Goresan 30 : Status Baru

207 43 17
                                    

Cacha mengayuh sepedanya dengan raut wajah yang terlihat begitu murung. Tatapannya menatap kosong ke depan sana tidak begitu fokus melihat ke arah jalan. Pikiran Cacha benar-benar hanya dipenuhi oleh ingatan saat dia melihat pemandangan di depan gedung FKIP ketika dia baru saja akan keluar area FKIP saat ingin pulang tadi.

Pemandangan di mana Yuri yang tampak berdiri di depan pintu gerbang. Biasa saja memang, sebab yang Cacha tahu Yuri memang terbiasa menunggu taksi online di sana, tak jarang juga Yuri menunggu supir pribadinya di sana, hanya saja khusus kali ini yang membedakan sekaligus berhasil membuat suasana hatinya berantakan adalah fakta bahwa Yuri berdiri di sana bersama dengan Ilham.

Cacha tampak memukul handlebar sepedanya dengan kasar kentara sekali bahwa dia masih diliputi perasaan kesal, "KENAPA SIH HARUS YURI?" Teriak Cacha bertanya pada takdir yang membuat Cacha harus dihadapkan sosok pesaing seperti Yuri. Bahkan tanpa disadari kedua matanya berkaca-kaca sekarang. Bukannya apa-apa, Cacha menyadari betul kelebihan Yuri, belum lagi fakta bahwa Yuri adalah sosok yang begitu ramah jika bertemu dengannya. Mana bisa Cacha menikung Ilham dari Yuri jika begini caranya.

Cacha kemudian mengusap air matanya yang jatuh dari pelupuk matanya dengan baju bagian lengannya. Napasnya tampak memburu, mungkin efek dari menangis sembari menggowes sepeda. Entahlah, yang jelas Cacha merasa kecewa sekaligus patah harapan sekarang.

Ya, sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa Cacha memang merasa sudah kalah telak dari Yuri. Makannya alih-alih dia berusaha menghampiri Ilham dengan bergaya sok tidak tahu dengan maksud terselubung membuat mereka tidak berduaan seperti itu, Cacha lebih memilih menyerah dan segera pergi dari sana. Segera menyelamatkan hatinya yang hampir remuk tak berbentuk ini. Meskipun hasilnya nihil, Cacha tetap merasakan sakit yang sama.

"CACHA!"

Cacha tersentak terkejut begitu dia mendengar suara yang tidak asing ditelinganya yang berteriak memanggil namanya. Cacha pun segera menolehkan kepalanya ke belakang. Refleks kedua mata Cacha tampak membulat terkejut saat melihat Ilham melambaikan tangannya sembari terus mengayuh sepedanya mengejar dirinya.

Cacha pun kembali menatap ke depan dengan raut keheranan yang terpatri jelas di wajahnya. "Ilham beneran manggil Cacha, ya?" Tanyanya pada dirinya sendiri dengan suara pelannya, sementara kedua kakinya masih sibuk mengayuh sepedanya.

"CACHA TUNGGU!"

Cacha membuka mulutnya lebar-lebar saat dia yakin betul bahwa sosok yang dipanggil Ilham barusan memanglah dirinya. Cacha pun menarik kedua sudut bibirnya ke atas kemudian kembali menolehkan kepalanya ke belakang, "ILHAM BENERAN MANGGIL CACHA, YA?!" tanya Cacha kembali memastikan. Takut-takut bahwa apa yang dia lihat sekaligus apa yang dia dengar hanyalah bayang-bayang yang sebenarnya tidak benar-benar ada, seperti sebuah khayalan yang muncul karena kegalauan Cacha.

"IYA!" teriak Ilham menjawab pertanyaan Cacha. Cacha pun segera melambatkan laju sepedanya kemudian melemparkan senyuman manisnya. Terlihat begitu antusias bukan main.

Dan pemandangan yang Ilham lihat dari kejauhan itu seketika berhasil  memutus ketakutan Ilham lantaran pemandangan yang dilihat Cacha sebelumnya yang pasti akan memunculkan kesalahpahaman mengingat setelahnya Cacha tampak menggowes sepeda dengan cepat menjauh dari area tersebut.

Ilham pun bersiap menggowes sepeda lebih cepat untuk menyamakan laju sepedanya dengan Cacha. Tapi belum juga niatannya terlaksanakan, Ilham harus membulatkan kedua matanya terkejut lantaran melihat sesuatu yang mengejutkan beberapa meter di depan sana. Oh, mungkin lebih tepatnya beberapa meter di depan Cacha. "CACHA STOP!" Teriak Ilham yang membuat Cacha mengerutkan keningnya dengan tatapan bertanya-tanya.

COLORS (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang