Para siswa berhamburan di tengah lapangan menuju musholla sekolah. Hari ini hari Jumat, laki-laki muslim harus melaksanakan kewajibannya untuk melaksanakan sholat Jumat.
Seperti anak-anak nakal dan bandel pada umumnya, selalu saja sangat susah untuk disuruh sholat Jumat tepat waktu. Bukan hanya anggota Classy Bastard saja, teman-teman yang lain juga turut serta mengerjai Pak Husein yang jabatannya koordinator kesiswaan.
Mereka berlari-lari di sepanjang koridor lalu bersembunyi supaya tidak melaksanakan sholat Jumat. Sementara Pak Husein berusaha mati-matian mengejar dan menangkap mereka sambil membawa rotan yang kira-kira panjangnya 80 cm.
Tentu saja Pak Husein kalah. Satu banding banyak. Yang ada, Pak Husein ngos-ngosan dan pasrah.
"Eh, Pak Hus udah balik tuh," ucap salah satu dari anak-anak nakal yang baru saja keluar dari lemari kelas. Ya, tempat persembunyiannya.
Mendengar itu, yang lain berhamburan keluar dari tempat persembunyiannya masing-masing. Ada yang di bawah kolong meja guru, di balik pintu, di dalam lemari, bahkan menelungkup lalu menutupi seluruh tubuhnya dengan taplak meja guru.
Begitu saja sudah seru bagi mereka.
Mereka tahu apa yang dilakukannya hanyalah perbuatan yang sama sekali tidak berguna.
Masih sadar dan tahu diri kepada Tuhan, satu per satu dari mereka bergegas mengambil sajadah dan peci dari tasnya masing-masing lalu pergi ke musholla untuk melaksanakan sholat Jumat.
Menjengkelkan bukan? Lari-lari menjauh dari Pak Husein seolah tidak ingin melaksanakan sholat, tapi akhirnya setelah Pak Husein pergi, ternyata mereka tetap melaksanakan sholat. Sungguh, perbuatan yang sangat tidak patut dicontoh, tapi boleh dicoba.
Gerry mengobrak-abrik tas ranselnya. Mencari sajadah yang seingatnya tadi pagi sudah dibawa.
"Ngapain?" tanya Alexi yang mulai tertarik untuk bertanya pada laki-laki yang duduk sebangku dengannya.
"Sajadah gue, kayaknya gue gak bawa deh." Laki-laki imut itu masih setia mencari sajadahnya. "Duh ... apalagi di musholla pasti udah penuh anak. Kita kan sholatnya di lapangan, masa iya gue gak pakai sajadah."
Mungkin itu pelajaran bagi Gerry supaya Jumat depan tidak ikut mengerjai Pak Husein lagi. Itulah akibatnya, dia akan mendapat tempat yang panas dan tanpa karpet. Di lapangan.
"Ya udah, pake alas koran aja, Ger," saran Alexi sambil melipat sajadahnya menjadi panjang lalu diselempangkan di bahu kanan. Tak lupa juga dia memasang pecinya. Kalau begini, Alexi terlihat cukup menawan. 'Cukup' yang artinya hanya beberapa persen saja.
Gerry memanyunkan bibirnya kesal. Masa iya Gerry harus memakai alas koran sementara yang lain memakai sajadah?
Pasrah. Gerry memutuskan untuk mengikuti saran Alexi. Dia berjalan seiringan dengan Alexi dan anggota Classy Bastard lainnya. Sesekali Yudha menertawai Gerry tanpa rasa iba. Tentu saja ini terlihat lucu, saat yang lain menyelempangkan sajadah di bahunya, Gerry malah menyelempangkan koran.
"Gerry, kamu kok gak bawa sajadah malah bawa koran?" Suara gadis yang terdengar sangat lembut membuat langkah kaki Gerry dan keenam lainnya berhenti.
"I-iya, Din aku lupa bawa sajadah. Kata Alex pakai koran aja," jawab Gerry. Sebenarnya dia merasa sangat malu. Satu-satunya gadis yang memergokinya membawa koran.
Dinda tertawa kecil melihat wajah Gerry yang lusuh. "Tunggu sebentar."
Hingga akhirnya gadis itu berjalan menuju tempat duduknya dan mengambil sajadah dari tas ransel berwarna ungu miliknya. Berjalan menghampiri Gerry yang setia berdiri di ambang pintu kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Classy Bastard in Love [Tamat]
Подростковая литератураClassy Bastard, itu nama geng kami. Bukan, kami bukan kumpulan geng motor, berandalan, atau lainnya. Bukan juga gengster yang memiliki banyak musuh dan dendam terhadap geng-geng lain. Nama itu kami buat hanya supaya terlihat mengerikan, kenyataannya...