"Ayah. Aku tidak sanggup." Rintihku menahan rasa sakit yang diakibatkan oleh tarikan energi makhluk besar di angkasa itu.
"Bertahan, [Y/N]. Aku akan menyelamatkanmu." Ucap ayahku sambil memasangkan mesin waktu berupa jam ke pergelangan tanganku. Aku tahu ia juga merasakan kesakitan, tapi ia berusaha semaksimal mungkin untuk membuatku selamat. Semua manusia di bumi ini merasakan sakit, tetapi manusia yang sudah bermutasi merasakan sakit yang lebih parah termasuk aku dan juga ayahku. Tubuhku dan tubuh ayahku sudah penuh dengan darah akibat petarungan yang sebelumnya kami usahakan dan gagal.
Puing-puing dari atapku runtuh. Angin berhembus sanat kencang. Ayahku berusaha menekan beberapa tombol pada mesin waktu yang sudah dipasangkan kepadaku. Ia memelukku sangat erat sebelum menekan tombol terakhir.
"Bangkitlah." Bisiknya dalam pelukan. Aku sudah tidak dapat bangkit, aku sangat sekarat. Kemudian tubuhku terasa tersedot menjadi sebuah partikel kecil, aku melihat ayahku untuk terakhir kalinya dengan senyum penuh harapan.
Aku terbangun di sebuah ranjang tempat tidur. Semua luka yang aku miliki pulih dan aku merasa bugar. Aku dapat mengingat semuanya. Aku yakin kalau aku sudah mati, dan lagi-lagi aku bangkit. Di sini. Entah dimana. Aku memindai sekitar, ruangan kumuh dengan banyak debu di sekitar membuatku ingin beranjak dari sini dengan cepat. Aku bangun dan berjalan ke balik kain yang digunakan sebagai pembatas. Aku berjalan dengan berhati-hati karena tempat ini terbuat dari rongsok, dan aku tidak ingin tempat ini hancur menimpaku. Aku melihat cahaya matahari yang masuk sedikit melalui celah pintu. Aku bergegas untuk ke pintu tersebut untuk keluar.
"Jangan buka pintunya." Ucap seorang pria dari belakangku. Secara reflek aku menoleh ke belakang dan melihat seorang pria berkepala gundul berjalan secara ringkih ke arahku.
"Kau siapa?" Tanyaku dengan bingung. Saat pria itu mendekat, aku dapat melihatnya lebih jelas karena ruangan ini lumayan gelap. Pria ini memiliki kulit pucat seperti albino.
"Aku Caliban. Aku tahu kau seorang mutan, aku dapat melacakmu. Aku menemukanmu terdampar di gurun." Jawabnya dengan raut wajah mengharapkan aku mempercayainya. Ia mendekat dan memegang tangan kananku dengan kedua tangannya. "Kemarilah." Lanjutnya sambil menarik tanganku perlahan.
Aku tidak perlu melawannya karena aku belum tahu tujuan ia jahat atau baik. Dan dengan dirinya yang ringkih, aku bisa menghajarnya jika dia macam-macam denganku.
Ia membawaku ke sebuah ruangan. Aku melihat seorang pria tua berkepala gundul lainnya duduk di atas kursi roda. Pria itu membalik kursinya untuk melihat ke arahku. Calliban pun meninggalkanku berdua saja dengan pria di kursi roda tersebut.
"[Y/N] Wilson." Ujarnya menyebut namaku. Aku terkejut, bagaimana ia mengetahui namaku. Aku saja belum mengucapkan apa pun. "Rupanya kau tidak mengenaliku. Aku Charles Xavier" katanya memperkenalkan diri. Aku tahu Xavier, tentu saja dengan kursi rodanya yang terkenal itu. Pantas saja ia dapat mengetahui namaku.
"Professor Xavier? Maaf aku tidak mengenalimu, aku hanya pernah melihat foto dari masa mudamu." Kataku kepada Xavier. Ya, aku pernah melihat fotonya di X-Mansion. X-Mansion adalah markas dari anggota X-Men yang dulunya merupakan asrama yang dibangun oleh Charles Xavier atau disebut Professor X.
"Mengapa kau melakukan perjalanan waktu ini?" Tanyanya. Tentu saja ia mengetahui tentang perjalanan waktuku.
"Aku rasa aku tidak perlu menjawabnya. Kau sudah dapat membaca pikiranku, kan?" Jawabku mengingat kemampuan Professor X adalah pengendalian pikiran.
Xavier mengangguk dengan keadaan lemah. Melihat keadaannya di tempat seperti ini membuatku merasa iba. Sekaligus mengingatkanku dengan ayahku saat memainkan kursi roda milik Xavier saat berada di X-Mansion. Ya, ayahku seidiot itu.
"Apa yang terjadi di sini?" Tanyaku kepadanya.
"Kau datang ke garis waktu yang salah. Kami tidak bisa membantumu. Seluruh manusia mutan sedang diincar dan hampir tidak ada lagi. Disini aku hanya bersama Caliban dan James, atau yang mungkin kamu tau Logan." Jawabnya kepadaku.
"Logan si Wolverin?" Tanyaku untuk meyakinkan.
"Ya. Mungkin kami tidak bisa membantumu dengan tenaga kami. Tapi kami bisa membantu mengarahkanmu kepada orang yang tepat untuk mencegah datangnya Galactus di realitamu." Ucapnya. Aku baru mengetahui bahwa makhluk besar yang menyedot energi dari planetku bernama Galactus.
Xavier terdiam dan menatapku dengan tatapan aneh. Ia terlihat seperti orang yang bingung dan ketakutan. Aku menoleh ke arah belakangku untuk memastikan bahwa yang ia lihat adalah aku. Tidak ada siapa pun di belakangku, hanya ada Caliban di tempat ini tetapi Caliban berada di luar ruangan Xavier. Aku melihat kembali ke arah Xavier.
"Kau siapa?" katanya dengan nada ketakutan. Aku pun terkejut, baru saja ia mengenalku, dan ia bertanya padaku lagi.
"Aku [Y/N]" kataku. Tapi ia masih terlihat ketakutan. "Aku [Y/N] Wilson. Kita baru saja mengobrol tadi. Tadi kau mengatakan tentang diriku yang salah datang ke garis waktu." Ucapku. Aku berusaha menenangkan Xavier. Aku memegang kedua pundaknya dengan lembut.
Ia langsung melepas kedua tanganku dari pundaknya dan terlihat semakin ketakutan.
"Menjauh dariku!" teriaknya padaku. Aku langsung memundurkan langkah kakiku dan melihatnya dengan penuh tanya. Tubuh Xavier mulai bergetar dan semakin lama bergetar semakin kencang, kurasa ia mengalami kejang. Kepalaku begitu sakit. Pandanganku kabur. Aku tidak dapat melihat apa pun dengan jelas. Aku berusaha bertahan dalam posisi berdiriku, tetapi rasa sakit ini melebihi apa pun. Aku pun terjatuh lemas sambil menahan rasa sakit dari kepalaku.
Note (universe, timeline and movie reference):
- Deadpool (2055)
- Logan (2033)(Hi. Dont forget to vote. Thank You)
KAMU SEDANG MEMBACA
Captain America: Another World (X Reader - Bahasa Indonesia)
Fanfiction[Fan Fiction Spin Off dari Avengers: End Game] Setelah kemenangan melawan Thanos, Steve hendak mengembalikan Infinity Stones ke garis waktu asalnya. Dalam perjalanannya mengembalikan batu-batu tersebut, Steve dikejutkan dengan kehadiran seorang pere...