CBIL- 38| Persetujuan

7 2 0
                                    

"Bro, hotspot, dong." Janu menggoyang-goyangkan lengan Arsen, berusaha membangunkan sahabatnya supaya mau memberikan hotspot.

Arsen hanya mengucek mata sambil menggerutu pelan di dalam tidurnya yang masih pulas. Dia malah menjauhkan tubuh Janu supaya tidak mengganggunya.

"Arsen, gue gak ada kuota, nih. Hotspot bentar lah, buat posting foto di Instagram doang." Laki-laki itu kemudian turun dari kasur dan mencari ponsel Arsen.

Setelah mendapatkan, Janu menyodorkan ponsel tersebut tersebut pada wajah Arsen yang ditutupi guling. "Ck, HP pake dikunci segala. Sen, ini pola kuncinya gimana?"

Merasa terganggu, Arsen langsung menyahut ponselnya. "Lo minta hotspot yang lain sana!" ucap Arsen sambil menyembunyikan ponselnya di balik bantal lalu kembali tidur pulas.

Kasihan melihat Arsen yang benar-benar masih mengantuk, Janu akhirnya memutuskan untuk meminta hotspot pada Alexi. Karena kabarnya, kemarin dia sempat membeli kuota sebelum pergi ke vila. Artinya, bisa meminta hotspot padanya.

Janu berjalan perlahan pada kamar sebelah, di mana kamar tersebut yang ditempati oleh Alexi, Gerry, dan Daniel. Tangannya baru saja hendak membuka pintu elegan berwarna putih itu, tetapi niatnya seketika diurungkan ketika mendengar sesuatu dari dalam kamar.

"Kamu kok belum berangkat sekolah?"

"... "

"Jangan males sekolahnya, lusa aku balik, kok. Pasti kamu kangen, ya?"

"..."

"Hahaha, bisa aja, sih. Ya udah bye-bye. Semangat sekolahnya, Keana-nya Daniel  ...."

Tangan Janu mencengkeram kuat gagang pintu. Rasanya seluruh darah di dalam tubuhnya mendidih saat itu juga. Entahlah, rasanya sangat sakit mendengar kalimat-kalimat tersebut.

Karena sudah dipenuhi rasa kesal, Janu akhirnya memutuskan untuk tidak jadi masuk ke kamar tersebut. Dia memilih untuk pergi, mungkin dia akan kembali ke kamarnya.

"Bangsat!" umpatnya.

¶¶¶

Di halaman depan, terlihat dua remaja sedang duduk bersantai dengan ditemani pemandangan pagi yang begitu indah. Udara sejuk dan suara-suara dari alam yang sangat menyenangkan. Mereka hanya mengenakan jaket dan celana pendek.

Yudha menyeruput teh hangatnya yang tadi dibuatkan oleh Gerry. Kemudian mengeluarkan ponsel dan memainkannya.

Namun, aktivitasnya berhenti ketika dia merasa Gerry terus memperhatikannya. "Lo kenapa lihatin gue mulu, sih?" protesnya.

Gerry lalu tersenyum cengengesan. Tangannya mulai bermain-main di atas meja. "Gue ... gue mau berterima kasih sama lo," ucapnya dengan sedikit ragu.

"Ya elah, gak perlu terima kasih. Gue malah yang berterima kasih sama lo dan temen-temen karena mau liburan bareng gue." Yudha menyela sambil kembali mengambil teh hangatnya.

"Bukan soal itu, Yudh." Gerry menatap Yudha, lantas Yudha lagi-lagi batal meminum teh tersebut. "Gue berterima kasih ke lo, soal ayah. Gue gak tahu mau ngomong apa lagi selain terima kasih. Karena lo, ayah gue sembuh. Ya meskipun nggak sembuh total, tapi seenggaknya dia nggak kesakitan lagi."

Yudha tersenyum haru mendengar ucapan Gerry. Dia sangat senang melihat Gerry begitu bahagia menceritakan ayahnya. Rasanya, dia ikut merasakan apa yang sahabatnya rasakan.

"Gue janji, Yudh. Gue bakal ganti uangnya. Tapi, nggak langsung lunas. Gue cicil sebisa gue, gak apa-apa, kan?"

Segera Yudha menggeleng. Dia sama sekali tidak ingin Gerry mengganti uangnya sepeser pun. Dia benar-benar ikhlas membantu Gerry. "Gak usah. Lo simpan aja uang lo, buat kebutuhan lainnya."

Classy Bastard in Love [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang