Part 12: Menghitung Peluru

790 183 1
                                    

Rasa percaya diriku langsung hilang begitu melihat lawanku adalah orang yang sudah disuntik untuk memiliki kekuatan super. Jatuh tadi membuat kepala bagian belakangku terbentur. Kepalaku sangat pusing. Aku rasa kepalaku mengeluarkan sedikit darah.

Dengan pandanganku yang kabur, aku mengarahkan pistolku ke arah Bucky. Tembakanku meleset karena Bucky menahan tanganku.

"Bucky. Ini aku Vanessa." Kataku sambil menatap matanya.

"Aku bukan Bucky." Jawabnya dengan tatapan tajam.

Ia meninju wajahku dan aku dapat merasakan bau darah dari dalam hidungku mengalir keluar. Aku mengambil sebuah besi di sampingku dan memukul kepala Bucky. Bucky sedikit teralihkan. Aku langsung berlari. Aku tidak bisa melawannya tanpa membunuhnya.

Bucky mengejarku dari belakang. Aku berlari semampuku. Aku melewati pintu dan menutup pintu tersebut kemudian menghalang pintu tersebut menggunakan besi yang tadi aku gunakan untuk memukul Bucky.

Gawat. Tidak ada jalan keluar dari ruangan ini. Aku salah memilih pintu.

"Steve? Tolong aku. Bucky disini." Ucapku melalui Handy Talkie. Tapi Steve tidak menjawab. "Steve. Aku di belakang. Aku butuh bantuan." Ucapku lagi.

"Vanessa! Bertahan. Aku akan segera kesana." Jawab Steve.

"Cepatlah, besi ini terlalu lemah untuk menahan pintu dari Bucky." Kataku sambil menahan pintu yang sedang dicoba Bucky untuk didobrak. "Steve. Cepatlah. Kau yakin aku tidak boleh membunuhnya? Aku masih punya 8 peluru tersisa. Lagi pula ia akan membunuh Howard, kan" Tanyaku sambil melihat ke arah pistolku tanpa memikirkan hal lainnya. Aku terlalu panik dengan ini.

"Jika ia tidak membunuh Howard, Tony tidak akan menjadi Iron Man. Dan jika tidak ada Iron Man, bumi tidak akan selamat." Jawab Steve dengan napas terengah-engah. Sepertinya ia sedang berlari.

"Ok." Jawabku singkat. Aku langsung melempar Handy Talkie itu dan mencoba meraih lemari besi. Aku mencoba mendorong semampuku untuk menghalangi pintu. Lemari ini terlalu berat.

Bucky berhasil mendobrak pintu dan dengan tatapan mematikannya, ia menoleh ke arahku. Ia berjalan dengan kaku seperti seorang yang sudah dikontrol, dan ia memang dalam kontrol. Bucky mengarahkan tinjunya kepadaku. Aku memiringkan kepalaku untuk menghindarinya. Aku menendang perut Bucky dengan sekuat tenaga. Ia terdorong ke belakang. Pistolku terjatuh dan aku berusaha mengambilnya. Dari sudut mataku aku melihatnya akan menghajarku. Aku langsung menyikut wajahnya dan membuat hidungnya berdarah.

"Setidaknya hidung kita impas." Desisku dengan emosi kepada Bucky. Ia terlihat sangat marah. "Oh tidak. Kau marah." Gumamku.

Bucky mengangkat badanku dan membanting tubuhku ke lantai. Aku mendengar retakan pada lengan kiriku. Badanku menjadi sesak karena menghantam lantai dengan keras sehingga terbatuk-batuk. Bucky dalam posisi berdirinya memiringkan kepalanya untuk siap menghabisiku. Aku mengambil pistol dengan tangan kananku dengan perlahan. Dan langsung menembakkan dengan cepat ke arah pundak Bucky. Peluruku masuk ke dalam pundak Bucky dan membuat lubang disana. Untuk tembakkan kedua ia menahannya dengan tangan besinya.

"Kau sangat curang melawan perempuan dengan tangan besi. Dasar pria bertangan satu." Kataku meledek Bucky. Tatapannya semakin terlihat marah dan tanpa berpikir panjang aku terus menekan pelatuk pistolku. Aku bisa saja membidik jantungnya, tapi itu akan mengacaukan alam semesta, kan. Ia masih menahan lubang pistolku dengan tangan besinya dan ia berlutut di atas badanku.

"7. 6. 5. 4. 3." Kataku sambil menghitung jumlah peluru yang aku tembakkan. Dan tentu saja aku tahu Bucky dapat menahan semua peluru ini dengan tangan besinya.

Bucky merebut pistolku dan meremukkannya hanya dengan satu tangan, kemudian melempar pistolku yang sudah hancur itu.

"HEI. Aku masih punya 2 peluru di dalam sana." Celetukku. Aku tahu aku akan kalah, setidaknya aku masih bisa membuatnya kesal.

Bucky mengarahkan kedua tangannya pada kepalaku. Aku tahu yang akan ia lakukan, ia akan mematahkan leherku dan membunuhku saat ini juga.

"VANESSA!" teriak Steve dari arah pintu. Dan semuanya tiba-tiba menjadi gelap.

(Don't forget to vote. Thank You so much)

Captain America: Another World (X Reader - Bahasa Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang