"Gerry, aku minta maaf." Laki-laki yang namanya disebut menoleh. Dinda sedang berjalan dari arah koridor barat menuju tempat di mana Gerry menyendiri. Ya, Gerry sedang duduk-duduk di tangga yang memperlihatkan langsung suasana ramai lapangan.
Laki-laki itu menggeleng ketika Dinda sudah berdiri di depannya, menutupi keramaian lapangan yang tadi dia lihat. Menepuk-nepuk anak tangga yang ada di sampingnya, Gerry meminta Dinda untuk duduk di sana.
Dinda mengangguk lalu menuruti permintaannya. Menatap Gerry yang wajahnya masih terlihat penuh rasa bersalah. Sejak tadi, Gerry hanya diam membisu.
"Seharusnya aku tadi nggak ikut campur buat semangati kamu ya, Ger. Ah ... maafin aku, Ger!" Dinda menggoyangkan lengan Gerry. Wajahnya sangat lucu ketika memohon supaya Gerry memaafkannya.
Gerry tidak marah kepada Dinda. Ini bukan salah Dinda. Ini hanya masalah kecil yang dibesar-besarkan. Sungguh.
Bukannya melepas genggaman tangan Dinda yang masih erat mencekal lengannya, Gerry malah meletakkan telapak tangannya di atas punggung tangan Dinda. Tersenyum manis lalu menatap dengan tatapan teduh. Halusnya telapak tangan Gerry yang dia rasakan, membuat hati Dinda juga merasakan lembutnya hati laki-laki ini.
"Udah aku bilang, ini bukan salah kamu, Din. Udah lah jangan dibahas, aku gak mau terngiang-ngiang lagi." Akhirnya dia menjawab, setelah sekian menit dia membisu.
Tatapan matanya berotasi pada rambut Dinda yang berantakan. Kini jari-jari panjang Gerry mulai merapikan helai demi helai dengan telaten. Merapikan poni, dan menyelipkan rambut yang menutupi sebagian wajah ke belakang telinga. Hingga kini rambut gadis di depannya terlihat rapi.
"Nah, gini cantik." Final, dia tersenyum manis.
Dinda terpaku dengan apa yang dilakukan Gerry baru saja. Gerry, seorang laki-laki yang lugu ini ternyata bisa berbuat yang-argh!
Jantung Dinda berdegup kencang. Bahkan, tangannya masih menggenggam erat lengan Gerry.
Suara Gerry ketika berbicara rasanya menembus ke ulu hati Dinda. Suaranya berat tapi lembut, menyejukkan hati. Apalagi tatapannya, senyumannya, juga ... duh, tidak lama lagi Dinda akan gila.
Bukh!
"WOI, BANGSAT"
"JANCOK!"
"ASU!"
Brugh!
Keramaian yang semula menjadi melodi pengiring kemesraan Dinda dan Gerry kini mendadak berubah menjadi kacau. Hei, ada apa di sana? Mengapa tiba-tiba keramaian ini seperti tidak terkontrol?
Gerry dan Dinda spontan berdiri dan melihat ke arah lapangan yang sempat terabaikan karena terlalu asik berduaan. Cepat sekali keadaan di sana berubah.
Gerry langsung berlari menuju lapangan setelah mengetahui bahwa di sana yang menjadi pusat kekacauan adalah Janu, Arsen, dan ... kakak kelas gila yang kemarin?!
Dinda yang ditinggal juga langsung ikut berlari membuntuti Gerry.
Lagi-lagi Janu berkelahi dengan kakak kelas gila itu. Bukannya kemarin masalahnya sudah selesai? Kenapa terulang lagi? Itu yang dibingungkan semua orang.
Dan, bagaimana bisa tiba-tiba Janu berkelahi dengannya? Sejak kapan? Padahal, tadi Janu terlihat baik-baik saja dan kakak kelas itu tidak ada di lapangan. Siapa yang memulai?
Sederet kalimat dan beberapa pertanyaan yang muncul ci benak Gerry. Jika dia harus bertanya kepada Alexi, Daniel atau lainnya, ini bukan waktu yang tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Classy Bastard in Love [Tamat]
Ficção AdolescenteClassy Bastard, itu nama geng kami. Bukan, kami bukan kumpulan geng motor, berandalan, atau lainnya. Bukan juga gengster yang memiliki banyak musuh dan dendam terhadap geng-geng lain. Nama itu kami buat hanya supaya terlihat mengerikan, kenyataannya...