dari mimpi Cacha semata.

Cacha melangkahkan kakinya sampai ke ujung tangga. Dia terdiam di sana sembari menatap salah satu kamar diantara tiga kamar yang terletak di lantai dua. Satu-satunya asumsi yang terdengar masuk akal adalah bahwa suara itu berasal dari kamar Mami dan Ayahnya. Karena tidak mungkin jika berasal dari kamar Ambar atau Sita yang notabenenya penghuninya sedang mengikuti study tour sebelum mereka diwisuda nantinya.

Karena rasa penasaran yang begitu besar, Cacha pun langsung memberanikan dirinya untuk melangkahkan kakinya menuju ke lantai dua.

Dia menghentikan langkahnya tepat di depan kamar Ayah dan Maminya yang notabenenya terletak di dekat kamar Sita dan Ambar.

COLORS (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang