CBIL- 46| Parasit

9 1 0
                                    

Daniel berjalan dengan langkah gontai. Menelusuri jalanan sepi di bawah gelapnya langit yang baru saja tiba. Ditemani embusan angin yang begitu memaksa masuk ke dalam pori-pori kulitnya, Daniel tidak bisa menghentikan pikiran-pikiran tentang semua yang kejadian yang menimpanya akhir-akhir ini.
_

"Gerry!" Daniel berlari mengejar laki-laki yang sedang berjalta sendirian menuju kantin sekolah.

Hingga akhirnya dia berhasil menyamai posisi laki-laki itu dam berjalan di sampingnya. Daniel menoleh ke arahnya, dengan senyum tipis. "Ger."

Yang dipanggil itu sama sekali tidak menoleh. Hingga Daniel mencoba mengulangi ucapannya barangkali Gerry tadi tidak mendengarnya.

"Gerry!" Kini suaranya agak kencang. Seharusnya untuk posisi yang dekat dan bersebelahan, Gerry bisa mendengar itu dengan jelas.

Namun, lagi-lagi tidak ada jawaban. Gerry tetap fokus menatap arah depan, tanpa mempedulikan keberadaan Daniel sedikit pun. Seolah dia tidak menganggap Daniel ada.

Hal itu membuat langkah kaki Daniel menjadi lemas. Mendadak dadanya menjadi sesak ketika pikiran-pikiran buruk menyelimutinya. Daniel mulai beropini pada diri sendiri bahwa Gerry kini jiga marah kepadanya.

Tidak ingin terus dibuat bingung sendiri tanpa jawaban pasti, Daniel akhirnya memutuskan untuk mencekal lengan Gerry. Dia berhasil membuat langkah Gerry berhenti dan langsung menatapnya tajam.

"Ger ...."

"Apa lagi, Niel?" Suara Gerry yang biasanya terdengar lembut, kali ini berbeda. Nada bicara Gerry menjadi datar dan dingin.

"Lo marah juga sama gue?" tanya Daniel dengan penuh harapan bahwa Gerry akan berkata 'tidak'.

Gerry diam. Menatapnya dengan tajam dan penuh sinis. Seolah-olah ada rasa marah yang terselip dalam wajahnya. "Gue gak tahu, Niel."

"Ger." Suara Daniel memelan. "Maaf, Ger ...."

"Gue berusaha nggak marah sama lo. Bahkan, gue ngerti posisi dan perasaan lo, Niel. Tapi ...." Gerry menghela napas panjang. Mengarahkan pandangannya pada pemandangan lapangan di sekitarnya, lalu kembali menatap Daniel. "Tapi gue gak bisa."

Ada rasa sakit yang tiba-tiba memenuhi tenggorokan Daniel ketika mendengar jawaban Gerry, satu-satunya sahabat yang waktu itu sempat membelanya, juga satu-satunya sahabat yang dulu berjanji akan selalu ada untuknya.

Daniel menunduk dengan hati pedih. Berusaha mengerti bagaimana rasanya menjadi Gerry dan anggota Classy Bastard lainnya. Berusaha menyadari posisinya di sana yang lebih pantas disebut 'parasit'. Daniel memejamkan mata dalam tundukan itu, menahan sesak di dada dan betapa sakit hatinya.

"Benar dugaan gue, Arsen bakal perpanjang masalah ini." Gerry kembali bersuara dengan pelan. Kemudian tangannya terulur untuk memegang pundak Daniel. Tidak ada senyum yang terlukis dapat Daniel lihat pada wajah Gerry.

"Makasih, Niel." Daniel mendongak dengan perasaan terkejut. Dia pikir, untuk apa Gerry berterima kasih?

"Karena masalah ini, karena lo, Dinda benci ke gue sekarang." Tubuh Daniel membeku saat itu juga ketika suara datar Gerry masuk ke telinganya. Seolah ucapan Gerry mengalir dan menyebarkan rasa kesedihan ke seluruh tubuhnya.

Classy Bastard in Love [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang