Aku nggak akan bosen buat minta vote dan komen sama kalian.So, jangan sampe lupa buat komen di setiap paragraf ya guys
Selamat membaca semua💗
-oOo-
"Ibu mengerti sekali kondisimu Alin. Tapi, ini udah terhitung tiga bulan kamu tidak membayar spp. Ibu juga hanya menjalankan tugas saja."
Alin duduk tertunduk lesu di depan Bu Cecet. Mukanya sirat akan sedih bercampur bingung. Semenjak Papanya dipenjarakan akibat terjerat kasus korupsi, semenjak itu jugalah Mamanya ikut menghilang entah kemana. Meninggalkan Alin tanpa pesan, maupun titipan apapun.
"Ibu harap, sebelum ujian akhir semester ini, kamu bisa melunasi semua tunggakannya. Masih ada waktu satu bulan lagi untuk kamu membayarnya Lin," kata Bu Cecet lagi.
Alin mengangguk, menahan tumpukan dan macam perasaan yang berkecamuk dalam dirinya. "Baik Bu, akan saya usahakan. Sebelumnya, terimakasih atas kesempatan yang udah diberikan sama saya."
Bu Cecet mengangguk prihatin. "Sekarang kamu bisa pulang."
Alin mengangguk, kemudian berdiri dan membawa langkahnya keluar dari ruangan Bu Cecet.
"Andai aja papa nggak kena kasus ini." Alin berujar seraya memandang jauh ke depan lapangan sekolah yang sudah sepi. Tatapannya penuh dendam dan amarah yang tertumpuk. Belum lagi Mamanya yang seperti tidak peduli lagi bahwa Alin adalah anaknya.
Dari samping ruangan tersebut, Athaya sengaja ingin mendengar percakapan antara Bu Cecet dengan Alin. Karena dari beberapa hari yang
lalu, dia memperhatikan Alin sedang tidak baik-baik saja."Alin, ternyata lo lagi nggak baik-baik aja."
***
Suara obrolan, candaan, tawaan dan sahut-sahutan memesan makanan terdengar cukup riuh di Watoki. Warung itu saat ini cukup ramai dijamahi oleh anggota Zedeza, termasuk juga Athala bersama dengan teman-temannya yang lain.
"Nangis betul gue liat sepatu gue dilempar Bu Cacat ke selokan anjing," kata Jon curhat, dengan muka nelangsa.
"Cacat Cacat, suka amat pelesetin nama guru. Kualat lo entar," komentar Saga.
Athala setelah menaruh botol Aquanya di atas meja menoleh pada Jon. "Untung gak nilai lo yang dibikin jadi D sama Bu Cecet Jon."
Gilang mengangguk. "Mana lo ngumpetin ponsel dia lagi. Gue malah nebak elo yang bakal dicemplungin ke selokan."
Barbar tertawa karenanya. "Bener brader, untung only your shoes."
"Lo liat muka Bu Cecet tadi nggak? Serem banget coy, macam jumpscare The Conjuring." Vando menggelengkan kepala, tidak mau mengingat lagi bagaimana ekspresi marah guru tersebut karena ulah Jon.
"Satu sama kan, sepatu vs ponsel. Mending Bu Cecet hpnya ga kenapa-napa. Lah sepatu gue?"
Barbar lagi-lagi tertawa. "Ikhlasin bae lah Jon, doain aja nilai lo aman semester ini. Sekarang nilai mah di tangan kanjeng ratu Cecet."
Perihal kejadian beberapa hari lalu, sudah berhasil mereka selesaikan dengan baik. Dengan kepala dingin dan juga mengesampingkan ego masing-masing tentunya. Sekarang sudah berjalan seperti biasa, meskipun siapapun dalam masalah ini, patut untuk dicurigai. Semuanya bisa saja masuk dalam kemungkinan yang belum pasti.
"Njir!" umpat Saga, cowok itu tengah mengotak-atik laptopnya sedari tadi. Suara cowok itu membuat teman-temannya menoleh ingin tahu, karena mereka tahu juga apa yang sedang Saga usahakan.

KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALA
Teen FictionDia tetap jatuh cinta paling bahagia. Meskipun di akhir cerita, aku menyakitinya karena harus.