Sore ini Keana benar-benar pulang bersama Daniel. Meskipun tadi Janu sempat mengajak untuk pulang bersamanya, Keana menolak mentah-mentah ajakan itu. Dia sudah nekat dan berusaha keras untuk menjauhi Janu.
Keana mengerti sekarang. Bersama Daniel jauh lebih menyenangkan.
"Daniel, jadi masak-masak, kan?" tanya Keana sambil memiringkan kepalanya supaya dapat melihat wajah Daniel yang sedang fokus menyetir motor di depan sana.
Daniel menoleh sedikit, tetapi pandangannya tetap ke arah jalan di depan. "Iya jadi. Langsung ke rumahku aja atau ke rumah kamu dulu, Ken?"
"Ke rumah kamu aja langsung. Aku udah ijin ke mama, kok." Mendengar itu, Daniel mengangguk lalu melanjutkan perjalanan menuju rumahnya dengan diselingi obrolan-obrolan ringan yang sesekali membuat mereka tertawa.
Setibanya di rumah Daniel, Keana disambut ramah oleh nenek. Wanita tua itu rupanya tampak begitu senang melihat kedatangan Keana. Dia merasa, Keana adalah gadis yang baik untuk Daniel.
Atas ijin nenek, mereka langsung menuju ke dapur untuk memasak. Daniel membuka lemari yang biasanya menjadi tempat khusus untuk menyimpan bahan-bahan makanan. Matanya melebar saat melihat bahwa lemari tersebut benar-benar tidak menampakkan bahan makanan apa pun. Hanya terlihat bumbu-bumbu dapur.
Laki-laki itu akhirnya berlari kecil menuju ke kamar neneknya. Meninggalkan Keana sendirian di dapur. "Nek, kenapa nggak ada bahan-bahan di lemari?"
Wanita tua itu menepuk pelan dahinya tanda dia lupa. "Iya, nenek lupa. Kan bahan-bahannya kemarin malam udah nenek masak buat kamu, Daniel."
Daniel menggaruk tengkuknya sebal. Mengingat kemarin malam saat dia kelaparan, ya ... Daniel menghabiskan bahan-bahan makanan yang tersisa di rumah ini.
"Gimana dong, Nek? Aku kan mau masak-masak sama Keana. Malu banget, masa nggak ada bahan yang dimasak, sih." Cucu satu-satunya nenek kini memasang wajah frustasi. Dia duduk di samping neneknya dengan bingung.
Akhirnya, nenek mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompet kecilnya. "Ya udah, kamu belanja dulu mau, nggak?"
"Belanja?"
"Iya, belanja dulu sama teman kamu itu."
Daniel mengerucutkan bibirnya, menatap neneknya dengan wajah melas. "Aku bilang gimana, masa belanja dulu, Nek. Malu banget, sih."
"Heh, biasanya yang begini ini makin romantis. Belanja bareng, habis itu masak bareng, makan bareng. Seru ... pasti seru. Kenapa harus malu?" Mata Daniel membola saat mendengar kata-kata nenek. Ini terdengar seperti seolah-olah nenek mendukung hubungan Daniel dan Keana yang padahal masih berteman.
"Kamu pacaran, kan, sama dia?" Sekali lagi, Daniel dibuat terkejut dengan ucapan nenek. Apa-apaan, kenapa nenek mendadak menjadi sok tahu begini.
"Enggak, Nek. Daniel belum pacaran!" Sebisa mungkin Daniel menyalahkan ucapan nenek. Benar, Daniel tidak bohong. Daniel belum pacaran dengan Keana.
Reaksi Daniel yang sedikit berlebihan membuat nenek menutup mulut dengan wajah sok dramatis ala nenek-nenek. "Belum, ya? Berarti ada rencana mau pacaran." Begitu dia mengoreksi kata-kata Daniel.
Daniel pasrah. Dia mengaku kalah. "Ya udah, terserah Nenek, lah." Laki-laki itu kemudian berdiri. "Aku mau belanja aja. Mana uangnya, Nek?"
Setelah itu nenek terkekeh sambil memberikan uang tersebut pada cucu kesayangannya. "Hati-hati, itu anak orang dijaga, jangan disakiti hatinya. Laki-laki itu gak boleh nyakitin perempuan."
Daniel tidak mengerti. Entah mengapa neneknya mendadak menjadi seperti pakar percintaan begini. Yang sedang dilanda jatuh cinta, kan Daniel, bukan nenek. Rasanya terlalu gaul jika nenek Daniel ikut campur urusan percintaan anak muda begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Classy Bastard in Love [Tamat]
Підліткова літератураClassy Bastard, itu nama geng kami. Bukan, kami bukan kumpulan geng motor, berandalan, atau lainnya. Bukan juga gengster yang memiliki banyak musuh dan dendam terhadap geng-geng lain. Nama itu kami buat hanya supaya terlihat mengerikan, kenyataannya...