Dinda, perasaan kamu gimana sekarang?
Aku kangen banget. Tapi nggak berani ngobrol sama kamu.
Aku pengecut.
Tiga kalimat itu sejak tadi bergantian memenuhi pikiran Gerry. Tidak ada hal lain yang dia pikirkan selain Dinda, gadis yang saat ini sedang dia perhatikan dari belakang. Memperhatikan punggung berbalut seragam putih itu, membuat Gerry tidak mendengarkan sedikit pun penjelasan guru.
"Ger, jangan ngelamun terus. Ini waktunya pelajaran Pak Husein, lo mau dihukum tidur di tengah lapangan?" Suara Alexi membuat Gerry mau tidak mau melepaskan pandangannya dari Dinda.
Laki-laki itu mengangguk, menuruti kata-kata Alexi. Akhirnya memilih untuk memperhatikan pelajaran meski nyatanya fokusnya masih terus tertuju pada Dinda.
Hingga bel pulang berbunyi, membuat semua siswa-siswi kelas XII IPS 2 langsung menutup buku tanda diperintah Pak Husein. Padahal, pria itu masih menerangkan. Tetapi, dengan ucapan Yudha yang menggema di ruangan itu. "Pulang, waktunya pulang. Besok lagi, masih ada hari esok!" Tidak ada lagi yang mendengar Pak Husein.
Kini, semua siswa-siswi sudah mulai berhamburan keluar dari kelas. Meninggalkan Pak Husein yang masih merapikan barang-barangnya sambil mengomel.
Namun, baru satu siswa yang berhasil turun ke lapangan, rintik air dari langit tiba-tiba berjatuhan. Menggagalkan langkah-langkah kaki yang awalnya penuh semangat untuk pulang.
Tanpa perlu bermenit-menit, rintik kecil itu menjadi besar dan lebat. Hujan turun begitu deras. Kesal, sangat kesal. Kalau tahu begini lebih baik mereka kembali ke kelas untuk sekedar menunggu hujan reda.
Namun, tidak dengan anggota Classy Bastard. Mereka memilih untuk tidak berlama-lama di sekolah. Ketujuh remaja itu langsung menerobos derasnya hujan, membiarkan tas ransel dan seluruh tubuhnya basah.
"Gila, buku-buku gue basah ini!" seru Omar di sela langkahnya yang cepat menuju parkiran.
"Halah, nanti ditaruh depan kipas habis itu disetrika." Alexi menyahut dengan wajah santai.
"Nah, jadilah keripik kertas," sambung Yudha sambil tertawa cekikikan.
Omar hanya berdecak malas mendengar jawaban kedua temannya yang berlagak santai. Omar tahu dan Omar sadar bahwa dalam hal pendidikan, mereka sama sekali tidak sefrekuensi dengannya. Kalian tahu betapa sayangnya Omar pada buku.
Sambil menunggu Alexi mengeluarkan motornya dari parkiran, Gerry berteduh di bawah asbes semen parkiran. Matanya menatap sendu genangan air di depannya. Entah mengapa, Gerry jadi teringat Dinda. Teringat bagaiman pertama kalinya dia menghabiskan waktu bersama Dinda sepulang sekolah dulu.
Gerry masih ingat betul bagaimana kejadian waktu itu. Pertama kalinya Gerry berinteraksi sedekat itu dengan Dinda. Menunggu hujan reda di depan sekolah yang berakhir pulang bersama sambil main hujan-hujanan.
"Mau pulang sambil hujan-hujanan, nggak?" Sederet kalimat ini akhirnya terucap dari mulut Gerry. Setelah cukup lama ia menyimpan dalam-dalam supaya tidak keluar.
Sudah tidak bisa berlama-lama di halte yang membosankan ini. Gerry siap jika harus pulang hujan-hujanan bersama Dinda. Gerry siap jika sesampainya di rumah, dia akan terkena flu. Daripada menunggu lama di sini tanpa kepastian kapan hujan akan reda, kasihan Dinda. Pasti orang tuanya sudah menunggu.
"Boleh, emang kamu mau hujan-hujanan?" Dinda tampak semangat untuk yang satu ini. Semangat Dinda tidak bisa membuat Gerry menolak.
"Gak apa-apa. Justru aku yang harusnya tanya ke kamu." Bohong, Gerry sangat bohong. Ah, dia hanya ingin terlihat seperti seorang laki-laki sejati di hadapan Dinda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Classy Bastard in Love [Tamat]
Teen FictionClassy Bastard, itu nama geng kami. Bukan, kami bukan kumpulan geng motor, berandalan, atau lainnya. Bukan juga gengster yang memiliki banyak musuh dan dendam terhadap geng-geng lain. Nama itu kami buat hanya supaya terlihat mengerikan, kenyataannya...