Part 1: Ledakan dan Tesseract Misterius

3.2K 356 15
                                    

Ledakan dan Tesseract Misterius

Suara ledakan yang menggelegar mengoyak kesunyian, membangunkanku dari tidur yang tak kuharapkan. Aku terengah-engah, mencoba memahami situasi yang membingungkan ini. Kepalaku berdenyut sakit, dan saat aku membuka mata, aku menyadari bahwa aku terbaring tengkurap di lantai sebuah ruangan tua yang lembab.

Dengan susah payah, aku membalikkan tubuhku dan mendapati diriku menatap langit-langit yang retak. Ruangan ini terasa asing, penuh dengan perabotan berdebu dan dinding yang mengelupas. Aku mencoba mengingat bagaimana aku bisa sampai di sini, tapi pikiranku kosong, seperti halaman buku yang telah dirobek.

Kemudian, aku melihatnya. Sebuah cahaya biru terang berbentuk kubus, memancarkan energi yang aneh, tergeletak beberapa meter dariku. Benda itu tampak asing, seolah-olah bukan berasal dari dunia ini. Tiba-tiba, seorang pria berambut pirang dan berbadan tegap muncul di sampingku. Dia mengenakan pakaian ketat berwarna biru dan merah, dan matanya yang biru cerah menatapku dengan kebingungan.

"B-bagaimana kau bisa?" tanyanya, suaranya dipenuhi dengan ketidakpercayaan.

Sebelum aku sempat menjawab, seorang wanita tua berkulit gelap muncul dari bayang-bayang, diikuti oleh sekelompok pria berseragam hitam.

"Itu! Tangkap mereka!" teriak wanita itu, menunjuk ke arah kami.

"Sial," desis pria berambut pirang itu.

Aku masih linglung, tidak tahu apa yang sedang terjadi. Para pria berseragam itu mendekat dan memborgol kami tanpa penjelasan. Saat mereka menggiring kami keluar dari ruangan itu, aku melihat pakaian pria itu berubah menjadi setelan biasa.

"Seingatku kamu tidak memakai pakaian itu-" kataku, tapi dia memotongku dengan tatapan tajam.

"Diam!" bisiknya.

Kami dibawa ke sebuah lift yang sunyi. Aku tidak tahu siapa pria ini, siapa yang menangkap kami, atau di mana kami berada. Yang lebih buruk lagi, aku bahkan tidak ingat siapa diriku.

Lift berhenti, dan kami dibawa ke sebuah lapangan terbuka yang luas. Di sekeliling kami, orang-orang berseragam militer hilir mudik, sibuk dengan aktivitas mereka. Kami kemudian digiring ke sebuah gedung dan melewati koridor yang panjang dan gelap.

"Sel tahanan? Yang benar saja," gerutu pria itu, "Tunggu. Aku kenal seseorang. Aku bisa menjelaskan."

"Jelaskan itu nanti," kata salah satu penjaga.

Kami terus berjalan, dan aku melihat sesuatu yang aneh. Borgol di tangan pria itu telah lepas, tapi dia berpura-pura masih terikat. Aku menyadari bahwa dia pasti telah mematahkannya dengan kekuatannya yang luar biasa.

Tiba-tiba, salah satu penjaga menyentuh daguku dengan cara yang membuatku merasa jijik.

"Hei! Jangan kurang ajar dengan wanita!" teriak pria itu, mendorong penjaga itu ke dinding dengan kekuatan yang mengejutkan.

"Borgolnya lepas!" teriak penjaga itu, panik.

Penjaga lain segera menangkap pria itu, tapi dia tidak melawan. Mereka membawa kami ke sebuah sel dan mengunci kami di dalamnya.

"Maaf sudah membuat hidungmu berdarah," kataku, menatapnya dengan rasa bersalah.

"Bukan salahmu. Dia harus diberikan pelajaran sopan santun," jawabnya sambil tersenyum.

"Apa yang membuat pria... sopan sepertimu ditangkap dan masuk ke sel ini?" tanyaku.

"Kamu," jawabnya singkat, lalu membalikkan badannya.

"Apa yang aku lakukan?" tanyaku bingung.

Dia berbalik dan menatapku dengan serius. "Seharusnya aku yang bertanya. Bagaimana bisa kamu tiba-tiba muncul dari tesseract itu? Kau siapa?"

"Aku tidak tahu. Aku tidak tahu apa-apa," jawabku jujur.

Dia menghela napas panjang dan duduk di lantai. "Oke. Siapa namamu?"

"Aku tidak ingat. Apa-apa," jawabku, putus asa.

Dia menatapku sejenak, lalu mengulurkan tangannya. "Steve. Steve Rogers."

Aku menjabat tangannya, merasa sedikit lega karena akhirnya tahu namanya.

"Bajumu. Aku melihatmu menggunakan kostum aneh saat aku tersadar. Kemudian bajumu berubah seperti baju petugas tadi. Bagaimana?" tanyaku, penasaran.

"Maaf, aku tidak dapat menjelaskan semuanya kepadamu. Setidaknya, sampai aku tahu siapa dirimu. Dari mana asalmu," jawabnya.

Aku terdiam, mencoba mencerna semua informasi ini. Aku melihat ke sekeliling sel, mencari petunjuk tentang tempat ini. Mataku tertuju pada sebuah bingkai di samping pintu.

"Shield? Apa itu Shield?" tanyaku pada diri sendiri.

"Semacam badan penegak hukum anti terorisme," jawab Steve.

"Aku tidak bertanya padamu," kataku ketus.

"Ok, dengar. Aku tahu kamu bukan dari zaman ini. Pakaianmu. Kau pasti dari masa depan," katanya dengan santai.

"Masa depan? Kau gila?"

"Lihat label pakaianmu. Dan buktikan sendiri."

Aku tidak percaya padanya, tapi aku penasaran. Aku membuka jaketku dan melihat labelnya.

"2010," kataku, berharap Steve bisa menjelaskan.

"Sudah kubilang. Kau bukan dari sini."

"Tanggal berapa sekarang?" tanyaku.

"7 April 1970," jawabnya dengan jelas.

"Kau gila," kataku sambil menggelengkan kepala.

"Jika aku menjadi dirimu, aku akan membuang hoodie itu. Jika ada yang tahu, entah apa yang akan terjadi padamu."

"Mudah bagimu untuk bicara dengan kostum yang dapat berubah-ubah."

"Setidaknya, robek saja labelnya."

Aku mencoba merobek labelnya, tapi terlalu sulit. Steve mengulurkan tangannya.

"Biar aku."

Aku melempar jaketku padanya, dan dia dengan mudah merobek labelnya.

"Terima kasih," kataku, memakai jaketku lagi. "Omong-omong. Aku melihatmu mematahkan borgolmu dan dengan kekuatan seperti itu. Aku yakin kamu dapat menghajar petugas berengsek tadi, bahkan seluruh teman-temannya."

"Tidak semua harus melalui kekerasan. Setidaknya aku akan pensiun dari hal-hal semacam itu," jawabnya.

Aku menatap Steve, kagum dengan kekuatan dan pengendalian dirinya. Aku tahu dia bukan orang jahat, dan aku merasa beruntung bisa bertemu dengannya di situasi yang membingungkan ini. Bersama-sama, kami akan menghadapi apapun yang akan terjadi selanjutnya.

Captain America: Another World (X Reader - Bahasa Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang