Aku mendengar suara pintu terbuka dan langkah kaki seseorang masuk ke dalam ruangan. Seorang wanita yang tadi menangkap kami memasuki ruangan. Ia berjalan mendekat dan berdiri di balik jeruji sel kami.
"Siapa kalian? Dan apa yang kalian lakukan dengan tesseract itu?" tanya wanita ini.
Aku dan Steve tidak menjawab pertanyaannya. Wanita itu tidak akan percaya kalau aku lupa ingatan. Dan pasti ada hal yang disembunyikan oleh Steve.
Wanita itu membuka sel tahanan kami dan menyuruh petugas di depan untuk membawa kami ke suatu tempat. Mereka menahan tangan kami ke belakang dan mendorong kami untuk berjalan. Kami pun berjalan mengikuti arahan petugas tersebut. Kami sampai ke sebuah tempat yang hanya berada di sebelah ruangan sel. Ruang interogasi, aku sangat mengetahuinya. Wanita itu membawa aku masuk ke dalam terlebih dahulu. Ia memintaku untuk duduk dan kemudian ia duduk di hadapanku yang terpisah oleh sebuah meja.
"3 pertanyaan singkat. Siapa namamu? Dari mana asalmu? Dan apa tujuanmu?" tanya wanita itu kepadaku. Ia memiliki tatapan yang sangat tajam. Raut wajahnya seolah tidak memberikanmu alasan untuk berbohong.
"Kau tidak akan percaya." Jawabku dengan singkat.
"Cobalah." Pintanya kepadaku.
"Oke. Aku lupa ingatan. Aku tidak tahu apa-pun. Yang aku tahu, aku tiba-tiba tersadar di dekat kotak dengan cahaya biru yang kalian maksud dengan... tesseract?" kataku dengan jujur. Dia tidak akan percaya pastinya.
"Siapa pria yang tadi bersamamu? Apakah kamu mengingatnya?" tanya wanita itu lagi.
"Sudah kubilang aku tidak ingat apa-pun. Dan ia pun tidak mengenalku. Jadi aku pastikan kalau ia tidak bersamaku." Jawabku sambil menggelengkan kepala.
"Oke. Kau boleh keluar dulu." Katanya sambil tersenyum.
"Hanya seperti itu?" tanyaku bingung.
"Ya. Akan membuang-buang waktu bertanya kepada seseorang yang lupa ingatan. Setidaknya kalau kau memang benar-benar lupa ingatan." Katanya.
Aku pun keluar dari ruangan itu dan Steve sudah menunggu di luar. Ia pun bergantian masuk ke dalam ruangan itu. Kepalaku menoleh ke belakang seiring jalanku berpapasan dengannya dan Steve hanya melirik saat kami bersebelahan. Petugas membawaku kembali ke sel.
Aku duduk di dalam sel dan entah menunggu apa. Setidaknya mereka bisa memberikan aku ruangan yang layak. Kepalaku terasa sedikit pusing. Aku menyandarkan badanku pada sudut dinding sambil memeluk kedua lututku.
Aku membuka mataku karena mendengar bunyi pintu sel yang dibuka. Ternyata aku tertidur. Aku melihat Steve kembali masuk yang di antar oleh petugas.
"Sudah bertemu dengan seseorang yang kau maksud tadi? Katanya kau kenal seseorang." Tanyaku mengingat perkataan Steve.
"Tidak." Jawabnya dan langsung duduk di hadapanku.
"Lalu apa yang akan mereka lakukan pada kita?" tanyaku.
"Entah. Mungkin dijadikan bahan percobaan untuk eksperimen aneh." Jawabnya.
"Apa?" kataku kaget.
"Aku bercanda." Katanya sambil tertawa sedikit. "Sebenarnya tidak terlalu bercanda. Tapi tenanglah. Kita akan baik-baik saja. Kita akan keluar dari sini." Lanjutnya.
"Jika, kita keluar dari sini. Aku tetap tidak ingat apa-pun." Kataku sambil sedikit menekan kata jika. "Sebentar... tadi aku sempat tertidur dan mendapatkan mimpi sekilas. Aku melihat seseorang... Hmm... Dengan wajah yang hancur... Ahhh" kataku sambil merintih kesakitan. Kepalaku agak sakit mengingat masa lalu. Aku yakin ini bukan sekedar mimpi. Orang ini adalah dari masa laluku. Steve mendekat kepadaku, ia terlihat agak khawatir melihatku yang agak kesakitan.
"Siapa-pun yang pernah kamu mimpikan, pasti kamu sudah pernah melihatnya." Kata Steve yang sudah duduk di sebelahku.
"Aku tahu. Pria di mimpiku ini, wajahnya benar-benar hancur. Ia seperti berteriak kepadaku." Kataku sambil mencoba mengingat mimpiku dengan jelas.
"Mungkin ia orang yang mengirimmu kesini?" kata Steve.
Aku menggelengkan kepalaku dengan maksud kalau aku tidak tahu apakah itu benar. Aku berpikir mengenai diriku. Aku ragu apakah aku orang baik atau orang jahat sebelum aku lupa ingatan. Satu hal yang jelas, aku tidak mau menjadi orang jahat. Tapi aku meragukan diriku.
"Hei. Ada apa?" Tanya Steve saat melihat diriku begitu gelisah.
"Bagaimana kalau aku adalah orang jahat?" tanyaku sontak.
"Aku sudah banyak menghadapi orang jahat dan aku yakin kamu bukan salah satunya." Jawabnya menenangkanku.
"Bagaimana kau tahu? Mungkin saja aku berusaha untuk mengambil te-teserract-mu itu tapi kau beruntung karena aku lupa ingatan." Sahutku yang masih tidak mempercayai diriku.
"Kalau pun kamu berusaha mengambil tesseract itu, aku akan dengan mudah mengalahkanmu." Ucap Steve sambil menyeringai.
"Kalau memang dirimu sekuat itu, kenapa tidak kabur saja dari sini?" kataku.
"Aku bisa saja. Tapi aku agak penasaran denganmu. Aku penasaran bagaimana kau bisa muncul tiba-tiba dan apa yang menyebabkan dirimu lupa ingatan." Kata Steve.
"Jadi kau mencurigaiku atau mau membantuku?" tanyaku.
"Mungkin keduanya. Aku akan membantumu, setidaknya sampai mengetahui niatmu baik atau buruk." Ujar Steve kepadaku.
"Benarkah kamu akan membantuku?" kataku. Aku senang ada seseorang yang dapat aku percayai saat ini. Steve mengangguk sambil tersenyum kepadaku. "Uh. Panggil saja aku Vanessa." Lanjutku kepada Steve.
"Kamu sudah ingat namamu?" tanya Steve.
"Tidak. Aku tidak mau kamu memanggilku dengan sebutan Hei lagi." Kataku sambil tertawa sedikit. Steve pun ikut sedikit tertawa.
Seseorang wanita paruh baya datang ke ruangan sel. Ia mendekat ke arah kami, wanita itu terlihat sangat cantik tapi aku dapat mengatakan kalau wanita ini memang sudah tua. Rambutnya gelap bergelombang dengan pakaian jas serta lipstik berwarna merah membuat wanita itu terlihat sangat berkelas. Seiringnya berjalan mendekati kami, raut wajah wanita itu terlihat sangat terkejut, aku rasa ia mengenali Steve.
(Jangan lupa Vote. Satu Vote dari kamu sangat berharga. Terima kasih.)
KAMU SEDANG MEMBACA
Captain America: Another World (X Reader - Bahasa Indonesia)
Fanfiction[Fan Fiction Spin Off dari Avengers: End Game] Setelah kemenangan melawan Thanos, Steve hendak mengembalikan Infinity Stones ke garis waktu asalnya. Dalam perjalanannya mengembalikan batu-batu tersebut, Steve dikejutkan dengan kehadiran seorang pere...