Vanessa's POV
Saat aku terbangun. Semua ingatanku seakan di unduh kembali dalam otakku. Aku merasakan tubuhku menyembuhkan dirinya dan membuatku lebih bugar dari sebelumnya.
"Steve, aku sudah ingat. Kita harus kembali ke masa depan. Ada seseorang yang harus kutemui." Ucapku mengingat misi apa yang harus aku jalani selama ini.
"Ke tahun berapa? Siapa yang harus kau temui?" Tanya Steve untuk memastikan padaku.
"Aku tidak kenal. Tapi ia dipanggil Doctor Strange." Jawabku dengan pasti.
"Aku pernah bertemu dengannya. Aku dapat membantumu, Vanessa." Ucap Steve.
"Namaku bukan Vanessa. Ternyata itu nama ibuku." Ucapku sambil tertawa sedikit. "Aku [Y/N]" lanjutku mengulang perkenalan diri seperti saat di sel. Aku mengulurkan tanganku untuk menjabat tangan Steve. Ia sedikit tertawa dan menjabat tanganku. Aku pun melakukan hal yang sama kepada Howard. Bukan hal penting, tapi aku ingin saja melakukannya.
"Dan kita hanya butuh Partikel Pym" ucap Howard.
"Oh ya. Sepertinya Peggy akan membawakannya, kita tunggu saja sampai ia pulang." Kata Steve.
"Baik, aku akan menelepon orangku untuk membatalkan pemakaman Vanessa." Ucap Howard sambil melihat ke arahku. "Maksudku [Y/N]. Lalu aku akan menelepon kantor Peggy untuk memastikannya" Lanjut Howard. Oh, hampir saja aku melewatkan jadwal pemakaman diriku, untungnya tidak jadi.
"Teknologimu kuno, Steve. Aku memiliki mesin waktu selama ini. Lihat." Kataku sambil melihat ke arah jam tanganku. Ya, jam ini adalah mesin waktu yang sudah membawaku ke masa lalu dan membawaku ke dunia ini. Aku mencoba menekan tombol dari mesin waktuku, tapi tidak berfungsi. "Ternyata juga rusak" Kataku dengan kecewa. Tidak terlalu kecewa, sih.
"Mungkin karena ledakkan Tesseract kemarin. Ledakkan itu juga merusak mesin waktuku." Ucap Steve padaku.
"Jadi kita tetap membutuhkan Partikel Pym. Oke, aku akan menelepon dulu." Ucap Howard yang memang jasanya sangat berguna.
"Jangan lupa untuk menyamarkan kata-kata partikel Pym saat menelepon Peggy. Bisa saja panggilannya terbuka di telepon lain." Saran Steve kepada Howard.
"Tentu saja. Kecerdasanku sudah memikirkan hal itu sendiri." Jawab Howard dengan percaya diri.
"Pantas kepalamu besar" celetukku. Aku tersadar dengan ucapanku. "Oh, maafkan aku, Howard." Lanjutku meminta maaf atas celetukkanku yang keluar entah dari mana. Sebenarnya aku tahu dari mana asalnya, pastinya keturunan ayahku.
Howard tidak tersinggung dengan perkataanku, malah ia terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. Ia pun pergi meninggalkan aku dan Steve untuk melakukan panggilan telepon. Setelah Howard beranjak, Steve langsung menoleh ke arahku. Aku tahu apa yang akan terjadi, ia akan menjadi pewawancara dengan menanyakan banyak pertanyaan padaku.
"Katakan apa saja yang kau ingat." Ucap Steve kepadaku.
"Semuanya. Kau mau aku mengatakan perjalananku dari bayi, merangkak, sekolah, ciuman pertama, --" Jawabku dengan mengartikan secara harafiah perkataan Steve, dan tentu saja ia memotongnya.
"Bukan. Tentang bagaimana kau bisa ke sini. Apa yang terjadi?" Tanya Steve dengan tenang. Aku tahu sebenarnya ia sedikit emosi mengetahui sifatku yang ternyata sebrutal ini. Tapi ia hanya bersikap baik.
"Aku bukan dari dunia ini. Disini, kalian mempunyai Av-- Uh-- Avengers?" Kataku dengan ragu. Steve menganggukkan kepalanya mengonfirmasi kebenaran perkataanku. "Dan di duniaku, kami punya X-Men. Suatu hari di masa depan, planetku sekarat karena kedatangan makhluk multiversal yang akan melahap planetku. Ayahku melemparku ke masa lalu dengan jam mesin waktu tadi. Aku mati, tetapi bangkit dari kematian adalah kemampuanku. Ternyata aku terlempar ke dunia dimana bumi lebih kacau, kemudian aku pergi lagi dan berhasil ke duniamu." Jelasku pada Steve.
KAMU SEDANG MEMBACA
Captain America: Another World (X Reader - Bahasa Indonesia)
Fanfiction[Fan Fiction Spin Off dari Avengers: End Game] Setelah kemenangan melawan Thanos, Steve hendak mengembalikan Infinity Stones ke garis waktu asalnya. Dalam perjalanannya mengembalikan batu-batu tersebut, Steve dikejutkan dengan kehadiran seorang pere...