Beberapa wanita dengan berpakaian merah menyambut kami. Dan aku melihat seorang berpakaian berbeda dari yang lainnya. Steve dan Bucky berhenti saat kami berhadapan orang itu. Yang aku tebak mereka adalah pimpinan di tempat ini. Mereka menyilangkan tangan mereka di dada.
"Selamat datang kembali di Wakanda." Ucap pria yang berpakaian hitam sambil menyilangkan tangannya di dada.
"Apa yang harus aku lakukan? Melakukan gerakan X-Force seperti mereka?" Bisikku pada Bucky.
"X-Force?" Bisik Bucky kembali padaku. Oh ya aku lupa, ia tidak berasal dari duniaku. Tentu saja ia tidak tahu apa itu X-Force.
Pria yang berpakaian hitam itu memeluk Steve dengan ramah.
"Raja T'Chala." Ucap Steve saat memeluk orang itu. "Perkenalkan, ini [Y/N]." Lanjut Steve sambil mengenalkanku. Aku hanya menunduk sopan karena aku agak gugup dengan barisan tentara wanita berpakaian merah di sini.
"Selamat datang di Wakanda, [Y/N]." Ucap Raja T'Chala sambil menjabat tanganku. "Dan James" lanjutnya saat melihat Bucky kemudian memeluknya ramah. Jadi Steve dan Bucky berteman dengan seorang raja. Wow.
Raja T'Chala membawa kami ke dalam. Ia membawa kami ke gedung pusat yang berada di tengah negara ini. Keseluruhan gedung, interior, dan perabot di sini sangat futuristik. Aku berasa ketinggalan zaman, padahal aku tinggal di 30 tahun lebih maju dari pada mereka.
Ia dan adiknya yang bernama Shuri membawa kami berkeliling dan mengenalkanku akan tempat ini. Steve dan Bucky tidak ikut, mereka pergi ke tempat yang akan kami inapi. Selama berkeliling Raja T'Chala bertanya mengenai masalah yang ada di duniaku. Aku menjelaskan semua kepadanya dan adiknya. Raja T'Chala begitu ramah kepadaku. Aku kira seorang raja akan bersikap kaku, tapi tidak dengannya. Apalagi adiknya, aku menyukai sikap adiknya. Setidaknya ada seorang yang cukup konyol sepertiku, karena selama aku tiba di dunia ini, semua orang terlalu serius.
Raja T'Chala mengatakan bahwa ia akan membantu kami, apa pun yang kami butuhkan. Ia sudah menganggap Steve dan Bucky menjadi bagian dari Wakanda.
Karena saat kami tiba hari sudah malam, Ia mengantarkan aku kembali ke Steve dan Bucky untuk beristirahat. Di sini terdapat banyak kamar luas dan mewah untuk di tempati. Aku tidak perlu tidur di sofa dan Steve tidak perlu tidur di karpet apartemen Bucky.
***
Pada pagi harinya aku terbangun. Kasur empuk yang sudah cukup lama tidak aku rasakan membuatku bangun agak siang. Aku melihat ke arah jendela dan melihat Bucky bersama Steve berada di lapangan bawah sedang berjalan bersama. Pemandangan dan suasana disini membuatku merasa tenang, tidak seperti di New York. Bahkan rumah asri milik Peggy pun tidak terasa senyaman ini.
Aku pergi ke kamar mandi untuk bersiap-siap. Baik sekali negara ini memberikan pakaian untukku. Saat di apartemen Bucky, aku hanya membeli 2 pakaian untukku pakai. Dan Steve memakai pakaian milik Bucky. Disini, kami dipinjamkan baju.
Setelah aku selesai dengan urusan pribadiku. Aku turun ke bawah untuk menghampiri Steve dan Bucky. Aku melihat mereka dari kejauhan seperti sedang melempar sesuatu ke arah pohon. Saat aku mendekat, terlihat jelas mereka sedang mengobrol sambil berlatih melempar pisau.
"Hei." Sapaku kepada mereka.
"Hei. Kau menyukai tempat ini?" Tanya Steve padaku.
"Sangat. Tempat ini membuatku terasa... Umm" Jawabku sambil memikirkan kata yang tepat.
"Tenang." Sahut Bucky menyelesaikan kalimatku. Rupanya perasaan ini juga dirasakan semuanya.
"Ya. Tenang." Kataku sambil tersenyum. "Kalian berlatih untuk melawan Dormammu?" Lanjutku.
"Aku tidak yakin Dormammu dapat dikalahkan dengan sebilah pisau. Tapi apapun itu, kita harus bersiap dan memaksimalkan semua kemampuan kita." Jawab Steve sambil melihat ke arah pisau yang ia pegang. Ia melempar pisau itu. Pisau itu tertancap pada sebuah batang pohon tepat berhimpitan dengan pisau milik Bucky.
"Ayo. Tunjukkan kemampuanmu." Kata Bucky kepadaku sambil menyerahkan sebuah pisau padaku.
Aku mengambil pisau tersebut dan bersiap. Aku mengambil ancang-ancang untuk melemparkan pisau itu ke target pohon seperti yang mereka lakukan. Aku melempar dengan tenagaku.
Lemparan pisauku hanya berjarak sejengkal dari lemparan mereka.
"Tidak buruk. Tapi jika kau menargetkan mata, pisau itu hanya akan menyerempet telinga targetmu." Ucap Steve saat melihatku melempar pisau.
"Masih mending menyerempet telinga. Sepertinya pisaunya akan terjatuh duluan sebelum mengenai target." Celetuk Bucky.
"Kalau berani, coba saja berdiri di pohon itu." Jawabku atas celetukkan Bucky.
"Posisikan tangan kirimu lurus sejajar dengan mata dan target. Kemudian tangan kananmu yang memegang pisau harus melempar ke arah yang ditargetkan tangan kirimu. Coba lah." Lanjut Steve memberikan saran padaku. Bucky mengambil ketiga pisau yang sudah tertancap di pohon dan memberikan ketiganya padaku.
Aku mengikuti saran dari Steve. Dengan 2 pisau yang aku pegang di tangan kiri, dan 1 pisau di tangan kananku. Aku melakukan ancang-ancang dengan tangan kiriku, kemudian melempar pisau yang ada di tangan kananku. Saat aku melempar pisau tersebut, aku langsung mengambil satu pisau lagi dari tangan kiriku, melemparnya lagi ke arah yang sama. Dan tersisa satu pisau yang aku lempar juga. Semua Pisauku menancap di tempat yang sama. Saran dari Steve bekerja dengan baik. Steve dan Bucky mengangguk bangga melihat kemampuanku. Seperti yang sudah Steve tebak, aku sudahlah terlatih. Ayahku yang melatihku.
(Vote. Thank You)
KAMU SEDANG MEMBACA
Captain America: Another World (X Reader - Bahasa Indonesia)
Fanfiction[Fan Fiction Spin Off dari Avengers: End Game] Setelah kemenangan melawan Thanos, Steve hendak mengembalikan Infinity Stones ke garis waktu asalnya. Dalam perjalanannya mengembalikan batu-batu tersebut, Steve dikejutkan dengan kehadiran seorang pere...