CBIL- 27| Pembohong

10 0 0
                                    

"Pembohong!" Gerry yang baru saja tiba di kelas hendak meletakkan tas ranselnya di bangku berhasil dikejutkan dengan suara seseorang yang sangat dia kenali.

Sontak laki-laki itu menoleh. Menatapnya dengan wajah bingung. "Dinda, kamu ngomong sama aku?" tanyanya setelah melihat sekitarnya hanya ada dia, Dinda, dan Alexi.

"Iya." Dinda mendekat dengan menunjukkan wajah marah. "Dasar pembohong!"

Tunggu, ada apa lagi ini? Siapa yang pembohong? Hei, Gerry tidak merasa berbohong apa pun kepada Dinda. Sungguh.

"Din, ini ada apa? Kamu jelasin dulu, ya. Aku pembohong?" Gerry berusaha untuk menenangkan gadis itu. Tentu saja dia panik saat mendapat tuduhan seperti itu. Apalagi selama ini Dinda tidak pernah marah kepada Gerry. Ya, mungkin ini kali pertamanya Dinda seperti ini.

Dinda melayangkan tangannya, ingin sekali rasanya memukuli laki-laki di hadapannya itu. "Gerry pembohong ...." lirihnya dengan kedua tangan mengepal yang terus dipukulkan pada kedua pundak Gerry.

Sementara yang dipukuli hanya diam, dia tidak memiliki niat untuk menghentikan Dinda. Tidak apa-apa dia dipukuli seperti itu, jika memang itu membuat Dinda lega. Gerry selalu seperti itu.

Setelah puas, Dinda menenggelamkan wajahnya pada dada Gerry. Terdengar suara isakan tangis di sana. Gerry semakin bingung, segera dia menangup kedua pipi Dinda yang ternyata sudah basah. Gerry menatapnya dengan khawatir. "Dinda, kamu kenapa nangis?"

"Kamu, Ger ...." Gadis itu tidak bisa melanjutkan kata-katanya saat air mata terus mengalir. Dia hanya bisa menatap Gerry lemah.

"I-iya, deh. Aku minta maaf, ya ... aku salah, ya?" Dinda mengangguk mendengar pertanyaan Gerry.

"Ya udah, aku minta maaf. Maaf banget ...." Meskipun dia masih belum tahu apa salah dia, merendahkan ego akan lebih baik di saat-saat seperti ini. Gerry mengusap air mata di pipi Dinda dengan lembut. "Udah, ya, jangan nangis."

Alexi yang hanya menjadi nyamuk di antara mereka berdua akhirnya memutuskan untuk keluar kelas. Percuma dia di dalam sana, dia tidak berperan apa pun. "Dah, gue pergi dulu. Lanjutin, gih!"

Setelah Alexi pergi, Dinda menundukkan kepala, menatap sepatu miliknya dan Gerry yang terlihat jauh berbeda. Miliknya masih sangat bagus, sedangkan milik Gerry ... jauh dari kata baik. Salah satu bukti bahwa betapa susahnya hidup Gerry.

"Memangnya aku salah di mananya, Din. Bisa kamu jelasin? Aku gak bakal marah, kok." Gerry memberanikan diri untuk bertanya.

"Ger ... setiap kali aku tanya ke kamu, 'kamu kenapa? Kamu baik-baik aja? Kamu ada masalah?' kamu selalu jawab 'aku baik-baik aja. Aku gak apa-apa'." Mengangkat kepalanya, Dinda kembali menatap kedua manik mata Gerry. "Tapi nyatanya? Ucapan kamu itu nggak ada benarnya. Kamu bohong!

Mulut Gerry seolah terbungkam saat mendengar alasan Dinda mengatainya pembohong. Ternyata ini. Oh, baiklah. Memang Gerry pembohong besar jika soal ini.

"Kalau kamu emang lagi gak baik-baik aja bilang, Ger. Jangan dipendam sendiri. Kamu bilang kamu baik-baik aja, tapi nyatanya enggak. Aku ngerasa gak berguna banget!" Air mata Dinda kembali tumpah saat mengatakan itu. Jujur, rasanya sangat sesak. Bisa-bisanya dia tidak tahu bahwa selama ini Gerry sedang berada dalam kesusahan, tapi dia hanya memendamnya sendiri.

"Bahkan kamu kerja." Gerry menutup mata saat kalimat itu keluar. Salahkah jika selama ini Gerry menyembunyikan tentang semua ini? "Teman-teman kamu salah paham sama kamu. Kamu dimusuhi sama mereka. Pantesan kamu menjauh dari aku, biar aku gak ikut-ikutan jadi korban. Bener kan, Ger?"

Gerry merasakan panas di wajahnya. Matanya mulai berkabut, berkaca-kaca. Berusaha menelan kembali air mata yang sudah terbendung di kelopak mata, Gerry akhirnya mengangguk. "Maafin aku, Din."

Classy Bastard in Love [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang