Part 4: Captain America

1.2K 245 4
                                    

Kami pun sampai di sebuah rumah tua yang asri. Peggy mempersilahkan kami untuk keluar dari mobil dan mengikutinya. Aku rasa ini adalah rumah milik Peggy. Aku dan Steve duduk di sofa dan Peggy duduk di kursi depan kami. Steve memakai alat miliknya di telapak tangannya dan mencoba untuk menekan tombol di sana. Raut wajahnya terlihat bingung. Aku dan Peggy juga tidak tahu apa yang terjadi.

"Alatnya rusak." Ujar Steve. "Seharusnya aku dapat kembali ke masa depan untuk mencari tahu tentang Vanessa." Lanjut Steve.

"Kita akan mencari solusinya." Kata Peggy sambil menyilangkan kedua tangannya.

"Siapa yang dapat memperbaiki alat ini?" tanyaku pada Steve.

"Stark." Jawabnya.

"Howard?" tanya Peggy.

"Bukan. Anaknya. Tony Stark." Jawab Steve. "Tapi aku rasa Howard dapat membantu. Uh, bolehkah aku berbicara berdua bersama Vanessa?" Lanjutnya.

"Baik. Aku akan menyiapkan minuman untuk kalian." Kata Peggy dan ia meninggalkan aku dan Steve.

"Vanessa. Dengar, ada beberapa aturan mengenai waktu di alam semesta ini. Kita tidak boleh mengubah suatu takdir yang sudah terjadi. Jangan membuat seseorang mengubah keputusannya di masa depan, jangan membunuh, dan yang terutama adalah Infinity Stones. Salah satunya adalah tesseract itu, maka dari itu tadi aku akan mengembalikannya." Kata Steve.

"Tapi tadi kamu memberitahu Peggy tentang kekacauan di masa depan." Kataku.

"Tidak secara detail, ia tidak tahu." Katanya padaku.

"Apa yang terjadi kalau aturan itu dilanggar?" tanyaku.

"Apabila suatu takdir diubah, garis waktu akan bercabang dan membuat banyak dunia paralel. Agak rumit untuk menjelaskannya, tapi percayalah." Jawab Steve.

"Bagaimana jika Peggy seharusnya ditakdirkan untuk meminum teh di kantor dan bukan di sini bersama kita?" ujarku.

"Minum teh bukanlah takdir." Katanya sambil menyeringai.

"Oke, terserah padamu. Aku akan mengikuti saja." Kataku tanpa ingin mengambil pusing.

Peggy pun datang membawa nampan yang berisi 2 cangkir teh untuk aku dan Steve. Ia memberikan cangkir itu kepada kami. Aku tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada Peggy.

"Bagaimana kalau keluarga Peggy melihat kita?" bisikku kepada Steve sambil meminum teh dari cangkir.

"Suamiku sedang ke luar kota. Aku sudah tidak tinggal bersama anak-anakku." Jawab Peggy sambil tersenyum. Rupanya Peggy mendengar bisikanku kepada Steve. "Ada 2 kamar kosong di atas, dulunya milik anak-anakku. Kalau kalian ingin menetap, boleh saja." Lanjut Peggy.

Aku menoleh ke arah Steve, aku tidak dapat memutuskannya karena aku tidak begitu mengenal Peggy. Steve pun menyetujuinya dan aku hanya mengikuti keputusan Steve.

"Aku harus kembali ke tempat kerjaku. Tidak apa kalau aku tinggal?" kata Peggy sambil berdiri.

"Ya, tidak apa. Terima kasih banyak, Peggy." Ujar Steve.

"Baik. Anggap saja seperti rumah sendiri. Aku akan kembali nanti malam." Kata Peggy sambil terburu-buru.

Peggy pun pergi meninggalkan kami. Aku dan Steve masih duduk di sofa ruang tamu milik Peggy.

"Apa yang kita lakukan sekarang?" tanyaku pada Steve.

"Bukan hanya dirimu yang membutuhkan mesin waktuku. Aku seharusnya tidak menetap di tahun ini." Jawab Steve.

"Mengapa Peggy mengenalmu padahal kamu dari masa depan." Tanyaku pada Steve.

"Oke aku akan jelaskan. Aku lahir tahun 1918 dan aku bergabung dengan suatu program di tahun 1943, di tahun itu aku bertemu Peggy. Suatu kecelakaan terjadi dan aku beku selama 70 tahun, terbangun di tahun 2011. Menjalani hidupku sebagai seseorang yang harus bertarung dengan orang jahat selama 12 tahun dan kembali ke tahun ini untuk mengembalikan benda yang kupinjam." Jelasnya dengan padat dan singkat.

"Jadi kau adalah seorang pahlawan?" tanyaku.

"Bisa dikatakan begitu. Tapi tidak, aku hanya melakukan hal yang kuanggap benar untuk negara ini." Jawab Steve.

Aku mengangguk dan berdiri dari sofa. Aku melihat-lihat sekitar di ruang tamu Peggy. Aku melihat beberapa foto Peggy bersama anak-anaknya, tapi tidak ada foto milik suaminya. Aku melihat sebuah buku majalah yang diletakkan di atas lemari kecil. Pria yang berada di sampul majalah itu langsung menyadarkanku akan suatu hal.

"Apakah ini dirimu? Captain America?" tanyaku sambil memperlihatkan majalah itu kepada Steve.

Steve mengambil buku majalah itu dan melihat sampulnya. Ia mengerutkan dahinya dan mengembalikan majalah itu padaku. Aku mengambil majalah itu dan membuka halaman demi halaman, membaca secara singkat mengenai Steve. Aku rasa ia tidak berbohong mengenai semuanya.

"Apa rencanamu untuk sekarang?" Tanyaku menatap Steve.

"Meminta Howard memperbaiki alat ini, semoga saja ia dapat membuat alat ini kembali berfungsi. Aku akan kembali ke masa depan untuk mengambil alat seperti ini untukmu. Dan kita bisa mencari tahu bersama mengenai apa yang terjadi padamu" Jelasnya padaku.

"Dan apa yang akan kau lakukan setelah itu?" tanyaku.

"Melanjutkan hidupku." Jawabnya sambil tersenyum. Senyuman Steve kali ini terlihat berbeda. Ia seperti kecewa akan suatu hal. "Baik, aku akan ke atas untuk beristirahat." Lanjutnya dan dia segera berdiri. Ia naik ke atas.

Aku membaringkan badanku di sofa untuk beristirahat, aku agak sungkan untuk pergi ke kamar anaknya Peggy. Aku memejamkan mataku dan berharap aku dapat mengingat semuanya ketika aku terbangun.

(I'd like to read you comment. Please vote, satu vote dari kalian berharga. Thank you)

Captain America: Another World (X Reader - Bahasa Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang