"Vanessa." Suara wanita dengan lembut membangunkanku. Aku membuka mataku dan melihat Peggy di sampingku bersama seorang pria berkumis di sampingnya.
Aku langsung bangun dan duduk. Aku merapikan rambutku.
"Dimana Steve?" tanya Peggy kepadaku.
"Di atas." Jawabku singkat.
Ia tersenyum dan langsung ke atas untuk memanggil Steve. Pria berkumis yang tadi bersama Peggy duduk di kursi depanku sambil tersenyum. Terjadi keheningan antara aku dan pria ini. Aku takut untuk memulai pembicaraan karena aku takut mengatakan hal yang tidak seharusnya.
"Um, Vanessa, Steve, ini... Howard Stark. Tuan Stark, perkenalkan ini Vanessa dan seperti yang sudah kau kenal, ini Steve." Kata Peggy memperkenalkan kami semua.
"Steve? Kau masih muda?" ucap Howard dengan senyuman bercampur terkejut pada wajahnya. Howard memeluk Steve dengan ramah.
"Banyak yang tidak bisa aku jelaskan, tapi aku membutuhkan bantuanmu." Kata Steve dalam pelukan Howard.
"Jadi. Bagaimana?" tanya Howard.
Steve mengeluarkan alat dari kantung celananya. Ia menyerahkan alat itu kepada Howard.
"Alat ini yang membawaku kesini. Aku harap kau dapat memperbaikinya." Kata Steve. Howard melihat-lihat alat ini. Raut wajahnya terlihat bingung sekaligus bersemangat.
"Keberatan apabila aku membawanya untuk aku selidiki?" tanya Howard kepada Steve.
"Tentu saja tidak apa. Asalkan kau tetap merahasiakan ini." Kata Steve pada Howard.
"Peggy bilang anakku yang menciptakan ini?" tanya Howard. Steve mengangguk sambil menunduk.
"Baik, aku akan mengabarimu besok." Kata Howard.
Pertemuan itu begitu singkat dan aku tidak dapat menyalahkan hal itu. Semua memang harus dilakukan dengan cepat. Apa-pun yang membawaku ke kesini, pasti ada alasannya. Peggy mengantarkan Howard untuk keluar. Steve duduk di sofa sambil merenung.
"Ada apa, Steve?" tanyaku khawatir akan Steve yang terlihat murung.
"Tony Stark. Ia mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan dunia. Melihat Howard sangat mengingatkanku dengan Tony." Gumam Steve sambil melihat ke arahku.
"Oh, maafkan aku. Tapi semua itu sudah berlalu. Dan kalau kau memang percaya dengan takdir, mungkin itulah yang seharusnya terjadi. Semua akan membaik, Steve." kataku menenangkan Steve.
"Terima kasih, Vanessa." Ucapnya sambil tersenyum.
***
"Vanessa, bangun. Ada yang harus kita kerjakan hari ini." Suara Steve terdengar dalam mimpiku. Aku langsung terbangun dan memang benar itu adalah Steve. Aku mengangguk dan Steve beranjak dari kamar tidur milik anaknya Peggy yang aku tempati dari semalam.
Aku meregangkan badanku dan duduk di atas tempat tidur. Aku menoleh ke arah meja nakas di sampingku. Di atasnya masih tergeletak satu setel pakaian terlipat rapi yang semalam Peggy pinjamkan untukku pakai hari ini. Di atasnya terdapat sebuah sikat gigi yang Peggy belikan untukku. Aku mengambilnya dan berdiri untuk menuju kamar mandi yang terletak di luar kamar tidur ini.
Setelah aku selesai bersiap-siap, aku menuruni anak tangga untuk menemui Peggy dan Steve.
"Hai Vanessa. Aku sudah menyiapkan makanan untukmu, kemarilah." Sambut Peggy kepadaku dengan ramah. Aku tidak berharap mendapatkan sebuah sambutan yang sebegitu ramahnya, tapi aku bersyukur merekalah yang ada bersamaku saat ini. Bayangkan saja apabila aku tidak bertemu Steve, mungkin aku masih ditahan di sel.
Aku menghampiri Peggy dan Steve yang sudah duduk di meja makan. Peggy mengambilkan dan memberikan semangkuk sup untuk masing-masing kami bertiga.
"Bagaimana pendapatmu tentang gaya berpakaian tahun 70-an?" tanya Peggy sambil tersenyum melihatku memakai pakaian miliknya.
"Um, keren. Aku rasa bukan pakaian yang biasa akan aku pakai, tapi ini bagus." Jawabku kepada Peggy. Sebenarnya aku tidak terlalu suka berpakaian seperti ini, aku lebih menyukai celana ketat dibandingkan celana besar sepeerti ini. Tapi aku harus bersikap ramah, kan.
Setelah kami semua menghabiskan makanan, kami langsung keluar dan masuk ke dalam mobil milik Peggy. Kami duduk dengan posisi duduk seperti kemarin. Dalam perjalanan aku melihat ke arah luar, jalanan tidak terlalu ramai. Aku tahu aku hilang ingatan, tapi kondisi jalanan yang aku tahu adalah sebuah kota dengan mobil padat merayap di setiap jalannya.
Peggy pun memberhentikan mobilnya di depan sebuah rumah yang memiliki halaman depan sangat luas. Rumah yang sederhana.
"Ini rumah milik Howard, kalian masuk saja. Aku harus kembali ke Camp Lehigh untuk bekerja. Aku rasa Howard sudah menunggu." Ucap Peggy dengan senyum sambil menoleh ke arahku. Aku mengucapkan terima kasih kepada Peggy dan keluar dari mobil untuk membiarkan Steve berpamitan bersama Peggy. Aku terus-terusan merapikan celanaku, seandainya aku dapat memotong celana ini.
Steve pun keluar dari mobil dan Peggy pergi meninggalkan kami. Aku dan Steve berjalan melalui halaman luas. Bau rerumputan hijau yang baru dipangkas masuk melalui rongga hidungku. Bau yang sangat menenangkan.
"Aku tahu kamu berbohong." Kata Steve tanpa menoleh ke arahku dan memfokuskan matanya ke depan.
(I'd like to read you comment. Please vote, satu vote dari kalian berharga. Thank you)
KAMU SEDANG MEMBACA
Captain America: Another World (X Reader - Bahasa Indonesia)
Fanfiction[Fan Fiction Spin Off dari Avengers: End Game] Setelah kemenangan melawan Thanos, Steve hendak mengembalikan Infinity Stones ke garis waktu asalnya. Dalam perjalanannya mengembalikan batu-batu tersebut, Steve dikejutkan dengan kehadiran seorang pere...