Keana berlari kecil, berniat untuk menjumpai Janu yang berdiri kerumunan siswa-siswi. Dia tampak menikmati alunan musik dan suara merdu dari penyanyi di atas panggung. Namun, mengapa satu hal ini harus terjadi.
Ya, saat Keana baru saja sampai. Lagi-lagi Janu seolah dikeroyok para gadis. Padahal, tadi mereka sudah menemui Janu, kenapa kembali lagi. Seakan-akan tidak memberi ruang untuk Keana. Gantungan kunci bergambar panda yang sejak tadi dia genggam, sepertinya tidak akan tersampaikan kepada Janu.
Langkah yang seharusnya menuju Janu akhirnya dia alihkan pada tempat yang cukup sepi. Berdiri di balik pohon cukup besar, sedikit menjauhi keramaian itu. Keana memperhatikan Janu dengan wajah lesu, lalu menundukkan tatapannya pada gantungan kunci tersebut.
"Kenapa aku gak bisa bertingkah kayak dulu lagi sih? Dulu kan aku juga sama kayak mereka, suka ngeroyok Janu bareng-bareng. Tapi kenapa sekarang rasanya beda? Kenapa aku pengennya cuma berduaan sama Janu?" Gadis itu mengomeli diri sendiri dengan begitu lancar.
"Kalau suka itu bilang, ungkapin gitu kek. Jangan dipendam sendiri." Keana menoleh ke sumber suara. Suara itu pernah dia dengar, tapi tidak familiar di telinganya.
Laki-laki bertubuh pendek itu berjalan mendekat. Memasang wajah remeh lalu menatap gantungan kunci yang ada di tangan Keana. Tanpa permisi dia langsung menyahut gantungan kunci tersebut, melihatnya dengan jarak dekat, lalu terkekeh.
Keana mengenali laki-laki ini. Tapi dia lupa siapa namanya. Siswa kelas sebelah, teman satu kelas Janu, anggota Classy Bastard.
"Ck, balikin!" Merampas gantungan kuncinya, lalu berusaha tidak peduli pada laki-laki itu. Keana memilih untuk melangkah pergi, mencari tempat lain untuk merenung.
"Temen aku udah aku bantuin, dan berhasil. Kamu mau aku bantuin juga nggak?" katanya sambil menatap punggung Keana. Menarik napas, lalu kembali membuka mulut. "Gratis kok."
Keana membalikkan badan lalu melangkah mendekat padanya. Sekilas matanya melihat nama di seragam laki-laki itu, kini dia tahu namanya. "Gak usah, Alexi."
Setelah mengatakan itu dengan wajah yang sangat tidak enak untuk dilihat. Kemudian dia benar-benar pergi. Meninggalkan Alexi yang padahal berniat baik ingin membantunya dekat dengan Janu.
"Ya udah. Janu emang ganteng, banyak yang suka pula. Salah kamu sendiri suka sama Janu, sakit hati kan jadinya. Itu udah resiko mencintai seseorang yang dicintai banyak orang!" teriak Alexi kesal.
Baiklah, jika Keana memang tidak menginginkan jalur teman.
¶¶¶
Tadi, setelah acara konser kecil-kecilan disambung dengan acara api unggun. Menyenangkan, tapi tidak ada hal yang luar biasa. Semua berjalan seperti pada umumnya.
Pertunjukan yel-yel antar-regu tidak ada yang menarik. Anggota Classy Bastard tidak maju karena Arsen malas. Alhasil, Omar---sebagai ketua regu---harus melaksanakan push-up sebanyak dua puluh kali karena regunya tidak menampilkan yel-yel.
Disambung dengan renungan malam, berjalan seperti pada umumnya. Kakak pembina berhasil membuat siswa-siswi menangis dengan membawa-bawa nama orang tua. Menanyakan kalimat yang klise, yaitu "bagaimana jika kalian pulang besok, ibu atau ayah kalian meninggal. Blablabla ..." dan diiringi musik yang mendukung kesedihan. Dengan begitu bodohnya mereka menangis dan terhanyut oleh kata-kata itu. Jangan ditanya lagi bagaimana keadaan Gerry. Dia menangis tiada henti, bahkan sampai sekarang dia masih menangis di dalam tenda.
"Udah lah, Ger diem. Ayo tidur!" pinta Arsen yang sejak tadi berusaha menahan diri supaya tidak memarahi Gerry karena terlalu cengeng. Tapi kali ini dia sudah kelewatan. Bagaimana jika sampai besok pagi dia masih menangis, kan tidak lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Classy Bastard in Love [Tamat]
Novela JuvenilClassy Bastard, itu nama geng kami. Bukan, kami bukan kumpulan geng motor, berandalan, atau lainnya. Bukan juga gengster yang memiliki banyak musuh dan dendam terhadap geng-geng lain. Nama itu kami buat hanya supaya terlihat mengerikan, kenyataannya...