Goresan 25 : Dorongan Hati

254 42 12
                                    

Sita mengerjapkan kelopak matanya beberapa kali sebelum dia akhirnya membuka kelopak matanya dengan sempurna. Suara lenguhan pelan keluar dari belah bibir Sita sesaat setelah dia berusaha bangkit dari posisi berbaringnya yang mana membuat kepalanya terasa pening bukan main

"Gue kenapa?" Gumam Sita bertanya-tanya, seingatnya dia dalam keadaan sehat-sehat saja lantas kenapa kepalanya terasa pening seolah-olah dia baru saja membentur sesuatu yang membuat kesadarannya terenggut, dan oh---tunggu dulu...

Sita tampak menolehkan kepalanya ke sekeliling dengan keningnya yang mengerut dalam. Sita baru sadar bahwa dia sepertinya berada di sebuah rumah yang terasa begitu asing baginya. Sita mengerutkan keningnya dalam-dalam mencoba menerka di rumah siapa dia sekarang ini karena sungguh hal terakhir yang Sita ingat adalah dia keluar dari dalam mobilnya kemudian melihat bagaimana seorang Krisna dan adiknya berdebat kemudian entahlah... Sita tidak bisa mengingatnya lagi.

"Udah bangun kamu?"

Sita menoleh cepat ke arah sumber suara. Dia sedikit meringis pelan saat merasakan pening dikepalanya karena gerakan tiba-tiba yang dia lakukan tadi. Sita terlihat memegangi kepalanya yang pening sembari menatap horor sosok berkacamata bulat yang duduk di area ruang makan di area sayap kiri rumah ini.  Dia duduk menghadap ke arahnya sembari mengetikkan sesuatu pada laptopnya dan jangan lupakan beberapa berkas yang tergeletak di atas meja berikut dengan beberapa lembar uang yang jumlahnya tidak sedikit. Kalau Sita boleh jujur, pemandangan dihadapannya sudah selayaknya penjaga kos-kosan yang sedang menunggu penyewanya membayar biaya bulanan. Oke, Sita jelas tidak akan mengatakan kalimat semacam itu sekalipun faktanya begitu, karena... Ayolah---dibeberapa kesempatan Sita bertemu Krisna, Sita selalu melihatnya bersama Namira, memakai pakaian yang kelewat santai seolah tidak memiliki pekerjaan tetap, kemudian sekarang tiba-tiba saja Sita melihat pemandangan semacam itu, tidak menutup kemungkinan kan kalau Krisna adalah juragan muda kos-kosan yang hanya sibuk menghitung uang di akhir bulan saja?

"Kenapa saya bisa ada di rumah kamu?" Tanya Sita mengabaikan segala pemikiran campur aduk di kepalanya. Sita lebih perduli pada alasan kenapa dirinya bisa sampai berada di tempat ini yang Sita asumsikan adalah rumah Krisna atau entahlah... tapi mengingat Krisna ada di rumah ini Sita tebak ini memang tempat tinggal Krisna, sosok yang begitu membencinya.

Krisna melirik Sita sekilas dengan malas tentu saja, "nggak penting"

Sita menghela napasnya pelan mendapatkan jawaban kelewat menyebalkan dari manusia itu. Padahal Sita yakin pertanyaannya tidak terdengar berbasa-basi, cenderung merujuk ke inti, tapi manusia itu malah memberikan jawaban semacam itu.

"Kamu sudah sadar..."

Sadar? Ah, sekarang Sita paham apa yang terjadi padanya. Sepertinya Sita pingsan tadi dan kemudian ditolong oleh Krisna dan dibawa Krisna ke rumahnya.

"... betulan kan?" Lanjut Krisna.

Sita hanya terdiam tidak begitu pahan dengan pertanyaan Krisna. Dengan mengajukan sebuah pertanyaan sebelumnya, sepertinya sudah cukup untuk menjadi sebuah penanda kalau dirinya memang sudah sadar kan, jadi entahlah apa yang Krisna maksud 'sadar betulan' di sini sekarang.

"Bisa pergi dari rumah saya?"

Sita membuka mulutnya lebar-lebar, tidak percaya kalau ada seorang pria yang seenak jidat mengusir seorang wanita yang jelas-jelas meringis kesakitan tadi, dan ayolah... apakah Krisna lupa bahwa dia ini baru saja bangun dari pingsannya sampai rela mengusirnya begitu.

Merasa diperhatikan, Krisna kemudian mengalihkan perhatiannya dari layar laptopnya ke arah Sita, dan benar saja di sana Sita tengah menatapnya kelewat kesal.

"Pergi sana! Keburu ketauan Namira.  Ribet"

Habis sudah kesabaran Sita. Mengabaikan pening di kepalanya, Sita menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskan napasnya keras bersiap untuk membalas ucapan Krisna.

COLORS (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang