CBIL- 18 | Bu, Aku Anak Haram

16 3 0
                                    

Janu berjalan pelan menuju pintu rumah setelah tadi menaruh motornya di pekarangan rumah. Membuka pintu yang ternyata sudah ada dua orang di dalamnya. Ya, dua orang, seorang ayah dan ibu. Mereka sedang asik menonton televisi.

"Janu, udah pulang, Nak." Melihat kehadiran anak satu-satunya, sang Ibu terlihat mengembangkan senyum. Kemudian dia berjalan ke dapur, menyiapkan makanan yang sudah dimasak.

Ayahnya pun juga begitu, dia langsung melambaikan tangan kepada Janu supaya laki-laki berusia delapan belas tahun itu duduk di sampingnya. Menyodorkan setoples kacang tanah yang menjadi camilan favorit keluarganya. "Nih, kesukaan kamu."

Janu tersenyum melihat ayahnya kemudian mengambil beberapa biji dan memakannya. "Ganti baju dulu sana. Bau!" goda ayah sambil menutup hidungnya.

Yang diperintah hanya mengangguk lalu pergi ke kamarnya yang tidak terlalu jauh dari ruang keluarga. Rumah Janu memang tidak begitu besar, tetapi ruangan-ruangannya sangat teratur.

Aneh, entah kenapa dia tidak bisa tersenyum lebar bahkan tertawa hari ini. Padahal, biasanya setiap pulang sekolah, selalu ada candaan yang dikeluarkan Janu pada kedua orang tuanya. Tapi tidak dengan hari ini yang hanya ada senyum hambar. Janu juga tidak mengerti dengan dirinya sendiri.

"Janu, kalau udah ganti keluar ya, makan dulu, udah ibu siapin makanannya." Suara yang terdengar dari luar kamar itu membuat Janu gagal membaringkan tubuh di atas kasur.

Membuka pintu kamar dan keluar dari ruangan ternyaman itu, Janu segera mengambil makan yang sudah disiapkan ibunya. Menu makanan kali ini adalah menu kesukaan Janu, tapi entah kenapa dia tidak sesemangat biasanya.

Melihat ibu dan ayahnya yang kembali asik menonton televisi sambil sesekali saling mengobrol satu sama lain, Janu berpikir seribu kali. Di dalam keluarganya sungguh harmonis, tidak ada yang perlu dicurigakan. Namun, Janu sangat ingin menanyakan sesuatu yang selama beberapa hari ini tidak bisa lepas dari pikirannya.

"Bu, Yah, apa aku anak haram?"

"Bu, Yah, aku ini anak haram, ya?"

"Kenapa kalian gak bilang kalau aku anak haram?"

Apakah dia harus mengatakan itu? Yang mana? Janu benar-benar bingung untuk mengucapkan pertanyaan-pertanyaan itu yang sudah tersimpan dan membebani isi kepalanya.

Membuka mulut hendak menanyakan pertanyaan itu, kemudian kembali menutupnya lagi. Menarik napas untuk lebih tenang, kemudian kembali tegang. Begitu seterusnya yang dirasakan Janu saat ingin bertanya.

"Ayo, Jan. Kalau lo gak nanya, lo gak bakal tahu maksud Jeno itu!" Hatinya sudah memaksa keras untuk berbicara. Membuat Janu berhenti menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.

Kembali menarik napas panjang, kemudian menghela. Kali ini dia akan benar-benar bertanya. Semoga dia berhasil untuk menanyakan sampai tuntas. Sudah tidak ingin lagi kepikiran kata-kata Jeno si gila itu.

"Bu," satu kata sudah mulai keluar untuk membuka percakapan. Bagus, Janu, lanjutkan.

"Iya, kenapa? Sayurnya kurang? Ambil lagi aja di dapur masih banyak, kok." Wanita yang rambutnya diikat asal-asalan itu malah tertuju pada piring Janu yang sayurnya habis.

"Bukan, Bu." Janu menghela. Memberanikan diri untuk berucap lagi. Meski jantungnya berdetak begitu kencang dan merasakan dingin di telapak tangan dan kaki. "Maksud dari anak haram itu apa, ya?"

Classy Bastard in Love [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang