Arsen terkejut ketika melihat wajah Janu yang terluka. Bangkit dari tempat duduk dan menghampiri Janu dengan lari kecil, dia tampak bingung. Wajahnya juga penuh pertanyaan.
"Siapa yang bikin lo kayak gitu?" tanya Arsen mulai marah.
"Gak usah diurusin lah. Gue juga gak ngerti, gak jelas tuh orang emang." Janu berusaha menenangkan Arsen supaya tidak marah atau membalas dendam. Sebab Janu tahu betul bahwa Arsen mudah marah jika terusik. Meski kali ini bukan dirinya yang terusik, tapi sama saja jika itu sahabatnya.
Arsen mengerutkan keningnya tidak setuju. Wajah babak belur Janu itu tidak bisa dibiarkan begitu saja. Dia tidak terima jika Janu tiba-tiba diserang tanpa alasan.
"Dia udah kalah kok, Sen," sahut Daniel sambil berjalan ke arah tempat duduk Alexi. Membuntuti Gerry.
"Di mana dia?" tanya Arsen dengan suara yang cukup keras. Mereka tahu, jika saat ini Arsen sedang dipenuhi amarah.
Sangat susah membuat Arsen tenang. Meski seribu satu alasan dan kalimat-kalimat persuasif untuk membuatnya yakin bahwa sesuatu itu tidak harus diselesaikan dengan amarah, kemungkinan besar usaha itu hanya sia-sia.
Arsen keras kepala.
"Di kantin," jawab Gerry santai sambil memakan makanan yang tadi dia beli di kantin.
Mendengar jawaban Gerry, Arsen segera mengangkat kakinya untuk pergi ke kantin. Sementara Daniel dan Janu mendelik pada Gerry. Tidak seharusnya Gerry memberi tahu.
Gerry yang katanya keceplosan itu hanya menyengir sambil terkekeh. "Maaf."
Arsen sudah sampai di depan pintu kelas. Saat hendak melanjutkan perjalannya, dia dihentikan oleh Dela yang berdiri tepat dihadapannya.
"Mau ke mana?" tanya Dela dengan wajah yang khas. Wajah sinis yang sudah terpasang sejak lahir.
"Bukan urusan lo." Arsen mengambil jalan lain yang sekiranya bisa dilewati. Sebab Dela benar-benar berdiri di tengah ambang pintu kelas.
Berhasil melewati Dela. Lagi-lagi langkahnya dihentikan dengan ucapan Dela. "Biar apa?"
Mendengar pertanyaan yang sedikit membuatnya tersinggung, laki-laki itu membalikkan tubuh dan menatap Dela penuh pertanyaan. Tak lupa juga mengerutkan kening. "Apa maksud lo ngomong kayak gitu, Del?"
"Gak usah sok-sokan cari dia buat balas dendam. Lagian lo gak tahu siapa dia. Dan balas dendam itu gak perlu lo lakuin." Setelah mengatakan itu, Dela pergi meninggalkan Arsen.
Entah disengaja atau tidak, saat dia berjalan, pundak gadis itu menabrak kecil pundak Arsen.
Gerry berlari mendekati Arsen yang masih tercengang di tempat. Dia sedang mencerna kata-kata Dela dan merenunginya. Benar juga yang dikatakan Dela. Jika dia datang dia kantin luntang-luntung tidak tahu siapa yang menjadi sasarannya, itu malah memalukan.
"Sen, mending lo gak usah cari masalah lagi deh. Udah, ya lupain aja. Lagian Janu menang kok tadi. Menang banyak juga, dari cewek-cewek."
Usaha Gerry untuk merayu Arsen supaya tidak melawan siswa yang telah menyerang Janu tanpa sebab itu tidak sia-sia. Arsen menghela berat. Memutuskan untuk kembali ke tempat duduknya meski rasanya masih ingin membalas orang yang menyakiti Janu.
Ah, bukan. Sepertinya ini bukan sepenuhnya usaha Gerry dan teman-teman lainnya. Arsen memutuskan untuk tidak balas dendam karena Dela. Ya, karena Dela.
¶¶¶
Hari Senin. Mengesalkan.Semoga hujan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Classy Bastard in Love [Tamat]
Novela JuvenilClassy Bastard, itu nama geng kami. Bukan, kami bukan kumpulan geng motor, berandalan, atau lainnya. Bukan juga gengster yang memiliki banyak musuh dan dendam terhadap geng-geng lain. Nama itu kami buat hanya supaya terlihat mengerikan, kenyataannya...